- Beranda
- Berita dan Politik
Soal Kerukunan Agama, Papua Paling Toleran, Aceh Terbawah
...
TS
khakhapu
Soal Kerukunan Agama, Papua Paling Toleran, Aceh Terbawah
Assalamualaikum jumpa lagi dengan ane,,
Soal Kerukunan Agama, Papua Paling Toleran, Aceh Terbawah
WE Online, Jakarta -
Menteri Agama, Fachrul Razi, mengklaim indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) di Indonesia sangat tinggi. Yakni dengan skor mencapai 73,83, meningkat dibanding tahun lalu.
"Maka angka ini menunjukkan kondisi kerukunan umat beragama kita berada pada kategori tinggi," kata Menteri Agama Fachrul Razi, dalam peluncuran Indeks Kerukunan Umat Beragama 2019, di Kantor Kemenag, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Rabu 11 Desember 2019.
Meski begitu, Menteri Agama Fachrul Razi mengatakan bahwa angka 73,83 ini masih rendah dibandingkan dengan tahun 2015 yang mencapai indeks 75,6. Provinsi, yang memiliki nilai KUB tertinggi adalah Papua Barat.
Dalam daftar indeks KUB yang dirilis Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Papua Barat mendapat nilai KUB 82,1 tertinggi dibanding provinsi lain.
NTT berada di urutan kedua dengan nilai 81,1. Sementara Bali, di nomor ketiga KUB dengan nilai 80,1. Ada 36 peneliti yang diterjunkan. Dengan 1.360 enumerator dan 13.600 responden, yang dilakukan di 136 kabupaten dan kota, serta 34 provinsi.
Adapun metode penarikan sampel adalah pengambilan secara acak berjenjang (multistage clustureted random sampling). Margin eror penelitian ini adalah lebih kurang 4,8 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Untuk kualitas kontrol dilakukan monitoring dan pendampingan saat wawancara, dan spot check pascawawancara pada 20 persen total sampel. Teknik analisa data adalah data penelitian dianalisa menggunakan statistik deskriptif dan inferensial.
Berikut peringkat kerukunan umat beragama:
1. Papua Barat (82,1)
2. NTT (81,1)
3. Bali (80,1)
4. Sulawesi Utara (79,9)
5. Maluku (79,4)
6. Papua (79,0)
7. Kalimantan Utara (78,0)
8. Kalimantan Tengah (77,8)
9. Kalimantan Barat (76,7)
10. Sumatera Utara (76,3)
11. Sulawesi Selatan (75,7)
12. Sulawesi Tengah (75,0)
13. Jawa Tengah (74,6)
14. DI Yogyakarta (74,2)
15. Sulawesi Barat (74,1)
16. Sulawesi Tenggara (73,9)
17. Jawa Timur (73,7)
18. Kalimantan Timur (73,6)
19. Gorontalo (73,2)
20. Bangka Belitung (73,1)
21. Lampung (73,1)
22. Kepulauan Riau (72,8)
23. Maluku Utara (72,7)
24. Kalimantan Selatan (72,5)
25. Sumatera Selatan (72,4)
26. Bengkulu (71,8)
27. DKI Jakarta (71,3)
28. Jambi (70,7)
29. NTB (70,4)
30. Riau (69,3
31. Banten (68,9)
32. Jawa Barat (68,5)
33. Sumatera Barat (64,4)
34. Aceh (60,2)
>>>>><<<<<
Miris mas Bro, mbak Sist...
Kenapa daerah yang selama ini selalu dianggap sebagai provinsi paling terbelakang di Indonesia ini, daerah yang suka maupun tidak suka mungkin selalu menjadi sasaran rasisme, daerah yang selalu dianggap tingkat pendidikannya selalu terbelakang, justru mempunyai indeks toleransi tertinggi berdasarkan survey dari Kemenag?
Apakah sekarang logika berfikir warga negara Indonesia tercinta ini sudah terbalik balik?
Ataukah logika mayoritas warga negara ini sudah terjangkit virus dari binatang yang suka parkir terbalik sehingga berfikirnya juha terbalik?
Kalau bicara mengenai tingkat pendidikan, Bukankah semakin tinggi tingkat pendidikan manusia, logika berfikir akan semakin maju, semakin terbuka dan semakin memunculkan nilai nilai positif. Bukankah demikian seharusnya?
Namun, apalah daya, survey telah membuktikan. Dari daerah paling tertinggal tersebut justru memunculkan hasil level toleransi paling tinggi.
Apakah tingkat toleransi menjadi berbanding terbalik dengan level pendidikan? Hanya Tuhanlah yang tahu.
Tapi, sebagai manusia biasa, yang cuma bisa membaca hasil survey justru menyimpulkan kalau memang nyata bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, tingkat ekonomi justru semakin menjadi Intoleran.
Salah siapakah itu?
Salah pendidikannya, salah pribadinya, atau salah survey?? Yang jelas, kalau berdasarkan survey, miris melihatnya.
Kebo Nyusu Gudel, itulah peribahasa jawa yang secara bebas bisa diartikan seseorang yang lebih pintar justru belajar dari orang yang kepintarannya lebih rendah.
Apakah hal itu salah? Tidak tentunya. Belajar bisa dari siapa saja, darimana saja. Bahkan orang waras pun juga masih boleh belajar dari orang yang kurang waras.
Tapi, ini masalah toleransi. Toleransi selalu diajarkan mulai dari bangku pendidikan paling dasar di sistem pendidikan kita. Kalau sudah belajar toleransi sejak dini, tapi saat beranjak dewasa toleransi tersebut tiada dipergunakan, gunanya apa?
Atau mungkin saat pelajaran toleransi diajarkan para peserta survey atau para object penelitian sedang sakit, bolos atau lagi tidur?
Ayolah mamen, jangan malu belajar dari negeri Papua, negeri yang selalu termarjinalkan dalam berbagai hal. Bahwasanya untuk toleran tidak harus selalu punya level ekonomi diatas terlebih dahulu. Enggak selalu menjadi pintar terlebih dahulu. Mungkin secara simple cukup kembalikan ke hati nurani, pasti didalam lubuk hati masinh masing orang selalu masih ada setitik cahaya untuk selalu menjunjung tinggi toleransi, tepo seliro.
Ya itu sih kalau masih punya hati, atau hatinya belum membatu karena paham yang aneh aneh.
Jangankan manusia, mesin pun yang tidak bernyawa juga pasti ada toleransinya. Ya walaupun nilai toleransi didalam mesin pasti nilainya sangat kecil.
Lha ini kita sebagai makhuk bernyawa, berpendidikan, masak toleransinya juga kecil. Apa bedanya kita dengan mesin kalau gitu?
Jadi, sudahlah, jangan salahkan metodologi survey nya, jangan salahkan siapa pelaku survey nya, jangan salahkan object survey nya. Tapi mari kita buktikan kalau hasil survey tersebut kurang tepat dengan instropeksi diri kita sendiri.
Naikkan level toleransi kita,,jangan mau disamakan dengan mesin. Jangan mau disamakan dengan benda tidak bernyawa.
Oh..tidak semudah itu mamen,,bukankah agama kita selalu bilang jangan toleran terhadap yang tidak sealiran dengan kita. Itu gak tau pemahaman siapa.
Bagi ane, menurut agama ane, ane selalu berpegang pada "Habluminalloh dan Habluminannas" (maafkan ane kalau ane salah menulisnya, tolong koreksi ane cara menulis yang benar kata kata tersebut). Selain hubungan secara vertikal, bukankah kita juga berkewajiban untuk menjaga hubungan kita secara horizontal?
Atau karena ilmu ane yang masih dangkal ini terlalu dangkal jika dibandingkan dengan para ahli tafsir, para ahli dakwah? Ya jelas kalah lah, lha wong ane ini biasanya cuma bagian duduk dengerin ceramah. Bukan insan insan yang biasa berdiri untuk memberikan ceramah.
Yang ane tahu hanyalah, betapa indahnya jika kita hidup berdampingan dengan sesama secara damai, rukun dan tiada konflik antar sesama.
Jadi, ayolah mamen, sesama umat manusia kita naikkan level toleransi kita demi menjaga keutuhan bangsa Indonesia tercinta ini.
Hidup selalu "Bhinneka Tunggal Ika" di negeri Indonesia tercinta.
Wassalam
15 Desember 2019
4iinch dan 15 lainnya memberi reputasi
12
5.6K
167
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
679.8KThread•48.2KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya