Hampir satu dekade yang lalu acara investigasi tentang makanan - makanan yang mengandung bahan berbahaya menjadi salah satu program populer yang cukup menarik perhatian pemirsa televisi tanah air. Dari acara - acara itu pula pemirsa menjadi tahu bahwa banyak pedagang makanan curang diluar sana yang menjajakan dagangannya menggunakan bahan - bahan berbahaya atau bahkan bahan makanan tak layak konsumsi yang tetap mereka jual demi meraih keuntungan sebanyak - banyaknya.


Kini program seperti itu kembali diproduksi. Dari acara itu kita tahu bagaimana mereka berbuat curang. Mulai dari memberikan bahan pengawet non-foodseperti boraks, bahan pewarna non-food seperti pewarna pakaian, mengolah kembali bahan makanan rusak agar kembali tampak layak konsumsi menggunakan bahan berbahaya dan lain sebagainya. Acara ini menyuguhkan investigasi menyeluruh, mulai dari cara mereka mendapatkan bahan, cara pengolahan, bagaimana mereka berbuat curang, dan bahkan juga dilengkapi dengan "wawancara" langsung dengan pelaku. Tak hanya itu, diakhir acara penonton juga diberikan tips bagaimana membedakan makanan yang sehat dan makanan yang mengandung bahan berbahaya. Karena menurut narator, masih banyak penjual jujur yang menjajakan makanan sehat tanpa tambahan bahan berbahaya.

Meski memiliki tujuan mulia ingin membuka mata publik bahwa di luar sana banyak kecurangan yang dilakukan oleh para penjual makanan, namun tetap saja ada yang mengganjal dari program ini. Pertama dimulai dari bagaimana sang wartawan dengan mudahnya mendapat informasi tentang pelaku yang sering berbuat curang. Apalagi jika program ini tayang secara reguler, sudah pasti setiap minggu mereka harus mendapat konten "curang" yang bisa mereka liput. Lalu yang kedua, bagaimana wartawan tersebut dengan mudahnya mengorek informasi dari narasumber yang merupakan pelaku kecurangan.

Mungkin kita akan berpikir bahwa pelaku sudah mendapat kompensasi atas wawancara yang dilakukan sehingga ia mau menceritakan secara detail bagaimana ia berbuat curang. Bisa jadi hal itu benar, namun jika investigasi itu diberi label "kamera tersembunyi" maka hal itu justru seolah menegaskan bahwa narasumber tidak mengetahui bahwa dirinya direkam. Lebih anehnya lagi, saat pelaku mau menceritakan dengan detail berbagai kecurangan yang ia lakukan kepada orang lain, yang dalam hal ini wartawan. Normalnya, saat seseorang berbuat curang lalu didatangi oleh orang yang tak dikenal, tentu ia akan segera menyembunyikan kecurangannya tersebut, bukan malah menceritakannya.


Belum lagi bentuk kecurangan yang seolah bertumpuk - tumpuk. Dalam satu kasus investigasi pembuatan saos misalnya. Pelaku membuat saos dari bahan buah yang busuk, lalu menghancurkannya menggunakan kaki. Belum cukup sampai disitu, ia menggunakan pewarna pakaian dan pengawet boraks. Ada juga kecurangan penjual ayam krispi, mulai dari bahan bakunya dari sisa ayam yang dikumpulkan dari sampah, penggunaan minyak jelantah yang di tambahkan bahan berbahaya agar tampak bening kembali, memakai plastik / sedotan saat menggoreng supaya awet renyah. Meski bisa saja hal itu dilakukan oleh penjual yang curang, tapi ada kesan kecurangan - kecurangan tersebut dibuat lebih "dramatis" demi kepentingan sebuah tayangan. Belum lagi investigasi yang selalu diungkap merupakan produk - produk skala kecil, tak pernah menyentuh skala menengah atau besar.

Meski memberi pengetahuan kepada kita tentang kecurangan yang dilakukan oleh oknum penjual nakal, namun ada pula yang menganggap program ini justru memberikan contoh bagaimana cara berbuat curang. Bagai pisau berwajah dua, di satu sisi bisa digunakan untuk hal baik, untuk memasak, tapi disisi lain bisa juga digunakan untuk membunuh.