powerpunkAvatar border
TS
powerpunk
Anggota DPR Harusnya Dinilai Dengan KPI

Selamat pagi, siang, sore, petang, dan malam kawan - kawan kaskuser semua yang baik hati. Bertemu kembali di thread sederhana ane.
emoticon-Nyepi




Selasa, 1 Oktober 2019 menjadi hari yang begitu istimewa. Selain memperingati hari Kesaktian Pancasila, dihari ini Indonesia juga sedang mengadakan pelantikan anggota dewan tingkat pusat (DPR) periode masa bhakti 2019 - 2024. Ditengah citra buruk anggota dewan yang mendapat banyak kritik dari banyak pihak, pelantikan para anggota baru ini diharapkan memberikan angin segar dalam dunia politik Indonesia.

Bagaimana tidak? Sebagaimana dikutip dari Kompas.com, yang didasarkan pada pernyataan Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, DPR periode 2014 - 2019 merupakan DPR terburuk semenjak era reformasi. Hal ini setidaknya bisa dilihat dari produk undang - undang yang dihasilkan oleh para wakil rakyat periode tersebut. Bahkan hingga jabatan berakhir, banyak rancangan undang - undang prioritas yang tak terealisasi.

Berdasar kuantitas, jumlah undang - undang yang dihasilkan per tahunnya kurang dari sepuluh rancangan undang - undang. Sebagai contoh, pada tahun 2015 mereka hanya mampu menghasilkan 3 UU dari target 40 Undang - Undang, tahun 2016 mereka mengesahkan 10 UU dari target 50 UU, dan pada 2017 hanya membuat 3 UU dari target 52 RUU. Pun juga berlaku pada tahun 2018, mereka hanya mengundangkan sebanyak lima dari 50 Undang - Undang yang ditargetkan. Sedikitnya persentase capaian undang - undang yang dihasilkan oleh para anggota DPR periode 2014 - 2019 ini membuat banyak pihak merasa bahwa anggota DPR periode ini sebagai anggota DPR "termalas".

Spoiler for :

Bahkan pada bulan April 2019 yang lalu, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pimpinan Grace Natalie memberikan penghargaan "Gabut Award" kepada para wakil rakyat sebagai bentuk sindiran atas "prestasi" yang mereka torehkan. Bukan hanya itu, dibulan yang sama, Tirto.idjuga mengangkat headline berjudul "DPR 2014-2019: Malas Bekerja tapi Boros Anggaran". Tentu saja ini didasarkan pada jumlah undang - undang yang dihasilkan berbanding dengan banyaknya anggaran yang mereka habiskan. Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat jumlah anggaran DPR dalam kapasitasnya sebagai pelaksana legislasi mencapai Rp1,62 triliun atau sekitar Rp323,4 miliar per tahun untuk periode 2015 - 2019. Sebuah angka yang besar jika dibandingkan dengan jumlah produk yang dihasilkan.

Mungkin sebagian dari kita bakal berpikir bahwa kuantitas bukanlah satu - satunya alat ukur untuk mengukur prestasi anggota DPR. Buat apa banyak tapi nggak berkualitas. Mending sedikit tapi berkualitas. Tunggu dulu, siapa bilang kualitas undang - undang yang mereka hasilkan sudah baik. Undang - undang yang baik adalah UU yang mampu mengayomi dan dapat diterima semua lapisan masyarakat. Lha kalau UU produk DPR ini banyak yang di judicial review ke Mahkamah Konstitusi oleh masyarakat, apakah produk UU tersebut bisa dikatakan berkualitas?



Buruknya hasil kinerja DPR periode lalu ini seyogyanya menjadi pembelajaran bagi para anggota DPR periode sekarang. Sudah seharusnya ada instrumen yang dapat menilai hasil kerja mereka secara data dan bisa dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Jika perlu, bisa dibuat sistem reward dan punishment layaknya di dunia kerja. Sistem seperti ini sebenarnya sudah ada dalam dunia kerja. Setiap karyawan dinilai dengan KPI. Tapi KPI yang ini bukan Komisi Penyiaran Indonesia yang kerjaannya ngawasin konten siaran tivi ya. KPI yang dimaksud yaitu Key Performance Indicator. Sebuah sistem yang bisa mengukur seberapa besar pencapaian setiap individu atau lembaga dalam mencapai tujuan.


Pada 2018 yang lalu, KPK sendiri sudah mendorong agar DPR menyusun KPI untuk para anggotanya. Kala itu Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan bahwa KPI bisa digunakan untuk mengukur apakah seorang anggota dewan sudah bekerja sesuai standar atau belum. Hal itu diungkapkan Saut menanggapi wacana DPR yang tak perlu digaji jika tak menghasilkan undang - undang. Jika saja saat itu usul KPK ini diterapkan, bisa jadi para anggota dewan yang terhormat tak akan menerima gaji sebagaimana yang biasa mereka terima karena undang - undang yang mereka hasilkan sangat jauh dari yang ditargetkan.






Disclaimer : Asli tulisan TS
Sumur Gambar : Om Google
Referensi : Ini, Ini, dan Ini




Diubah oleh powerpunk 02-10-2019 11:21
ceuhetty
sebelahblog
zafinsyurga
zafinsyurga dan 26 lainnya memberi reputasi
27
7.8K
101
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.7KThread82.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.