joko.winAvatar border
TS
joko.win
Fenomena Toko Elektronik Sepi, Ternyata Ini Sebabnya
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi Indonesia yang mengalami perlambatan pada triwulan III-2019, tampak tercermin dari kondisi di lapangan. Selain faktor global perang dagang AS-China, juga kurs mata uang Rupiah yang stagnan di Rp 14.000 juga mempengaruhi. Sektor perdagangan ritel, ada fenomena toko-toko elektronik sepi pembeli di toko-toko fisik pusat perbelanjaan.

Di atas kertas, data Badan Pusat Statistik (BPS) pada triwulan III-2019, perdagangan besar dan eceran non mobil-sepeda motor hanya tumbuh 4,9% atau melambat dibandingkan triwulan III-2018 yang sempat mencapai 5,34%. Tren stagnasi perdagangan sudah terlihat pada triwulan II-2019 yang mana hanya tumbuh 4,92%.

Apa sebenarnya yang terjadi?

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) Roy Mande menegaskan persoalan bukan soal daya beli tapi soal konsumsi. Konsumsi masyarakat pada kuartal III-2019 masih tumbuh 5,5%. "Ini bukan daya beli," katanya kepada CNBC Indonesia, Jumat (8/11).

Ia menggarisbawahi bahwa yang terjadi saat ini adalah anomali atau peralihan cara berbelanja konsumen. Konsumen tak lagi berbelanja di toko-toko berukuran besar seperti masa lalu yang sempat jadi gaya hidup, sehingga peritel juga harus melakukan penyesuaian.

Roy berharap pemerintah harus menjaga konsumsi masyarakat antara lain menjaga indeks kepercayaan konsumen (IKK) tetap tinggi terutama soal kondisi politik. Selain, itu menjaga harga energi agar tak naik seperti BBM, gas, listrik, agar tak mempengaruhi konsumsi masyarakat.

Sementara itu, Dewan Pembina Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) yang juga Penasihat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Handaka Santosa mengungkapkan pada dasarnya daya beli masyarakat cukup baik terlihat dari kenaikan UMP 2019. Akan tetapi laju penjualan cenderung stagnan pada tahun ini. Ia menilai masyarakat enggan untuk berbelanja banyak dan faktor keamanan.

"Berjalannya waktu, ternyata uang yang diperoleh tidak dibelanjakan maksimal sehingga menyebabkan penjualan stagnan dibanding tahun lalu. Kalaupun ada satu perusahaan, ritelnya tumbuh tidak signifikan, mungkin sekitar 5%," kata Handaka dalam program Closing Bell, CNBC Indonesia, Rabu, (6/11/2019).

Di sisi lain, pengusaha ritel juga dihadapkan pada kondisi politik Tanah Air yang beberapa kali menimbulkan gejolak sejak musim Pemilu 2019 lalu.

Sebagai contoh, aksi mahasiswa menolak RUU KUHP di depan kantor DPRD Sumatera Selatan pada akhir September lalu sempat membuat beberapa aktivitas pusat perbelanjaan terganggu atau bahkan tutup.

"Kesempatan-kesempatan untuk menaikkan [penjualan] menjadi terhambat," ucapnya.

Handaka mengatakan, dengan kondisi ini, pengusaha ritel pun memilih langkah efisien. Beberapa pengeluaran seperti sewa gedung, upah, dan pengeluaran lainnya dilakukan secara selektif. Kenaikan UMP buruh yang cukup tinggi jelas mempengaruhi tumbuhnya industri manufaktur oleh investor sehingga lowongan pekerjaan juga stagnan.

Sebelumnya, CNBC Indonesia menyambangi Pusat Grosir Cililitan (PGC), toko-toko elektronik di Pasar Kramat Djati, hingga Plaza di kawasan Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu siang (6/11), para pedagang mengaku memang penjualan sedang sepi, bahkan turun.

Pihak pengelola PGC, Ian Wisan mengakui toko-toko retail di tempatnya memang lengang dari kunjungan. Menurutnya, ini merupakan konsekuensi dari perubahan gaya berbelanja masyarakat dari toko fisik menuju online.

https://www.cnbcindonesia.com/news/2...a-ini-sebabnya
sebelahblog
4iinch
4iinch dan sebelahblog memberi reputasi
2
1.8K
16
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.9KThread40.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.