mayyarossaAvatar border
TS
mayyarossa
Gir Pasang, Tempat di Mana Waktu Seakan Terhenti



Halo, GanSist. Jumpa lagi dengan ane, MayyaRossa. Thread kali ini ane persembahkan dalam rangka mengikuti event dari MLDSPOTKONTENHUNT dan KASKUSXMLDSPOT yang keren abis, karena mengambil tema TASTETHELOCAL, INSPIRING PEOPLE/PRODUCT/PLACE/COMMUNITY.


Kali ini, ane mau bahas tentang suatu tempat yang cukup keren. INSPIRING PLACE lah ya.


GIR PASANG


Sebuah desa di kaki Merapi. Tepatnya di tenggara Merapi. Terletak sekitar lima ratus meter di bawah base camp pendakian Merapi via Sapu Angin, desa ini masuk di Kelurahan Tegalmuyo, Kecamatan Kemalang, Klaten. Desa ini dinamai Gir Pasang, diambil dari kata Gligir Sepasang, karena terletak diantara dua jurang/gligir.



Ane kenal desa ini sekitar dua tahun yang lalu, tahun 2017. Ane mendapat informasi dari teman ane, Kang Iboy. Saat itu ane bersama suami dan sedulur-sedulur dari komunitas #PendakiIndonesia korwil Jogja Istimewa mencari tempat untuk melakukan pelatihan P3K. Kami menuju Base Camp Merapi via Sapu Angin, karena rencana acara akan diadakan di camp area sekitar situ, masuk di Taman Nasional Gunung Merapi.



Base Camp Pendakian Gunung Merapi via Sapu Angin



Kami memilih lewat rute favorit ane, yaitu lewat Cangkringan, lalu naik Balerante, turun menyeberang Kali Woro, naik Deles, lalu ke timur sedikit, sampai Base Camp Sapu Angin.



Kali Woro, salah satu jalur aliran lahar Gunung Merapi. Jika siang, banyak penambang pasir dan batu di tempat ini

Setelah survey, kami pun melanjutkan perjalanan ke desa Gir Pasang. Dusun yang terletak di ketinggian 1185 mdpl ini suasananya masih sangat asri dan alami. Tak jarang kabut menyelimuti desa pada pagi dan sore hari.

Di bagian utara berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Merapi. Sebelah barat ada jurang, yaitu Jurang Sapu Angin. Di barat jurang, ada desa Ringin. Di sinilah batas kendaraan bermotor. Di timur ada jurang lagi, di selatan juga jurang. Di tengah kemajuan teknologi dan gemerlap hidup yang serba modern, desa ini masih mempertahankan citarasa dan kearifan lokalnya. Desa ini cukup menginspirasi ane karena beberapa keunikannya, antara lain:


1. Jumlah Rumah

Desa ini terbilang unik, karena hanya terdiri dari 9 rumah,12 kepala keluarga, dan 36 jiwa. Hal ini sudah berlangsung turun temurun. Mereka tetap mempertahankan jumlah rumah dan kepala keluarga. Jumlah ini nyaris tidak berubah karena biasanya, anggota keluarga yang perempuan akan dipinang oleh lelaki dan dibawa ke rumah suaminya, keluar dari desa itu. Jadi rata-rata yang tinggal di desa itu adalah dari garis keturunan laki-laki. Rumah di sini pun, masih menggunakan kayu. Khas rumah-rumah pedesaan. Namun, sudah ada beberapa rumah yang menggunakan batako.


Salah satu halaman rumah penduduk


2. Bentang Alam yang Indah

Untuk menuju desa ini, kita parkir di sisi jurang sebelah barat, yaitu di desa Ringin, desa terdekat dengan desa Gir Pasang. Kemudian, kita harus menyeberang jurang sedalam 150 meter melalui anak tangga yg berkelak kelok dan naik turun sebanyak 1148 anak tangga. Ssttt, ane hitung beneran lho kemarin pas ke sini. Kalau tidak percaya, bisa dihitung pas naik turun anak tangga, ya. Setiap 100 anak tangga sudah diberi tanda. Yang amazing, setiap hari anak-anak yang bersekolah di desa sebelah pun harus melalui jurang ini, kebayang ngga sih?



Anak tangga yang berkelak-kelok dan naik turun

Sepanjang perjalanan kita akan disuguhi pemandangan alam yang aduhai. Belum lagi suara hewan seperti monyet ekor panjang, berbagai macam burung,ayam hutan, dan lain-lain. Bila malam tiba, langit akan bertabur bintang, dan di bawahnya, kerlip lampu kota Klaten seakan menjadi pantulannya.



Pepohonan di seberang jurang


3. Mata Pencaharian

Penduduk di sini rata rata beternak dan bertani. Mereka menanam mawar dan sayuran di sekitar rumah. Bila panen tiba, mereka biasa menjual hasilnya di pengepul di desa-desa sebelah.



Warga memanfaatkan tanah sekitar rumah untuk menanam

Untuk hasil ternak, mereka menjual ke pasar yang harus ditempuh dengan berjalan kaki selama kurang lebih satu jam. Dan jalan yang dilalui? Naik turun keluar masuk hutan, karena harus melalui Taman Nasional Gunung Merapi.



Salah satu hewan ternak


4. Solar Cell atau Panel Surya

Masih menjaga kealamian desa, tempat ini menggunakan panel surya untuk memenuhi kebutuhan listriknya. Namun, desa ini juga sudah menggunakan listrik sejak 2015.



Tampak panel surya di atas genteng warga


5. Sikap Ramah

Saat kita berkunjung ke desa ini, sambutan hangat akan kita dapatkan.
Tiap penduduk desa pasti akan menyapa dan menawarkan untuk mampir ke rumah mereka. Jangan salah! Saat kita disuruh mampir, kita akan dijamu di sana. Minimal dengan segelas teh hangat dan ubi rebus atau pisang rebus. Namun, tak jarang, nasi atau nasi jagung dan sambal bawang serta lalapan menyusul terhidang di meja. Kalau tidak, ya sayur rebung. Keren, 'kan?



Singgah di rumah salah satu warga yang ternyata Pak RT


6. No Plastik

Menyambung poin sebelumnya, desa ini memang sangat memperhatikan kealamian desanya. Mereka tak pernah makan makanan dalam kemasan. Jadi, tak akan kita jumpai sampah plastik di sini. Mereka mengonsumsi makanan dari hasil kebun sendiri. Biasanya, makan dengan sambal bawang yang cabenya metik di halaman rumah. Lalapan daun kenikir, daun kemangi, atau daun adas pun memetik sendiri. Sayur nangka muda/gori dan rebung/ bambu muda pun didapat dari halaman rumah sendiri.

8. Gotong royong

Suatu kegiatan yang sudah amat sangat jarang terjadi di kota maupun di desa. Dulu, di pedesaan bila ada warga yang membangun atau memperbaiki rumah, tak oerlu membayar tukang,tapi cukup bergotong royong. Inilah yang masih tampak di Gir Pasang. Ketika kami berkunjung kemarin, masjid desa sedang dibangun. Mereka gotong royong untuk membangun masjid. Ini pula yang akhirnya membawa teman-teman dari komunitas #PendakiIndonesia Soloraya, KPM Soloraya, LURKI Klaten, juga beberapa komunitas yang lain ikut membantu membangun masjid ini dengan material, waktu, juga tenaga.



PemasanganKubah Masjid





Menyiapkan snack untuk kerja bhakti


Oh iya, untuk mengangkut barang, warga desa menggunakan seling, semacam wadah atau kotak yang diikat dengan tali yang menghubungkan satu sisi jurang dengan sisi yang lain. Kotak ini nantinya akan ditarik menyeberang jurang. Wah, kreatif ya mereka?


Nah, kalau mendaki ke Merapi via Sapu Angin, jangan lupa mampir ke sini, ya. Jangan takut nyasar, tanya warga sekitar pasti ditunjukkan jalannya, atau minta tolong orang base camp, pasti diantar. Boleh banget kalau mau ajak ane.😁



Taman Nasional Gunung Merapi

Jogjakarta, hari ke tiga belas bulan November 2019.

Dari ane, orang yang kebetulan tinggal di pusat kota Jogja dan selalu merindukan kehidupan desa yang alami.

Sumber Referensi:
1. Opini Pribadi
2. Wawancara/obrolan dengan beberapa warga, khususnya Bapak dan Ibu Martorejo.
3. Seperti biasa, semua foto dokpri, ya GanSist.
4. Di sini

TASTETHELOCAL, INSPIRING PEOPLE/PRODUCT/PLACE/COMMUNITY, MLDSPOTKONTENHUNT dan KASKUSXMLDSPOT
4iinch
mentarisfr
tien212700
tien212700 dan 20 lainnya memberi reputasi
21
3.2K
95
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.7KThreadβ€’82.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
Β© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.