phenex.unicorn
TS
phenex.unicorn
Kisah Edison Selamatkan Ratusan Pendatang Saat Kerusuhan di Wamena
Kerusuhan Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, pada Senin (23/9) lalu, masih menyisakan trauma bagi para korban yang kini menjadi pengungsi di berbagai daerah. Ini juga yang dirasakan Edison Elopere, satu dari ratusan pengungsi asal Wamena yang baru tiba di Merauke menumpang pesawat Hercules milik TNI-AU, pada Selasa (1/10).

Edison Elopere, warga Papua keturunan Wamena-Manokwari ini sebelumnya adalah warga Kompleks Pikhe, Kampung Likino, Distrik Hubukiak, Kabupaten Jayawiaya. Di daerah ini, pria bujang berusia 38 tahun itu mengaku bekerja di salah satu perusahaan kontraktor. Namun akibat kerusuhan, dia terpaksa pindah dan menetap sementara di rumah kakaknya yang berada Kota Merauke.

Saat ditemui BumiPapua.com di Merauke, Edison Elopere menceritakan pengalamannya saat rusuh di Wamena. Sebab saat itu, secara tak sengaja, dia ikut membantu melindungi seratusan warga lain (pendatang) dari amuk massa.

“Hari itu, saya di rumah beraktivitas seperti biasa. Saya sendiri baru tahu ada kerusuhan setelah lihat asap di langit. Awalnya saya pikir hanya tawuran anak sekolah. Tapi tiba-tiba banyak orang sudah teriak-teriak dan ada yang bakar-bakar. Saya sempat panik, tapi saya putuskan berdiam diri di dalam rumah saja,” jelas Edison mulai menceritakan kisahnya.

Namun Edison tersentak setelah mengetahui jalan masuk ke arah rumahnya, sebagian sudah terbakar. Lalu warga lain (pendatang) dari arah belakang rumahnya pun berlarian dan berteriak minta tolong untuk menyelamatkan diri.

“Kebetulan posisi rumah saya itu ada di bagian tengah, jalan masuk Kompleks Pikhe,” katanya.

Menurut Edison, dia sempat melihat rumah di depan jalan sudah terbakar dan massa perusuh berada di depan jalan kompleksnya. Sementara, warga lain (pendatang) yang selama ini menetap di bagian belakang rumahnya mulai panik lari mencari tempat bersembunyi. Sehingga dia berinisiatif memanggil mereka yang ketakutan ini berlindung di dalam rumahnya yang terbuat dari papan.

“Lalu saya dan sejumlah warga masyarakat saya (orang Papua) di Kompleks Pikhe berjaga di depan rumah, guna menghalau massa yang mulai masuk ke arah kompleks kami. Saat itu, ada sekitar 100 orang warga lain, baik anak-anak maupun orang dewasa bersembunyi di rumah saya. Kami juga terus berjaga-jaga supaya kelompok perusuh tak masuk ke arah kompleks. Sebab warga lain yang sembunyi tak hanya di rumah saya, tapi juga ada yang berlindung di dalam gereja, dekat rumah,” jelasnya.

Edison mengaku, saat itu situasi sangat mencekam, dia mulai berpikir bagaimana caranya mengevakuasi ratusan nyawa itu ke tempat yang lebih aman.

“Saat itu saya lalu meminta bantuan seorang teman yang kebetulan seorang aktivis HAM dan dibantu masyarakat di Pikhe untuk bagaimana melindungi ratusan warga lain ini agar tetap aman dan selamat,” ujarnya.

Di tengah kondisi yang mencekam, Edison harus menghadapi situasi sulit. Menyelamatkan warga pendatang dan membawanya ke tempat tetap aman dengan taruhan nyawanya sendiri atau membiarkan kelompok perusuh yang tak lain juga masyarakatnya sendiri, masuk ke kompleks membuat hal yang tak diinginkan.

Namun Edison bersama berapa orang masyarakatnya di Kompleks Pikhe memberanikan diri tetap mengevakuasi ratusan warga (pendatang) ke tempat yang lebih aman. Waktu itu, Edison bersama masyarakatnya dalam Kompleks Pikhe, membuat pagar hidup dengan bergandengan tangan, sementara di tengah-tengahnya ada warga pendatang yang berlindung.

“Sambil terus berjalan menerobos massa perusuh, kami pun cemas dan ketakutan. Kami berteriak minta perusuh tak ganggu warga pendatang. Kami bilang, warga ini saudara kami, jangan ada yang berani ganggu. Kami terus jalan, sekitar 500 meter di depan terlihat ada sejumlah polisi, lalu kami serahkan ratusan warga ini ke polisi dan mereka pun selamat,” jelas Edison terharu menceritakan saat-saat mencekam yang dia alami.

Tak sampai di situ, ketika Edison bersama warga kembali ke Kompleks Pikhe, dia mengaku melihat sebagaian bangunan di kompleks, termasuk rumahnya sendiri mulai dibakar. Waktu itu, hari sudah mulai gelap, Edison masuk ke halaman rumahnya, tapi dia pun tersentak kaget karena masih ada sejumlah orang bersembunyi di bagian belakang rumahnya.

“Setelah saya lihat, mereka ini saya kenal, teman-teman saya sendiri,” katanya

Edison lalu menyuruh teman-temannya bersembunyi di dalam gudang, yang kebetulan hanya berjarak beberapa meter dari rumahnya yang terbakar. Lalu dia dan warga Kompleks Pikhe kembali membuat pagar hidup untuk melindungi sejumlah teman-temannya.

“Namun lokasi persembunyian ini ketahuan. Saya bilang ke mereka, jangan takut kami akan tetap jaga mereka dari perusuh sampai mati.
Saya pasrah untuk mereka. Lalu saya telepon seorang anggota polisi untuk jemput teman-teman saya itu. Mereka pun dijemput polisi sekitar pukul 02.00 WIT pagi,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca mengingat peristiwa itu.

Menurut Edison, dirinya terpaksa ikut mengungsi dari Kota Wamena ke Merauke karena rumahnya sendiri di Wamena telah habis terbakar. “Apalagi kakak saya juga ada menetap di Merauke. Sementara ini saya tinggal sama dia dulu, ya setidaknya untuk menghilangkan rasa trauma saya,” ungkapnya.

Kedatangan para pengungsi asal Wamena ini diterima oleh jajaran Muspida Kabupaten Merauke. Sekretaris Daerah Kabupaten Merauke, Daniel Pauta, mengatakan setidaknya ada 200 jiwa yang kini mengungsi ke Merauke.

“Mereka ini ditempatkan sementara di Gedung Olahraga Hiad Say Merauke dan semua kebutuhan hidup seperti makan dan lainya akan ditanggung sementara pemerintah daerah,” katanya.

sumber

Terimakasih bung Edison emoticon-Mewek
Diubah oleh phenex.unicorn 01-10-2019 12:20
alfinadalahakumapaygawiralter
alter dan 65 lainnya memberi reputasi
66
21.4K
182
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.2KThread39.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.