muthialaqilahAvatar border
TS
muthialaqilah
Alasan Memilih Kaskus Daripada Instagram Sebagai Media Menulis

Minggu, 3 November 2019.

Dear, dunia yang baru.
Siang ini, aku memutuskan untuk kembali produktif menulis setelah satu bulan beristirahat. Bukan karena tidak punya waktu atau malas menulis. Masalahnya, tugas sekolah yang menumpuk dan kurangnya waktu luang untuk membaca menjadi alasan utamaku.

Sekadar memperkenalkan diri, namaku Muthi dan aku masih memiliki lima nama lain yang bisa digunakan sebagai panggilan.

Aku seorang pembaca berkacamata minus dan book shopaholic. Sejak SD, aku senang menulis cerpen bertema horror dan membaca buku fantasteen. Lalu ketika memasuki jenjang SMP, aku mulai membaca novel bertema apa pun, termasuk filsafat. Kemudian pada saat berada di lingkungan putih abu, hatiku mantap untuk mencintai buku-buku bertema pengembangan diri.

Akun Instagramku memang berbeda, kurasa. Ketika teman-temanku mempublikasikan keelokan paras, kegiatan sehari-hari, prestasi sekolah, maupun materi yang dimiliki mereka, aku senang mengambil gambar buku yang ditumpuk dan disusun sedemikian rupa. Baik itu novel, komik, dan buku-buku psikologi. Namun, yang membuatnya semakin berbeda adalah keterangan yang kuketik di bawahnya. Bookstagram dari belahan dunia mana pun selalu mengisi kolom keterangan dengan review buku atau sekadar bercerita pengalaman dan kesan mereka ketika membaca buku tersebut. Namun aku memilih untuk menulis keterangan yang selalu dilanjutkan ke kolom komentar. Saking tidak cukupnya. Dari tulisan yang kusimpan disana, telah berhasil mengundang sebuah gelar yang terlalu berat untuk anak sepertiku; motivator. Teman-temanku yang berkata seperti itu. Aku hanya mengamini, tanpa terlalu serius memikirkan gelar yang (mungkin) hanya candaan belaka.


Tapi bukan itu yang akan kubahas di sini.

Ketertarikanku terhadap membuat kalimat-kalimat positif dan paragraf paradoks, membuat Instagramku penuh dengan kata-kata mutiara dan motivasi kesadaran diri.

Sudah seratus lebih tulisan yang menemani postingan buku-buku yang kumiliki. Dengan jumlah likes yang tidak terlalu banyak, maupun kosongnya komentar orang-orang yang mengikutiku. Percayalah, ini bukan soal narsisme.

Aku hanya merasa, kutipan-kutipan yang kutulis di sana seolah-olah berakhir sia-sia. Orang-orang tak akan selamanya menguntit postingan-postingan dan feeds yang kubuat. Tampak seperti orang yang menyeberang, postinganku pun hanya menerima dua kali tanda hati dan mata yang membaca keterangannya.

Maksudku, tulisanku tidak mendapatkan kepuasan tersendiri bagiku. Entahlah, mungkin hasil akhirnya hanya terkoleksi lalu diarsipkan. Tidak adil rasanya ketika orang-orang diluar sana dibayar untuk karya mereka, sedangkan aku dengan 1019 followers yang tidak bertambah hanya menunjukkan karya yang, sebenarnya, mungkin saja bisa dikembangkan lebih baik lagi.


Instagram hanya menyimpan. Bisa mengembangkan apa yang perlu dikembangkan, namun aku merasa tidak berkembang. Itu perspektifku.

Lalu, aku pun rela menghapus 130 lagu dari gawaiku hanya untuk mengunduh kaskus.

Ini adalah tentang permasalahan gairah dan koneksi hobi. Dulu, seminggu sekali, aku selalu memposting dan mengupdate hal-hal yang berbau literasi diakun sosial media berlevel tinggi yang disebut, Instagram. Kemudian si minus ini merasa bosan dengan hal-hal yang begitu-begitu saja sejak SMP.

Hingga pada akhirnya, karya yang aku bangun sedemikian rupa sejak tahun 2014, tersimpan rapi dalam kotak kenangan yang hanya aku saja yang bisa membukanya. Kau tahu, arsip.

Beruntungnya, di tengah keputusasaanku untuk melanjutkan hidup kepenulisan, aku memiliki salah satu anggota keluarga yang mengajaknya untuk ikut menulis dikaskus. Tepat waktu sekali!

Pada saat aku sudah menyerah dengan kurangnya feedback dan apresiasi dari diriku sendiri karena hanya menulis di sosial media, aku pun memutuskan untuk memasuki dunia yang baru. Berbentuk website yang memberikan kesempatan kepada siapapun untuk tetap terjaga dari peristirahatan kegiatan membaca dan menulis.

Sebagai pembukaan belaka, aku hanya ingin menyampaikan bahwa tulisanku adalah tulisan yang biasa saja. Tidak ada yang menarik maupun istimewa. Tapi yang kuharapkan adalah mereka masih pantas untuk dipublikasikan. Disini, aku, anak perempuan kutu buku yang senang berbicara berdoa kepada Tuhannya agar bisa diberikan umur yang panjang untuk terus berkarya dan tidak pegal mengetik apa pun yang ingin ia ungkapkan.

Agap saja ini semua adalah diary yang berisi opini-opini kecil, dan berkembang hingga sampai kapan pun!

Selamat memasuki rangkaian demi rangkaian hasil dari cerewetnya tanganku, berkatanya pikiranku, dan berpendapatnya diriku terhadap, apa pun itu.


Salam kedamaian beropini,


Muthi.
Diubah oleh muthialaqilah 03-11-2019 09:39
sebelahblog
Salmazahratul
Ms.Cinda
Ms.Cinda dan 20 lainnya memberi reputasi
21
2.4K
69
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.