safitri28Avatar border
TS
safitri28
Cerbung Horor
#Dusun_Kematian

By: Nurlia Safitri

Bag_1

Tap ... tap ... tap ... suara jejak kakiku memecah keheningan malam. Aku benar-benar ketakutan saat ini. Sesekali aku menolehkan pandangan ke belakang. Harap-harap sosok yang tadi kulihat tidak mengikutiku.

Satu yang kuingin saat ini, aku harus cepat sampai di tenda, tempat kami sedang berkemah. Rasa sesak buang air kecil, membuatku terpaksa memasuki hutan ini. Bodohnya aku yang tak mau, saat Desi menawarkan dirinya menemaniku tadi. Tapi sudahlah tak ada gunanya merutuki keadaanku kini. Lebih baik aku mencari jalan yang benar agar tak tersesat menuju tenda.

Ah ... sial, kini aku benar-benar kebingungan mencari arah jalan menuju tendaku. Hatiku sudah mulai cemas, keringat dingin sedari tadi terus mengalir. Netraku terus memandang sekeliling, takut sosok tadi kembali muncul. Tiba-tiba kakiku tersangkut tumbuhan yang menjalar di hutan ini, dan ... aku pun jatuh terjerembap.

"Aduh ... ya ampun, ini tumbuhan nggak tau apa, kalau aku lagi ketakutan. Pake melintang di tengah jalan."

Cahaya bulan tak dapat menerobos di antara daun rindang pepohonan di hutan ini. Itulah yang membuatku tak dapat melihat dengan jelas. Walau sakit yang teramat, aku berusaha untuk bangkit. Kupaksa kakiku untuk berjalan, dan mulai menyusuri hutan yang kini suasanya semakin mencekam.

***

Tiba-tiba aku mencium aroma yang tak sedap. Sambil terus melangkah, aku terus mengedarkan pandangan ke sekeliling hutan. Bau tadi semakin kuat tercium, rasa mual pun tak dapat lagi kutahan. Diriku yang diliputi rasa takut dan penasaran, mencoba mencari tahu, dari mana sumber bau itu.

Aku terperangah saat tahu dari mana asal bau menyengat tadi. Ternyata bau itu berasal dari sesosok mayat yang telah membusuk. Mataku tak dapat melihat dengan jelas, tapi telingaku dapat mendengar suara lalat sedang mengerubungi bangkai itu. Perutku yang memang sedang lapar, seketika menumpahkan sisa isi yang ada di dalamnya. Bau itu benar-benar telah mengaduk-aduk isi perutku.

Perlahan aku menjauh dari bangkai itu. Saat ini aku benar-benar telah tersesat jauh dari tempat aku berkemah. Sungguh tak pernah kuduga, berkemah yang harusnya menyenangkan, berubah menyeramkan.

"Mama ... Papa ... tolong Elsa. Elsa takut sendirian di sini. Elsa nyesel kenapa nggak dengerin omongan kalian." Aku berucap dengan air mata yang bercucuran.

Aku benar-benar menyesal, tak mendengar ucapan orang tuaku, yang melarangku untuk ikut berkemah. Mereka bilang kalau dusun tempat saat ini aku berkemah, menyimpan banyak misteri. Mulai dari banyaknya penduduk yang tiba-tiba sakit mendadak dan meninggal. Hingga pernah ada kejadian mayat yang sudah dikuburkan jasadnya menghilang. Namun, aku tidak mempercayai hal-hal itu, karena menurutku tidak masuk akal. Namanya sakit, ya wajar lah. Lalu jenazah yang tiba-tiba hilang, bisa saja saat menguburkannya tidak benar, jadi jasadnya dimakan sama serigala. Begitulah jawabku, saat orang tuaku menceritakan kejadian aneh dusun ini.

***

Jauh sudah aku menyusuri hutan. Namun, aku merasa semakin jauh dari lokasi kemah. Kini aku merasa sangat letih. Baju pramuka yang aku kenakan pun, basah akibat keringat yang memang tak berhenti mengucur. Napasku masih memburu, karena rasa takut yang masih menjalari tubuh.

Dalam hati, aku terus merapalkan doa-doa yang aku bisa. Teman-teman dan guruku pasti sangat cemas saat ini. Sialnya gawaiku pun mati. Bagai mana caranya aku meminta bantuan mereka. Aku benar-benar merasa putus asa. Aku terduduk terdiam, kusandarkan tubuhku pada salah satu pohon. Kurutuki kebodohan diriku yang sombong dan tak mau mendengar ucapan orang tua.

"Coba aja aku mau, saat Desi menawarkan dirinya buat nemeni aku. Mungkin nggak akan seburuk ini keadaanku sekarang. Diri ini terlalu sombong, menganggap tak butuh orang lain. Aku juga udah durhaka sama Mama dan Papa. Ya Allah ... ampuni hamba dan tolong tunjukkan arah jalan yang benar, agar aku bisa kembali ke tempat aku berkemah. Aamiin ...."

***

Aku seorang gadis cantik, usiaku baru menginjak 17 tahun. Aku termasuk anak yang beruntung, karena memiliki orang tua yang kaya dan sangat menyayangiku. Apapun keinginanku selalu mereka turuti. Namun, saat aku meminta izin berkemah di dusun ini, Mama Papaku dengan tegas melarang. Akan tetapi, aku yang sudah terbiasa dituruti keinginannya, terus memaksa mereka memberi izin. Hingga akhirnya, aku terjebak di hutan belantara dan menyeramkan ini.

Di sekolah aku adalah idola. Banyak para siswa yang menyukaiku. Karena memang aku tergolong cantik dengan wajah oval dan rambut lurus sepinggang. Tak ayal para siswi banyak yang merasa cemburu, karena cowok idaman mereka lebih tertarik padaku. Hal itulah yang membuatku merasa sombong.

Sikapku benar-benar sangat buruk dan tak pantas untuk dijadikan idola. Aku juga selalu menghina Desi, ia salah satu teman sekolahku yang menurutku, cupu. Tapi Desi tak pernah marah sekalipun. Ia tetap selalu bersikap baik padaku. Sebelum kejadian ini pun, ia lah yang menawarkan diri untuk menemaniku. Namun, dengan sombongnya aku menolaknya. Ah ... diri ini sungguh menyesal sekarang. Benar kata pepatah penyesalan memang selalu datang belakangan.

Tiba-tiba aku juga teringat pada Doni. Ia juga salah satu teman sekolahku. Diam-diam aku mengaguminya. Menurutku ia berbeda dengan siswa lainnya. Sosoknya yang pendiam, membuat aku penasaran padanya. Aku pun senyum-senyum sendiri memikirkannya. Setidaknya rasa takutku sedikit luntur karena ingatanku padanya.

***

Aku masih tersenyum-senyum membayangkan wajah Doni. Sampai lamunanku buyar karena suara seseorang memanggilku. Aku yang merasa mengenal suara itu merasa bahagia. Aku pun langsung melihat ke arah suara yang memanggilku.

"Doni ... kamu kenapa bisa di sini?" tanyaku pada seseorang itu, yang ternyata adalah Doni, walaupun gelap aku sangat mengenal ciri fisiknya.

"Aku di suruh Pak Ridwan mencarimu." Doni menjawab dengan suara serak dan berat. Mungkin ia sedang batuk, jadi suaranya berubah. Ada rasa aneh saat Doni bicara. Namun, kutepis rasa itu, karena rasa bahagia ada orang yang bisa menolongku keluar dari hutan ini.

"Alhamdulillah ... akhirnya, aku bisa pulang. Makasi, ya Don, kamu udah mau susah-susah nyari aku." Aku mengucap terima kasih pada Doni sambil berusaha meraih tangannya. Namun, kembali aku merasa aneh dan seketika tengkukku merinding saat aku menyentuh tangan Doni, dingin. Tangan itu sangat dingin, tapi aku berusaha berpikir positif, mungkin ia sedang kedinginan.

"Don, kok kamu aneh, ya? Kamu nggak apa-apa 'kan?" tanyaku cemas karena merasa ada yang aneh dengannya. Sementara orang yang kutanyai itu hanya berdehem.

"Ayo, kita pulang, Don! Aku udah nggak sanggup berlama-lama di sini. Kamu tau jalannya, 'kan Don?"

"Ayo ikuti aku!" Doni melangkah mendahuluiku sementara aku mengikutinya dari belakang.

Aku dan Doni terus berjalan menerobos hutan. Doni benar-benar pendiam. Bayangkan saja, sedari tadi ia hanya diam membisu. Hal itu tentu membuat rasa takutku kembali hadir. Aku yang sadar bila jalan yang kami lalui mengarah ke tempat aku bertemu dengan mayat tadi, aku pun mencegah Doni agar tidak melalui jalan itu.

"Don, mending kita jangan lanjutin lewat jalan ini deh, ada mayat, Don. Aku takut." Aku berucap cemas memecah keheningan di antara kami.

Doni tiba-tiba menghentikan langkahmya. Kini ia perlahan menolehkan kepalanya ke arahku. Namun, sungguh di luar dugaanku, dengan apa yang kulihat. Mataku sontak terbelalak melihat wajah Doni yang kini tepat di hadapanku, dengan jelas kulihat wajah pucatnya. Wajahnya terlihat mengerikan dan sebagian sobek seperti bekas luka sayatan, dan aroma busuk yang tadi tercium, kembali memenuhi rongga penciumanku. Seketika aku menjerit dan melangkah menjauh beberapa jarak darinya. Kakiku seakan kaku untuk berlari, mungkin karena gemetaran akibat ketakutan.

"S-siapa kamu!? Kamu bukan Doni, pergi! Jangan ganggu aku!"

Bukannya menjawab, sosok itu kini makin mendekat dan sungguh bau dari tubuhnya sangat menyiksa indera penciumanku.

Aku terus berusaha untuk menjauh darinya. Suara detak jantungku seakan berirama dengan deru napasku yang terengah-engah.
Kukumpulkan segenap tenaga yang tersisa dalam diri, aku pun akhirnya bisa berlari. Walaupun sesekali tersungkur. Tak kuhiraukan kakiku yang sakit, dan sial ... gawaiku terjatuh. Tanpa mempedulikan gawaiku yang jatuh, aku terus berlari dan berlari, harapku bisa menemukan jalan keluar dari hutan ini.

Bersambung ....

Cahayahalimah
Cahayahalimah memberi reputasi
1
146
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Buat Latihan Posting
Buat Latihan Posting
icon
35.6KThread1.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.