AboeyyAvatar border
TS
Aboeyy
Penyakit Kuning Kutukan Gunung Meratus



Semua yang hidup, tumbuh, mengalir dan berhembus di hutan Pegunungan Meratus ini adalah napas kehidupan suku Dayak. Semuanya seolah mempunyai kekuatan mistis, yang dapat mencelakakan siapa saja yang berani mengusiknya, apalagi mengeksploitasinya.


Pemandangan eksotis nan mistis pegunungan Meratus


Konon katanya, ketika zaman penjajahan Belanda dahulu, suku Dayak menjadikan gunung ini sebagai benteng pertahanan. Setiap musuh yang berani mengejar mereka sampai ke sini, maka sudah dipastikan dia takkan bisa kembali lagi. Karena itu, pada akhirnya pasukan Belanda tak punya nyali lagi untuk memasuki wilayah ini.



Ya, pegunungan Meratus sebagai gunung tertinggi di Kalimantan Selatan ini, terlihat begitu mempesona dengan bentangan hutan nan menghijau, ditumbuhi pohon-pohon besar dan tinggi dan berdaun lebat. Namun di balik keindahannnya itu, tersimpan penyakit kutukan yang begitu mengerikan.
*****
Tahun 1990.

PT. Andari Cool Mining baru saja melebarkan sayapnya. Perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan gas alam dan batubara ini, berupaya mencari lahan dan titik tambang baru untuk dieksploitasi.

Josh, David, dan Arkan adalah tiga orang warga negara asing yang ditugaskan perusahaan untuk melakukan tugas tersebut, di pegunungan Meratus. Sedangkan Aku dan Bandi dipercaya sebagai pemandu jalan, untuk menemani mereka selama 2 bulan di sana.
****
“Pukul berapa sekarang?” Tanya David yang mulai pandai berbahasa Indonesia, begitu kami tiba di pegunungan Meratus, setelah sekitar 10 kilometer berjalan kaki.

“Pukul 14!” Sahutku.

“Tapi hari sudah begitu gelap, sepertinya sudah menjelang malam.” Timpalnya lagi.

Tiba-tiba bulu romaku jadi merinding. Aku baru sadar bahwa hari terasa begitu gelap. Cahaya matahari terlihat berpendar, di sela-sela pohon antara kuning dan hitam. Belum pernah aku menyaksikan keanehan seperti ini.



“Mungkin hari lagi mendung.” Sahutku lemah.

“Ya sudah! Cepat kita dirikan tenda sebelum hari keburu malam!” Ucap David bersemangat untuk memulai tugasnya di gunung ini.
*****
David dan kawan-kawan asingnya itu begitu antusias berada di sini, seolah ini adalah arena petualangan baru yang maha seru. Sementara aku semakin kecut semenjak menyadari siang yang gelap itu, padahal aku yakin itu bukan karena mendung.

Apalagi ketika senja tiba, cahaya mentari terlihat berwarna kuning pekat, dan meninggalkan sisi gelap di balik pohon.

‘Senja Kuning’ menurut keyakinan orang Banjar, adalah cahaya yang dapat mengeluarkan energi negatif, menularkan ‘Penyakit Kuning’. Sedangkan ‘Bayangan Hitam’ menurut kepercayaan orang Dayak, adalah bayangan roh para leluhur yang sedang berkumpul di suatu tempat.



“Bandi, temani kami mandi!” Pinta Josh dan kawan-kawannya.

“Siap, Bos!” Sahut Bandi dan bergegas membawa ketiga orang itu ke sebuah aliran air di kaki pegunungan Meratus yang tidak begitu jauh dari tenda kami.



“Kamu tidak ikut, Boy?” Arkan bertanya.

“Tidak, besok pagi saja aku mandi!”
******
Aku tidak tahu apa yang terjadi ketika mereka mandi. Hanya saja aku teringat cerita orang tua dulu, bahwa ketika terjadi ‘Senja Kuning’ maka dilarang mandi di sungai atau aliran air dengan menghadap arah arus. Jadi harus membelakangi arus. Jika tidak, maka ‘Penyakit Kuning’ akan segera merasuki tubuh yang bersangkutan.

Tiba-tiba, “Boy, cepat ambilkan antiseptik dan perban!” Terdengar Bandi berteriak. Aku segera keluar dari tenda membawa apa yang dimintanya.

Kulihat Josh tampak dipapah oleh kedua temannya.

“Tadi di sungai kaki Josh digigit sesuatu.” Jelas David setelah mendudukkan Josh di samping tenda.

Kulihat ada bintik merah kecil di kakinya, seperti bekas gigitan nyamuk.

“Au, perih!” Josh menjerit saat obat merah itu kuteteskan pada luka kecilnya, lalu membalutnya dengan perban.

Tidak diketahui apa yang telah menggigit kaki Josh, namun ia tampaknya sangat kesakitan akibat gigitan itu. Tubuhnya perlahan terbaring lemas, dan sesekali terdengar mengeluh sakit. Kuraba suhu badannya yang terasa hangat.

Dua biji parasetamol 500 mg langsung ditelannya, namun tubuhnya tampak menggigil hingga akhirnya ia tertidur. Hingga esok paginya, tubuh Josh telah terbujur lemas, dengan tubuh menguning, terutama pada bagian luka bekas gigitan itu.

“Bagaimana ini, apakah misi ini kita teruskan, atau kita bawa pulang Josh dulu?” Arkan bertanya kepada kami.

“Kita terus aja dulu sambil melihat perkembangan Josh. Barangkali besok atau lusa dia sudah sembuh.” Sahut David.

“Kalau begitu, biar Boy yang menjaga Josh di tenda, sedangkan saya, Arkan dan Bandi mulai kerja hari ini.” Tegas David.
*****
“Bandi, besok aku pulang saja. Jadi, kamu saja yang menemani mereka.” Ucapku hari berikutnya, setelah kulihat kondisi Josh tak ada perubahan. Malah tubuhnya semakin menguning, dan hampir menjalar ke seluruh tubuh.

“Mengapa?”

“Tidakkah ini pertanda tidak baik?”

“Ah, di gunung ini emang sudah biasa kejadian seperti ini!”

“Tapi….!”

“Sudahlah, Boy! Jangan kau pikirkan itu. Tapi pikirkan bagaimana kamu mengembalikan uang kontrak yang sudah kau terima, andai kau berhenti sampai di sini.”

Ucapan Bandi ada benarnya. Memang, sebulan sebelumnya, aku telah menerima uang kontrak kerja selama dua bulan, dengan angka puluhan juta rupiah. Dan kini uang itu sudah hampir habis untuk keperluan sehari-hari. Andai aku berhenti – setelah baru 3 hari kerja - berarti aku harus mengembalikan uang itu.

Untungnya di hari ke-4, Josh terlihat sudah pulih dan sehat kembali. Hal itu bisa meyakinkan hatiku untuk menuntaskan kontrak ini, dan menganggap hal yang kunilai ganjil itu hanyalah sebuah fobia, sambil bertawakkal kepada-Nya.
*****
Sebulan kemudian, ratusan patok telah dipasang. Puluhan kayu besar sudah ditebang. Rencananya, pada awal bulan kedua ini, setiap patok itu nantinya akan dibor lalu dibom menggunakan Dinamit untuk mengetahui ada tidaknya kandungan minyak bumi dan batubara di dalamnya.

Baru satu bom dinamit diledakkan. Bunyi dentuman dan getarannya seolah mampu menggoyahkan keangkuhan Gunung Meratus yang telah berdiri kokoh ribuan tahun itu, dan membangunkan tidur semua penghuninya.



Dan tiba-tiba suasana di gunung itu berubah gelap seperti malam, disertai kilat kuning hitam dan bunyi seperti petir yang menggelagar dahsyat. Beberapa pohon besar tumbang, dan dahan-dahannya berjatuhan.

Sesaat kemudian, kulihat tubuh Josh, David dan Arkan tergelatak seperti mayat, tertindih dahan-dahan yang jatuh dari pohon tempat mereka berlindung saat meledakkan dinamit tadi. Sementara Bandi kulihat berdiri kaku di bawah pohon, terlilit akar yang terlihat seperti ular.

Petir terus bersahut-sahutan, seperti akan turun hujan. Sementara langit semakin hitam. Aku sendiri bingung, tak tahu harus berbuat apa dengan tubuh yang masih gemetar. Hingga beberapa saat kemudian, cuaca berangsur terlihat cerah kembali seperti semula.

Dengan semua kekuatan yang masih tersisa, aku berlari sekuat tenaga. Mencari bantuan kepada penduduk terdekat.
******
Belantara Meratus ini seperti memiliki kekuatan magis. Josh, Arkan dan Bandi tewas dengan tubuh menguning, setelah berhasil dievakuasi oleh warga Dayak yang tinggal dekat kaki pegunungan Meratus.

Sementara aku dan David seolah sedang menungu undian, siapa yang duluan menyusul mereka ke alam keabadian. Namun kondisi David lebih parah, sebab selain tubuhnya menguning, kakinya juga patah akibat tertimpa pohon.

Aku dan David diusung warga di atas keranda yang terbuat dari anyaman bambu, dan entah bagaimana dengan teman kami yang lainnya. Entah berapa lama mereka menandu kami, hingga akhirnya kami tiba di Balai Adat Dayak.


Balai Adat Dayak, credit Bombastic Borneo

“Roh Meratus sedang murka.” Seorang Balian yang menjadi Ketua Adat kudengar berbicara. Aku jadi merinding ngeri.

“Kalian telah menggangu ketenteraman dan kedamaian Meratus, maka beginilah akibatnya.” Lanjutnya.

Kemudian ia menyentuh keningku sambil membaca mantra-mantra yang tak kupahami maksudnya. Tiba-tiba kurasakan hawa panas menjalar di sekujur tubuh, sehingga keringatku bercucuran.

Perlahan kurasakan tenagaku mulai pulih. Sementara David masih terlihat seperti sedang tidur.

“Beruntung sekali kau Nak, tidak terkena ‘Hembusan Bisa’ Meratus, hanya terkena sedikit imbasnya, sehingga kau tidak separah teman-temanmu.” Ucap Kepala Adat itu saat aku membuka mata dan menatap wajahnya.

“Bagaimana dengan temanku ini?” Aku bertanya lemah.

“Apakah ia bisa diobati?”

“Iya, nanti malam akan kami usahakan! Sekarang kami lagi mempersiapkan perlengkapannya” Jawab Balian itu.
******
Malam purnama, rembulan bersinar indah dan terang di puncak Meratus. Namun cahayanya terlihat kekuningan seperti yang kulihat waktu itu, membuat hatiku kembali berdesir kecut.

Ketua Adat itu menyalakan api dari ranting-ranting kayu kering. Kemudian ia meletakkan sebuah kuali besar di atasnya. Seekor ayam hitam yang masih hidup tiba-tiba dimasukkan ke dalam air yang mulai mendidih itu, sambil komat-kamit membaca mantra. Sementara aku dan David dibaringkan tidak jauh dari tunggu api itu.

Tiba-tiba Balian itu mengambil air yang terdengar mendidih. Seketika tubuhku bergidik saat kulihat ia akan menuangkannya ke tubuh David.

“Wahai Hembusan Bisa Meratus, pergilah engkau dari tubuh ini!” Ucapnya sambil memandikan sekujur tubuh David dengan air itu dari ujung kaki sampai kepala. Dan aku hampir saja berlari saat giliranku yang akan dimandikan.

“Tenang, Nak! Air hangat ini takkan mencederai kulitmu!”

Kupejamkan mata dan kutahan napas kuat-kuat, sampai air hangat itu mulai terasa menyentuh kulit kakiku. Sungguh air itu terasa panas di kulitku, sehingga kurasakan ada sesuatu yang keluar dari ubun-ubunku. Namun anehnya, kulitku tidak memerah atau terkelupas karenanya. Bahkan sesaat kemudian tubuhku terasa dingin, dan tenagaku mulai pulih kembali.

“Sudah selesai. Sekarang silakan istirahat, dan tidur!” Ucapnya mengakhiri upacara pengobatan malam itu. Perlahan penglihatan dan kesadaranku mulai hilang, hingga akhirnya aku dan David bangun besok paginya dalam keadaan bugar.

Lalu kami pulang diantar oleh beberapa warga Dayak pegunungan Meratus.
*****


Masyarakat Adat Dayak Meratus dapat memelihara dan menjaga tanah dan hutan mereka. Kemampuan mereka untuk hidup beradaptasi dengan hutan adalah sebuah kearifan hidup yang harusnya tetap dipelihara oleh semua umat manusia.(*) {No.461}
*****
Sumber foto-foto
Diubah oleh Aboeyy 04-10-2019 13:52
ceuhetty
sebelahblog
zafinsyurga
zafinsyurga dan 6 lainnya memberi reputasi
7
1.6K
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.