lastrimarrAvatar border
TS
lastrimarr
Bersakit-sakit Dahulu Bersenang-senang Kemudian


Tak mudah untuk orang seperti aku mencapai suatu impian yang sangat besar. Semua orang hanya berkata MUSTAHIL terhadap impian yang ingin aku capai. Akan tetapi, apakah kata itu dapat merobohkan niatku selama ini?

Kenalkan aku Joni si anak tangguh bertubuh baja berhati sutra dari suku Sunda. Aku terlahir dari ibu dan bapak yang luar biasa hebatnya. Mereka membesarkanku, merawatku bahkan mendukung cita-citaku sampai sekarang. Aku telah menjadi juara di hati mereka bahkan di hati semua orang yang ada disekitarku. Walaupun keadaan ekonomi keluarga kami menengah kebawah, tapi semangat hidupku sangatlah besar. Saat ini aku telah sukses meraih mimpiku, ini tidak terlepas dari perjuangan ku saat kecil.

"Bu apakah kayu ini sudah cukup untuk kita bawa ke rumah?"

"Ibu kira sudah cukup nak mari kita bawa pulang."

"Baik Bu."

Selama ini aku selalu membantu Ibuku di ladang untuk mengambil kayu bakar disana, rasanya kata lelah sudah menghilang dari kamus hidupku. Semakin sering aku besrsyukur semakin mudah aku menjalani kehidupan ini. Aku ini sama seperti anak biasa pada umumnya memiliki hobi, cita-cita dan impian kelak dimasa depan. Aku sangat menyukai bela diri umumnya pencak silat, tapi sayangnya bapak tidak mendukung ku.

"Plak plak plak." 

"Sedang apa kau nak." ucap bapakku.

"Tidak pak aku hanya sedang membelah kayu bakar untuk masak."

"Jangan bohong nak bapak tahu kamu sedang mencoba latihan bela diri."

"Emm tidak kok pak." ucap ku sambil memegang kapak.

"Ya sudah lanjutkan memotong kayunya."

"Ya pak."

Tidak hanya itu, bapakku melarang aku untuk mengikuti bela diri lainnya. Tapi keinginanku akan bela diri pencak silat sangatlah besar. Aku ingin membuktikan kepada semua orang terutama kedua orang tuaku bahwa aku tidah lemah, aku bisa membangggakan mereka lewat bela diri.

"Jon kamu dimarahin Bapakmu lagi ya." ucap temanku Rara.

"Ya Ra, tadi aku latihan terlalu keras terus kedengaran sama bapak."

"Lain kali kamu harus lebih hati hati Jon."

"Oke Ra." ucapku lemas.

Dilapangan dekat rumahku ada sebuah perguruan silat yang lumayan bagus, tidak lama ini aku sudah masuk ke perguruan itu tanpa sepengetahuan bapakku. Perguruan itu telah melahirkan banyak atlet profesional yang telah menjuarai berbagai pertarungan.

Pagi pun tiba, aku bangun dan bergegas ke jamban dibelakang rumah lalu aku menuju dapur dan memakan beberapa suap nasi hasil keringat bapak selama seharian bekerja dan segera berangkat ke sekolah. Aku berangkat bersama Rara dan Jino kami bertiga tidak bisa dipisahkan. Sesampainya di kelas aku mengahmpiri Rara.

"Ra aku takut Bapakku tahu kalau aku ikut pencak silat."

"Kalau kamu yakin dengan apa yang sedang kamu lakukan saat ini benar kenapa harus takut."

"Benar juga, tapi lambat laun Bapakku pasti tahu."

"Kamu berdoa kepada Allah semoga ini menjadi keputusan terbaik dalam hidupmu."

"Aminnn Ra."

Akhir akhir ini aku sering pulang sore karena harus latihan 2-3 jam sehari dan kadang aku dimarahi Bapak. Sepulangnya di rumah.......

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Kenapa kamu pulang sore terus? Kan kamu pulang sekolah jam 2 kenapa jam segini baru sampai rumah?"

"Emmm anu pak?"

"Anu anu apa jawab pertanyaan Bapak!"

"Anu...aku ikutan pencak silat pak."

"Apa!!! Kan Bapak udah bilang kamu jangan ikutan pencak silat kalau terjadi sesuatu dengan kamu siapa yang susah? Kamu tahu kan untuk makan saja kita susah apalagi untuk membiayai pengobatan kamu."

"Iya tapi aku juga pengen kaya orang lain jadi atlet, bisa membangggakan orang tua gak kaya aku sekarang." aku pun mulai kesal dengan pembicaraan ini.

"Kamu seharusnya tahu gimana kondisi keluarga kita,kamu jangan menyamakannya dengan orang lain nak."

"Tapi pak...."

"Sekali tidak ya tidak. Udah mulai sekarang kamu keluar dari perguruan itu, atau tidak bapak sendiri yang akan mengeluarkan kamu!" nada membentak.

"Bapak selalu melarang semua yang ingin aku lakukan. Aku capek pak kaya gini terus."

"Kalau capek istirahat sana daripada keluyuran terus."

Ibu hanya duduk terdiam melihat perbincangan kami berdua yang saling melawan. Aku tidak pernah melihat air mata Ibuku menetes disaat aku sedang dalam kesulitan seperti ini. Aku sangat kesal sekali tanpa berpikir panjang aku masuk ke kamar dan mengambil beberapa baju untuk dibawa. Aku pun memilih keluar dari rumah untuk sementara waktu, aku memilih pergi ke kontrakan temanku disana aku ikut menginap selama beberapa hari dan mungkin karena terlalu lama tinggal disana akhirnya aku diusir oleh temanku.

"Jon kamu sudah terlalu lama tinggal di sini aku tidak terbiasa tinggal berdua,aku tidak nyaman dengan keberadaan kamu di sini."

"Iya tapi kenapa? Aku pasti bantu kamu bayar kontrakannya kok." ekspresi berharap.

"Bukan masalah itu, lebih baik kamu cari teman lain yang bisa nerima kamu lebih lama lagi."

"Ya sudah terima kasih selama ini kamu mengizinkan ku tinggal disini."

"Iya Jon sama-sama maafkan aku ya."

Akhirnya aku pergi dari kontrakan itu dan entah aku akan pergi kemana sekarang, aku tidak punya tujuan lagi selain tidur di pinggir jalan. Aku mencari kardus untuk aku tempati saat tidur. Saat mataku mulai terlelap badan ku bergoyang seolah ada yang sedang menendangku.

"Heii bangun ini tempat ku, heiii bangun tuli kamu ya apa tidak punya telinga?"

"Iya maaf kenapa ya."

"Kenapa? ya ini tempat tidurku."

"Tapi ini tempat umum siapa saja boleh kan tidur disini."

"Banyak ngomong ya mau aku hajar."

Akhirnya aku bangun dan melawannya sekuat tenaga ku walaupun dalam keadaan yang kurang memungkinkan. Akhirnya kami bertengkar dan menyebabkan kerusakan didepan toko, orang-orang yang ada disekitaran toko itu memisahkan kami dan kemudian ada yang melapor kepada pemilik toko bahwa bagian depan toko rusak.

"Sudah sudah ada apa ini?" ujar pemilik toko.

"Ada yang berkelahi pak keduanya ada disana pak." ujar saksi mata.

"Kenapa kalian berkelahi didepan toko saya? Apa tidak ada tempat lain yang bisa kalian gunakan untuk berkelahi?"

Kami hanya terdiam ketika melihat pemilik toko menghampiri kami.

"Maafkan kami pak kami tidak berencana melakukan semua ini, saya hanya ingin tidur didepan toko bapak tanpa merusak fasilitas yang ada disekitar toko." ucapku lemah.

"Kami? Dia pak dia yang duluan ngajak saya berkelahi."

"Kamu yang melarang saya tidur disana."

"Kamu!" 

"Kamu!"

"Sudah cukup!! Ini bukan masalah siapa yang pertama kali ngajak berkelahi,yang jelas bagaimana nasib toko saya sekarang. Apa kalian mampu mengganti rugi semua kerusakan ini?"

"Kami tidak mampu mengganti rugi kerusakan ini, tapi kami akan bekerja kepada bapak sebagai ganti ruginya. Tidak apa walau tidak di gaji."

"Baiklah jika itu mau kalian. Mulai besok kalian boleh mulai bekerja di toko saya."

"Enak saja aku tidak mau bekerja tanpa di gaji." Ujar anak jalanan.

"Ya sudah kalau kamu tidak mau silahkan kamu bayar ganti rugi sebesar 1 juta, sanggup kamu?"

"Iya iya besok aku juga kerja bareng dia."

Mentari kembali memancarkan sinar abadinya tepat ke wajah ku. Pagi ini aku mulai bekerja di toko pak Bambang. Selama beberapa bulan aku bekerja di sana, hari demi hari aku jalani layaknya pelayan toko. Aku mulai bosan dan memutuskan untuk berhenti dari toko tersebut dan memilih kembali ke rumah.

"Tapi kalau aku kembali pasti aku dimarahi bapak, lebih baik aku pergi ke tempat latihan saja sudah lama juga aku tidak kesana." ucapku dalam hati sambil berjalan kaki menuju tempat latihan.

Setelah beberapa bulan aku meninggalkan rumah dan melawatkan latihan cukup lama. Aku harus kembali latihan dengan giat supaya lebih banyak ilmu yang aku dapatkan.

Saat waktu latihan...

"Jon aku dengar kamu pergi dari rumah? Benar gak sih?"

"Iya Jin aku pergi dari rumah untuk sementara waktu, aku pengen nenangin diri terlalu banyak tekanan dari bapak."

"Gak usah sampai pergi gitu bro orang tua kamu pasti sangat mecemaskanmu sekarang."

"Udah lah buat apa memperdulikan mereka disaat seperti ini lebih baik aku latihan lagi supaya bisa membanggakan mereka."

Diwaktu yang sama ada dua orang senior yang mendengarkan pembicaraan kami berdua.

"pantas saja pergi dari rumah namanya orang miskin pasti banyak masalah ya gak?" dengar nada menyindir.

"Heheh bener bro orang miskin itu harusnya banyak dikasih biar tahu namanya balas budi..hahah."

Emosi ku meluap luap mendengar omongan mereka yang semakin menjadi-jadi.

"Hei! Kalau ngomong dijaga ya!"

"Wess wesss kalem bro kalau gak ngerasa jangan nyolot dong emang nya kamu saja yang ada di sini, banyak orang disini."

"Ya kalau aku ngerasa emang nya kenapa?"

"Ppffftt huah hahahah." mereka tertawa dengan lepasnya.

Aku pun memukul salah satu diantara mereka, walaupun tidak sopan tapi mereka keterlaluan. Kami disana berkelahi satu sama lain dan akhirnya kami babak belur. Selain rasa sakit akibat tendangan, pukulan juga rasa pedas bentakan pelatih kami, sakit sekali rasanya. Seiring berjalan nya waktu aku semakin giat berlatih tanpa menghiraukan kata kata orang orang bodoh itu. Aku pun dipilih oleh pelatih untuk mengikuti pertarungan pencak silat tingkat kabupaten. 

"Mustahil untuk anak orang miskin menang dipertarungan ini hahah."

"Heii kalian ngomong terus dari tadi ngajak ribut lagi ya." ucap Jino kesal.

"Wah sahabat baik nya ngebela nih."

"Udah Jin kita fokus sama pertarungan nya ajah."

"Awas ya kalian sekarang masih selamat gak tau kalau nanti."

Dan nasib sedang berpihak padaku aku memenangkan pertarungan tersebut. 

"Hebat kamu Jon gak sia sia kamu latihan keras selama ini." ucap Jino sahabatku. 

"Hahah ini juga berkat do'a dari kalian semua tanpa kalian aku tidak akan mungkin bisa menang sampai sini." senyum bahagia menyertai setiap ucapanku.

"Tapi Jon, bapakmu tahu tidak tentang kemenanganmu ini?"

Detak jantungku seketika terhenti mendengar kata Bapak. Aku sudah lama tidak menemuinya bahkan mengobrol dengan nya. Sebenarnya aku rindu sekali dengan bapak tapi aku masih merasa kesal dengan ucapan bapak ketika terakhir kali kita berbincang.

"Aku tidak tahu Jin, aku rasa bapak tidak tahu soal ini."

"Kenapa tidak kamu menemui bapak mu sekarang,karena kamu sekarang sudah berhasil atas impianmu selama ini." sambung Rara.

"Aku masih ragu untuk menemuinya sekarang, lain kali saja jika aku benar benar sudah berhasil."

Jino hanya menatap lemas ke arahku, dilain tempat.

"Wah sial si Joni menang pertarungan tuh."

"Ya aku gak terima kalo dia menang gimana kalau kita celakakan dia saat pertandingan di tingkat provinsi."

"Ya boleh juga. Kita buat si Joni tumbang disana." 

mereka tertawa lepas saat mempunyai rencana untuk menjatuhkan ku.
Kerasnya jalan hidupku memberikan arti bahwa semua hal tidak bisa didapatkan secara cuma-cuma semuanya membutuhkan proses dan usaha. Usaha bagaikan tiang yang memperkokoh subuah niat. 1 bulan telah berlalu aku kembali ke pertarungan, setelah menang di tingkat kabupaten aku melanjutkan pertarungan ke tingkat provinsi. Sesampainya di tempat pertarungan.

"Jon nih minum buat kamu biar tidak haus." ucap dua seniorku sambil menyodorkan minuman.

"Tumben bati, terima kasih." sambungku.

"Ya sama sama semangat bro awas kamu tumbang nanti di arena."

Aku tidak mengerti apa arti perkataan mereka, aku ragu untuk melanjutkan pertarungannya. Kepalaku tiba-tiba pusing, konsentrasi ku mulai pecah saat berada di arena pertarungan. Sebuah tendangan yang sangat keras mendarat di kaki kananku sekita aku terjatuh dan tidak sadarkan diri.

"Ahhhh sakit sekali." kakiku rasanya remuk bak dilindas mobil.

"Dimana aku?"

Secara tak sadar aku melirik ke arah samping aku melihat ada dua orang manusia yang sedang melihat ke arah ku, ternyata itu adalah Jino dan Rara. Aku pun melihat ke arah yang lain nya dimana ada dua orang manusia yang sangat sedih melihat ke arah ku. Mereka adalah kedua orang tuaku, orang yang selama ini aku rindukan. Seketika aliran air mengalir di pipiku secara deras.

"Ibu... Bapak.... awww sakit. Ibu maafkan anak mu ini, selama ini aku telah membuat kalian khawatir aku tidak bermaksud buat kalian sedih, tapi aku ingin membuat kalian bangga dengan prestasi yang aku dapat tapi semuanya hancur tanpa ada dukungan dari kalian. Aku minta maaf bu"

"Iya nak tidak apa apa Ibu maafkan, ibu mengerti bagaimana perasaan mu saat ini ibu dan bapak selalu mendo'a kan mu walau terhalang jarak yang jauh" 

Sontak pembicaraan kami terhenti saat aku melihat ke arah ibu disana terdapat sosok laki laki hebat yang selama ini aku rindukan yaitu bapakku sendiri.

"Bapak aku minta maaf selama ini aku telah berbuat banyak salah kepada bapak, aku tidak berpikir panjang ketika aku meninggalkan kalian berdua dan memilih tinggal dengan temanku dari pada dengan bapak. Selama ini aku tidak mendengarkan ucapan bapak aku tetap melanjutkan apa yang ingin aku capai tanpa memikirkan perasaan orangtuaku sendiri."

Dekapan hangat seakan membalut tubuhku yang sedang diterjang hujan salju.

"Iya nak maafkan bapak juga,karena selama ini bapak terlalu mencemaskanmu bapak tidak memikirkan perasaanmu bapak terlalu mengedepankan ego bapak,bapak takut kehilangan kamu nak."

"Ibu dan bapak juga mendengar bahwa kamu menang dipertandingan pertama mu. Kami merasa bangga bahwa anak yang kami takutkan ini bisa berhasil atas usahanya sendiri." Sambung ibu dengan nada lembut.

Aku merasa bahagia saat ini semua orang yang aku sayangi ada di dekatku terutama kedua orang tuaku tidak lupa juga dengan kedua sahabatku Jino dan Rara. Satu minggu telah berlalu aku di perbolehkan pulang ke rumah oleh dokter, aku senang bisa kembali ke rumah lama ku dimana hanya ada kami bertiga yang menghuni rumah hangat tersebut.

"Akhirnya Joni pulang ke rumah Hore."

"Ya Jin sekarang kita bisa lebih sering menjenguk Joni."

"Aku senang sekali Ra, akhirnya Joni bisa kumpul lagi sama keluarganya."

"Terima kasih banyak ya teman teman berkat kalian aku bisa kumpul lagi sama orang tuaku."

"Oke sama-sama Joni." serentak diucapkan kedua sahabatnya.

Setelah kaki ku mulai membaik aku diperboleh oleh bapak untuk melanjutkan latihan pencak silat. Sekarang mereka sangat mendukung impianku. Saat ini perasaan bangga, haru, bahagia semuanya tercampur jadi satu kesatuan yang sangat luar biasa.

"Ayo nak kamu pasti bisa."

"Iya bu pak."

Sejak dari hari itu aku mulai bangkit kembali aku mulai turun kembali ke lapang untuk melanjutkan pertandingan. Prestasiku mulai meroket naik aku selalu menang di tiap pertandingan baik tingkat provinsi, nasional maupun internasional. Aku sekarang sedang mengalami masa keemasan dimana aku banyak menorehkan prestasi dan mengaharumkan nama bangsa Indonesia di mata dunia.

Karena tidak ada yang tidak mungkin didunia ini semua harapan, impian dan cita-cita pasti bisa digapai dengan berbagai usaha. Masa depan seseorang tidak akan pernah bersinar tanpa adanya dukungan dari orang-orang yang kita sayangi. Kehebatan didapatkan dari proses tempaan. Karenanya jangan menghina kerja keras seseorang saat sekarang. Karena tentunya kerja keras itu akan menuai hasil pada akhirnya.
-TAMAT-

someshitness
NadarNadz
trianona
trianona dan 17 lainnya memberi reputasi
18
4.5K
43
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.