Kenyot11Avatar border
TS
Kenyot11
Prabowo Tak Tinggal Diam, TNI AL Akan Dilibatkan Menhan
Prabowo Tak Tinggal Diam Lihat Kapal China Masuk Perairan Natuna, TNI AL Akan Dilibatkan Menhan


TRIBUN-TIMUR.COM - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto akan berkoordinasi dengan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan TNI AL menyikapi insiden masuknya kapal pencari ikan dan Coast Guard dari China ke perairan Indonesia di sekitar Natuna.



”Beliau (Prabowo) akan berkoordinasi dengan Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan TNI AL terkait hal tersebut,” kata Staf Khusus Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antar-Lembaga Menteri Pertahanan RI, Dahnil Anzar Simanjuntak, Kamis (2/1).

Dahnil juga menjelaskan sikap Prabowo terhadap perkembangan isu di Perairan Natuna-Laut Cina Selatan.

”Sejalan dengan nota protes yang sudah dikirimkan oleh Menlu, dan Pak Prabowo seperti sudah menyampaikan pada pertemuan ADMM di Bangkok, menyatakan bahwa pembicaraan code of conduct (CoC) terkait sengketa Laut Cina Selatan harus dilakukan dan dituntaskan,” kata Dahnil.

Pertemuan ADMM di Bangkok yang dimaksudkan Dahnil adalah Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN pada 18 November 2019. Adapun nota protes yang disebut Dahnil adalah yang dilayangkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI ke Beijing pada 30 Desember 2019. Prabowo berpendapat masalah Natuna-Laut Cina Selatan harus diselesaikan lewat pembicaraan dua belah pihak.

”Agar tidak mengganggu hubungan perdagangan dan diplomatik antarnegara, termasuk dengan negara ASEAN lain. Dan tentu posisi Indonesia seperti yang telah disampaikan Menlu mempertahankan kedaulatan di Zona Ekonomi Eksklusif tersebut sebagai wilayah laut Indonesia,” kata Dahnil.

Kemlu RI sebelumnya memang melayangkan protes keras setelah beredar video yang menunjukkan kehadiran kapal-kapal ikan asing di perairan Natuna. Bahkan kapal coast guard Cina turut mengawal kapal-kapal ikan dari negaranya yang mencuri di perairan Indonesia.

Herman, Ketua Nelayan Lubuk Lumbang, Kelurahan Bandarsyah, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna, menuturkan, anggota kelompoknya pada 26 Oktober 2019 sempat diusir oleh kapal coast guard Cina. Padahal mereka sedang berada di wilayah perairan Indonesia.

Berdasarkan data Automatic Identification System (AIS) pada 28 Desember 2019, kapal coast guard China yang mengawal kapal ikan asing berada sekitar 3.8 Nautical Miles dari Garis ZEE Indonesia-Malaysia.

Atas insiden itu Kemlu RI kemudian memanggil Dubes Republik Rakyat Cina (RRC) di Jakarta dan menyampaikan protes keras terhadap kejadian tersebut. Nota diplomatik protes juga telah disampaikan.

”Pada Senin (30/12), hasil rapat antar kementerian di Kemenlu mengonfirmasi terjadinya pelanggaran ZEE Indonesia, termasuk kegiatan IUU fishing, dan pelanggaran kedaulatan oleh Coast Guard RRC di perairan Natuna," demikian pernyataan resmi Kemlu RI pada Senin (30/12/2019).

Prabowo Subianto
Prabowo Subianto (instagram.com/prabowo)
Sayangnya protes Indonesia itu dianggap angin lalu oleh China. Beijing menegaskan bahwa mereka memiliki kedaulatan di wilayah Laut Cina Selatan dekat perairan Natuna, Kepulauan Riau, sehingga kapal-kapalnya boleh berlayar dengan bebas di kawasan tersebut.

"Cina memiliki kedaulatan atas Kepulauan Nansha dan memiliki hak berdaulat dan yurisdiksi atas perairan dekat dengan Kepulauan Nansha (yang terletak di Laut Cina Selatan)," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Geng Shuang, dalam jumpa pers rutin di Beijing pada Selasa (31/12), seperti dikutip dari situs Kementerian Luar Negeri Cina.

Geng menegaskan Cina juga memiliki hak historis di Laut Cina Selatan.

Menurutnya, nelayan-nelayan Cina telah lama melaut dan mencari ikan di perairan itu dan sekitar Kepulauan Nansha, yang menurut Indonesia masih merupakan ZEE Indonesia.

Geng juga berdalih bahwa kapal yang berlayar di kawasan itu baru-baru ini adalah kapal penjaga pantai Cina yang tengah melakukan patroli rutin.

"Patroli rutin untuk menjaga ketertiban laut dan melindungi hak-hak dan kepentingan rakyat kami yang sah di perairan terkait," kata Geng.

Namun Kemlu RI menolak "klaim unilateral" Cina tersebut.

Menurut Menlu Retno Marsudi, alasan Cina yang menyebut soal perairan itu merupakan bagian sejarah dari negeri Tirai Bambu itu tidak berdasar hukum dan tidak pernah diakui oleh hukum internasional.

"Klaim historis Cina atas ZEE Indonesia dengan alasan bahwa para nelayan Cina telah lama beraktivitas di perairan dimaksud bersifat unilateral, tidak memiliki dasar hukum dan tidak pernah diakui oleh UNCLOS 1982," kata Retno, Rabu (1/1).

Kemlu mengatakan Indonesia tidak menerima klaim Cina yang menyebut istilah "perairan terkait atau relevant waters" yang merujuk wilayah di sekitar perairan yang mereka klaim di Laut Cina Selatan. "Indonesia mendesak China untuk menjelaskan dasar hukum dan batas-batas yang jelas perihal klaim RRC di ZEE Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982," kata Retno Marsudi.

Adapun Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan saat ini pemerintah tengah menunggu nota protes yang sudah dilayangkan oleh Kemenlu.

"Ya kan sudah, Menlu sudah mengajukan protes ya, itu ditunggu perkembangannya," ujar Mahfud di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (2/1).

Mahfud tidak menjelaskan lebih lanjut langkah yang akan ditempuh oleh RI.

Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut tidak akan melakukan pertemuan dengan pihak China. "Nggak (ada pertemuan)," kata Mahfud.

Jangan Negosiasi

Sementara itu Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menilai Indonesia tak perlu membuka pintu negosiasi dengan China terkait sengketa di Laut China Selatan alias Laut Natuna Utara.

Menurut Hikmahanto, Indonesia harus menolak keinginan China yang ingin menyelesaikan sengketa ini secara bilateral. "Rencana China itu harus ditolak oleh pemerintah Indonesia karena empat alasan," katanya.

Pertama, bila China tidak mengakui ZEE Indonesia di Natuna Utara, demikian pula Indonesia harus tetap konsisten tidak mengakui wilayah tradisional penangkapan ikan nelayan Cina. "Atas dasar sikap Indonesia ini, bagaimana mungkin Indonesia bernegosiasi dengan sebuah negara yang klaimnya tidak diakui oleh Indonesia?" sebutnya.

Kedua, sikap Indonesia yang konsisten ini telah mendapat penegasan dari Permanent Court of Arbitration (PCA) dalam penyelesaian sengketa antara Filipina melawan Cina. Dalam putusannya PCA, tidak mengakui dasar klaim Cina atas 9 garis putus (9-dash) maupun konsep traditional fishing right.

Menurut PCA, dasar klaim yang dilakukan oleh pemerintah China tidak dikenal dalam 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) di mana Indonesia dan Cina adalah anggotanya. "Jangan sampai posisi yang sudah menguntungkan Indonesia dalam putusan PCA dirusak dengan suatu kesepakatan antarkedua negara," tegasnya.

Ketiga, Indonesia tidak mungkin bernegosiasi dengan China karena masyarakat internasional tidak mengakui keabsahan 9 garis putus dan traditional fishing right yang diklaim oleh China.

Terakhir, jangan sampai pemerintah Indonesia oleh publiknya dipersepsi telah menciderai politik luar negeri yang bebas aktif.

Menurut Hikmahanto, ketergantungan Indonesia atas utang luar negeri asal Cina tidak seharusnya dikompromikan dengan kesediaan pemerintah bernegosiasi dengan pemerintah Cina.

"Justru bila perlu Presiden mengulang kembali bentuk ketegasan Indonesia di tahun 2016 dengan mengadakan rapat terbatas di kapal perang Indonesia di Natuna Utara," sebutnya. (tribun network/git/dod/kps)

https://makassar.tribunnews.com/2020/01/03/prabowo-tak-tinggal-diam-lihat-kapal-china-masuk-perairan-natuna-tni-al-akan-dilibatkan-menhan

Maju Terus emoticon-army
Diubah oleh Kenyot11 03-01-2020 10:55
si.matamalaikat
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 7 lainnya memberi reputasi
8
2.1K
33
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.