Ok, gan sis selamat datang di trit ane. Akhir - akhir ini dunia perpolitikan Indonesia sedang ramai diperbincangkan. Terutama RUU yang mengatur KPK. Sebenernya ane bukan termasuk orang yang begitu melek politik, tetapi karena banyak yang bilang Revisi UU kali ini melemahkan KPK sebagai badan yang menjerat tikus - tikus negara. Tentu saja ane ikut tersadar dan bahkan kemarin ane sempat ikutan berunjuk rasa juga di depan kantor DPRD kota ane.
Mengambil referensi dari acara diskusi Mata Najwa, ane dapat mengambil beberapa poin penting, diantaranya :
1. Masa Suram KPK
Meskipun ditolak publik, DPR pada akhirnya mengesahkan revisi UU KPK, Selasa (17/9) kemarin. Yang membuat heran, proses pembahasan hingga akhirnya disahkannya revisi UU ini begitu cepat: hanya dalam 13 hari.
Dalam waktu yang singkat itu, setidaknya ada 5 rapat DPR yang diungkap ke publik. Walaupun begitu, rapat-rapat tersebut dilaksanakan secara tertutup dan sayangnya tidak melibatkan atau menggubris pendapat pimpinan KPK saat ini Laode M. Syarif.
Bagi pimpinan KPK, momen seperti ini berada di masa-masa gelap karena seolah KPK dikacungi oleh pemerintah.
2. Revisi UU KPK kenapa buru-buru dibahas? apa yang membuatnya darurat?
Berdasarkan pecakapan ketua badan legislasi dengan mbak Najwa, revisi UU KPK sebenarnya tidak masuk prolegnas (instrumen sebelum pembahasan RUU) tetapi DPR dan Pemerintah tetap memasukkan dalam pembahasan RUU. Entah apa yang membuatnya menjadi sesuatu yang penting harus diubah (urgen). Apakah KPK memang membahayakan bagi kalangan politikus?
3. KPK kehilangan kebebasan?
Perdebatan sengit terjadi antara Masinton dan Laode. Masinton menganggap KPK sulit diawasi. Masinton menunjukkan notula rapat dengar pendapat Komisi 3 DPR dengan KPK. Menurutnya, KPK tidak mengikuti saran yang diberikan DPR. Hal itulah yang dijadikan klaim bahwa KPK butuh Dewan Pengawas.
Laode membantah klaim Masinton. Menurutnya, KPK telah menjalankan saran-saran itu. Pihaknya juga melaporkan apa yang telah KPK lakukan pada rapat dengar pendapat selanjutnya.
KPK yang semulanya dibentuk untuk memberantas tindak KKN yang menjangkit negeri ini sejak era orde baru. Kini kehilangan ketetapannya sebagai badan independen, dikarenakan sesuai saran DPR yang meminta KPK harus ada Dewan Pengawas.
4. Apakah Perlu Dewan Pengawas di tubuh KPK?
Masinton ingin KPK seperti lembaga pemberantasan korupsi di Hong Kong. Namun, ketika ditanya seperti apa lembaga tersebut, Masinton berkelit berulang kali.
Tidak sabar mendengar Masinton, Laode lantas menjelaskan seperti apa konsep pengawasan terhadap lembaga pemberantasan korupsi di Hong Kong.
"Saya sering ke Hong Kong, kerja sama mereka," tegas Laode.
Sejelek apapun DPR, faktanya itulah perwakilan kita. Sayang sekali jika apa yang kita percayakan kepada mereka sebagai wakil rakyat, mengambil keuntungan dari bermain belakang. Ya semoga saja gak bakal terjadi.
5. Kecacatan Pasal Baru UU KPK
Yang bisa melakukan penyadapan adalah aparat penegak hukum. Dalam undang-undang KPK yang baru, Dewan Pengawas bukanlah penegak hukum. Namun, mereka adalah pihak yang harus dimintai izin menyadap. Jadi seolah - olah tidak boleh sembarangan melakukan penyadapan ke target.
Pimpinan KPK bukan lagi pengambil keputusan tertinggi, bukan juga penyidik dan penuntut. Pimpinan KPK layaknya manajer saja.
Tentu saja jika dipikirkan secara logika, ini ada sesuatu yang janggal. Anda semua pasti paham apa yang akan terjadi.
6. Podcast - KPK: Kiamat Pemberantasan Korupsi
Ada banyak keanehan dalam pembahasan dan pengesahan revisi UU KPK. Rancangan undang-undang ini tidak masuk prolegnas, pembahasan per tahapnya begitu cepat, dan saat pengesahan dihadiri hanya 80 anggota dewan saja.
Ketua Badan Legislasi Supratman menjelaskan proses revisi UU KPK "tiba-tiba" dibahas DPR dan pemerintah. Dia berdalih, undang-undang ini telah dibahas sejak lama dan tidak harus masuk Prolegnas untuk dapat dibahas DPR.
Perdebatan panas muncul ketika Zainal dan Laode membantah klaim Supratman itu.
Jika KPK dilemahkan, maka siapa lagi yang akan menjadi pemberantas korupsi? Apakah KPK hanya pilah -pilih dalam menangkap pelaku tindak korupsi seusai mendapat ijin dewan pengawas atas usul DPR? Akankah korupsi akan merajalela nanti? Ataukah para pejabat tinggi hanya menginginkan kenyamanan dalam bertugas karena khawatir dengan gerak-gerik KPK yang selalu mengintai?
Terimakasih sudah membaca opini ane, maaf kalau ada salah kata penulisan. Keep ngaskus!