• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Perjalanan Napak Tilas: Mengantarkan Penghuni Gunung Prau yang Tersesat

Vieee111Avatar border
TS
Vieee111
Perjalanan Napak Tilas: Mengantarkan Penghuni Gunung Prau yang Tersesat


"Jangan! Jangan! Bukan aku pembunuhnya!"


sumber gambar

Dering jam beker menampar kesadaran Alga. Laki-laki berambut gondrong itu terperanjat dari atas ranjang. Matanya menyapu sekeliling, berulang-ulang, seperti sedang memastikan sesuatu.

"Syukurlah ... cuma mimpi."

Alga bangkit dan berjalan meraih ponselnya di atas meja belajar. Ada pesan masuk dari Yuan. Laki-laki keturunan Jepang yang sekaligus sahabatnya sejak kecil itu, mengingatkan sekali lagi tentang rencana mereka untuk mendaki gunung nanti malam. Benar-benar laki-laki yang cerewet.

Alga termenung sejenak. Tiba-tiba teringat akan mimpi buruk yang dialaminya. Meski bukan pertama kali, entah mengapa hal itu terasa sangat familier baginya.

Lamunan Alga buyar seiring ketukan kamar indekos.
Dilihatnya Sono sedang tersenyum sambil menatap Alga, tangannya menggenggam kantong plastik beraroma nasi uduk yang khas.

"Belum sarapan, kan?"
Sono langsung melangkah begitu Alga membuka pintu. Tidak peduli pemilik kamar mengizinkannya masuk atau tidak. Benar-benar seenaknya sendiri seperti biasa.

"Ga ...."

"Hmmm?"

"Mimpi buruk lagi?"

Demi mendengar pertanyaan Sono, Alga buru-buru mendekap mulut laki-laki gemuk itu.

"Bisa tidak, sih, bicara itu tidak usah pakai TOA?"

"Iya, iya. Maaf."
Sono cemberut sambil mengeluarkan dua bungkus nasi dari dalam plastik yang tadi dibawanya. Mata Sono menatap sekeliling kamar. Pandangannya terhenti pada ransel hitam besar yang tergeletak di sudut kamar.

"Mau mendaki lagi?"

"Hu um."
Alga membalas pendek. Mulutnya sibuk mengunyah nasi uduk yang dibawa Sono.

"Gak takut dapat mimpi aneh lagi?"

Kali ini Alga menghentikan aktivitas mengunyah. Dipandanginya Sono yang juga sedang menatapnya.

"Son, punya kompas?"

"Kompas? Buat apa? Memangnya mau masuk hutan?"

"Buat jaga-jaga. Entah kenapa kompas yang biasa aku bawa tiba-tiba hilang."

Sono mengernyitkan dahi. Seolah-olah merasakan sesuatu yang aneh dari ucapan Alga.

"Sepatu gunungku juga hilang ...."

"Hah? Kapan? Kok bisa?"
Alga melotot. Tenggorokannya tersedak nasi yang sedang dimakannya.

Setelah meneguk air mineral yang tinggal setengah botol, Alga menatap Sono, meminta penjelasan.

"Bagaimana ceritanya, Son?"

"Gak tahu."

"Kok bisa hilang?"

"Iya. Terakhir kali aku memakainya tahun lalu waktu jalan-jalan ke Dieng bersama teman-teman satu jurusan. Setelah itu, seingatku sepatu itu kumasukkan ke dalam kardus bekas mie instan, lalu kusimpan di dalam lemari. Entah kapan tepatnya benda itu hilang, baru-baru ini aku baru menyadari bahwa kardus itu tidak ada."

Alga terdiam. Pikirannya kembali teringat tentang mimpinya semalam. Meski samar, Alga sempat melihat orang dalam mimpi yang menuduh dirinya pembunuh. Orang itu memakai sepatu cokelat, persis seperti sepatu milik Sono yang diceritakan hilang.

"Kamu tadi butuh kompas, kan? Coba tanya Wisnu. Dia pasti punya."

Setelah sarapan, Alga melangkah menuju kamar Wisnu. Diketuknya pelan pintu yang dipenuhi stiker bergambar anime One Piece itu.

"Ada apa?"
Pemilik kamar keluar sambil menenteng laptop. Matanya masih terpaku menatap layar, entah apa yang sedang dikerjakan.

"Boleh aku masuk?"

Wisnu menatap Alga sambil membetulkan kacamatanya. Dipandanginya Alga dari ujung kepala hingga kaki, berkali-kali, sebelum akhirnya mengangguk pelan.

Alga kaget saat memasuki kamar Wisnu. Mereka sudah tinggal di rumah indekos yang sama selama dua tahun, dan ini pertama kalinya Alga memasuki kamar Wisnu. Alga tidak menyangka bahwa kamar laki-laki dingin dan pendiam itu begitu tertata rapi dan dipenuhi barang-barang elektronik yang tidak dipahaminya. Namun, ada sebuah benda yang membuat Alga terbelalak kaget. Benda yang dikurung dalam kotak kaca di atas meja komputer.


sumber gambar

Setahu Alga, Wisnu mengambil jurusan Programmer Komputer dan juga magang di salah satu perusahaan komputer. Lalu kenapa ada benda seperti itu di kamar ini? Apakah itu asli?

Alga hanya diam tanpa berani bertanya.
Selain tidak cukup akrab, keduanya jarang sekali berpapasan untuk bercakap-cakap. Wisnu lebih senang menutup diri, sementara Alga jarang berdiam diri di dalam kamar. Jika memiliki waktu luang, Alga lebih suka menghabiskannya untuk bertualang. Mendaki gunung, misalnya.

"Kamu punya kompas?"
Alga langsung bertanya to the point, takut kedatangannya mengganggu Wisnu.

"Kamu mau mendaki lagi?"

"Iya."

"Kalau begitu, aku ikut."

"Hah? Serius?"

"Apa wajahku terlihat sedang bercanda?"

"Tapi, kami akan berangkat malam ini."

"Oke. Panggil aku jika sudah siap berangkat."

"Oke ... oke. Namun, kompasnya, kamu punya?"

"Aku akan membawanya bersamaku," jawab Wisnu dingin.

***

Angin malam menusuk-nusuk tulang. Alga, Yuan, Wisnu dan Sono serempak merapatkan jaket mereka demi menghalau angin yang semakin lama semakin kencang. Angin musim kemarau di gunung Prau ini benar-benar ahli membekukan tulang.

Alga berjalan pelan sambil menatap ketiga kawan di depannya. Yuan memimpin barisan. Laki-laki berkulit putih dengan sorot mata tajam itulah yang pertama kali mengenalkan Alga pada dunia pendakian. Alga masih ingat betul pengalaman mendakinya yang pertama. Kala itu dirinya nyaris saja kehilangan kaki kiri karena jatuh terperosok di bibir jurang. Namun, justru pengalaman itu membuatnya semakin menyukai kegiatan mendaki gunung.

Tiba-tiba terdengar langkah kaki berat dari arah belakang. Alga bergegas mengarahkan senter, mencari tahu siapa yang sedang berjalan di belakangngnya.

Wisnu yang kebetulan melihat Alga membalikkan badan buru-buru menarik tangan Alga, menyuruh meneruskan langkah.

"Itu bukan apa-apa," ujar Wisnu pelan namun penuh penekanan.

"Bagaimana kamu tahu?"

"Diam! Jangan terpancing hal-hal aneh lagi, atau kamu akan ...."

"Apa yang terjadi?"
Yuan menghentikan langkah. Dipandanginya Wisnu dan Alga yang sedang bercakap-cakap pelan.

"Tidak ada. Ayo lanjut."
Alga menjawab sambil mengepalkan tangannya ke udara.

Sambil melangkah, Alga diam-diam memandang Wisnu yang berjalan di depannya. Benar rumor yang beredar, laki-laki berkacamata ini memang aneh.

***

Langkah keempatnya melambat pada menit ke enam puluh. Tanpa alasan yang jelas, Sono yang berjalan di belakang Yuan tiba-tiba terempas ke tanah. Yuan yang sudah berjalan beberapa langkah di depan berbalik setengah berlari. Sementara Alga sudah berlutut, menopang kepala Sono yang tidak sadarkan diri.

"Air! Ambilkan air," ujar Alga dengan suara tercekat.

Wisnu yang berdiri di belakang Alga dengan sigap menyodorkan sebuah termos kecil.

"Ini panas, Nu!" ujar Yuan dengan nada tinggi. Sang ketua itu memang sudah keberatan saat tahu Wisnu akan ikut serta. Sejak awal kuliah, Yuan dan Wisnu tidak pernah terlihat akrab. Mereka berdua selalu berbeda pemikiran, mulai dari hal remeh-temeh soal cara memakan bubur, hingga hal berat soal keyakinan.

"Jangan banyak bicara! Itu tidak panas, tapi hangat. Suhunya pas. Kalian hanya perlu meminumkannya sedikit. Bajunya basah, kalian harus menggantinya. Lalu selimuti dia," ujar Wisnu tegas.

"Tapi ...!"

"Lakukan saja, sialan! Jangan membuang-buang waktu!"

Alga tersentak kaget. Baru kali ini dirinya melihat Wisnu semarah ini.
Dengan tangan gemetar, Alga meminumkan air dari termos ke mulut Sono yang terlihat sangat pucat. Setelah itu dengan dibantu Yuan keduanya mengganti baju Sono yang basah. Tidak berapa lama, tubuh Sono yang semula dingin berangsur-angsur menjadi hangat.

"Sial! Dia malah kabur!"

Alga mengangkat wajah. Dilihatnya Wisnu sedang menatap tajam ke arah kompas yang digenggamnya. Wajah Wisnu tampak tegang, seperti sedang menahan dingin dan kesal secara bersamaan.

"Temanmu itu benar-benar gila, Ga," ucap Yuan pelan.

Alga menatap Wisnu yang kali ini sedang memasukkan kembali kompasnya ke dalam saku.

"Dia hipotermia. Sepertinya karena laki-laki bodoh ini nekat mendaki dengan sandal di cuaca sedingin ini," ujar Wisnu sambil menatap Sono.


sumber gambar

Yuan menatap Wisnu dengan pandangan tidak suka. Napasnya memburu, berusaha menahan amarahnya supaya tidak meluap-luap.

Tiba-tiba dari arah kanan angin bertiup kencang. Sangat kencang hingga mampu membuat pohon besar di sekitar mereka melambai-lambai.

"Kita harus pergi sekarang juga!" ujar Wisnu tegas.

"Hei! Di sini aku ketuanya. Jadi aku yang akan memutuskan kapan perjalanan dimulai," balas Yuan tidak mau kalah.

"Cepat! Kita benar-benar harus pergi sekarang!"

"Tidak! Kita alan beristirahat dulu menunggu Sono pulih!"

"Sialan!"
Wisnu berteriak sambil membentangkan kedua tangannya. Laki-laki berkacamata itu berdiri membelakangi Alga dan Yuan yang masih berjongkok mengelilingi Sono.

"Arghhh!"
Wisnu menjerit tertahan, diikuti darah yang mulai menetes dari tubuhnya.


sumber

Alga dan Yuan melotot kaget. Tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Yuan yang bebas bergegas mendekati Wisnu.

"Hei! Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?"
Yuan bertanya sambil menepuk bahu Wisnu. Mata sipitnya seketika terbelalak. Dilihatnya jaket Wisnu sobek penuh dengan sayatan.

"Ini ...."

"Dasar ketua keras kepala!" rutuk Wisnu pelan. Laki-laki itu memejamkan mata, berusaha sekuat tenaga menahan perih di dadanya.

"Hei! Berbaringlah!"
Yuan berkata tegas. Tangannya gesit melipat jaket cadangan yang dibawanya sebagai bantalan kepala Wisnu. Setelah itu Yuan membuka ranselnya, mengeluarkan kotak P3K dan mulai mengobati luka di dada Wisnu.

"Sebenarnya ... apa yang terjadi?" tanya Yuan pelan.

"Ada yang tersesat, kita harus membantunya," ujar Wisnu lirih.

"Apa? Bagaimana caranya?"

"Dengan kompas," balas Wisnu sambil menatap Yuan.

***

Keempat pemuda itu memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Sono yang sudah sadar, kembali segar setelah minum beberapa air lemon hangat yang dibawa Yuan.

Namun, perjalanan mereka kini bukan lagi sekadar menaklukkan puncak. Mereka berjalan mengikuti arah jarum kompas yang dibawa Wisnu.

"Kamu yakin ini jalannya?" tanya Yuan setelah mereka berjalan cukup lama.

"Ya!" jawab Wisnu singkat.

"Aku selalu menandai daerah yang kita lewati dengan tebasan ringan, kamu tahu? Kita sudah berputar-putar di sini sebanyak empat kali," ujar Yuan sambil menatap Wisnu meminta penjelasan.

"Tapi kompas ini tidak mungkin salah," bela Wisnu.

Mereka terdiam sejenak. Tiba-tiba Alga teringat sesuatu.

"Yu, dulu kamu pernah bilang, kan? Jika sedang mendaki, alam seringkali memanipulasi," ujar Alga sambil mengingat-ingat.

"Itu artinya ... kita harusnya melewati arah yang berlawanan dengan yang ditunjuk jarum kompas ini?"
Keempatnya saling tatap, lalu mengangguk bersamaan.

Perjalanan dilanjutkan kembali. Kali ini mereka melewati arah yang berlawanan.

Di tengah perjalanan Alga tiba-tiba terjatuh. Laki-laki itu terbelalak saat mengetahui benda apa yang membuatnya terjerembab ke tanah.

"Son! Bukankah ini ...?"

"Lo? Ini sepatuku yang hilang? Kenapa ada di sini?"

"Ternyata itu petunjuknya," ujar Wisnu sambil terus melangkah. Sementara Alga, Yuan dan Sono saling pandang, belum paham betul apa yang sebenarnya terjadi.

Mereka berjalan membelah malam. Sesekali berhenti sebentar, merapatkan jaket dan mengatur napas, berusaha menghalau dingin ekstrem yang mulai membekukan apa saja.

"Ini ...."
Tiba-tiba Wisnu menghentikan langkahnya. Matanya menatap tajam ke arah di depannya. Tidak ada apa-apa di sana, tapi Wisnu seperti sedang berhadapan dengan sesuatu.

"Di sinikah tempatnya?" tanya Wisnu entah pada siapa.

Tak lama tiba-tiba angin berembus kencang, cukup kencang hingga menerbangkan daun-daun kering yang berserakan. Mereka terkejut saat melihat sesuatu yang seolah-olah muncul dari dalam tanah setelah serakan daun-daun itu berpindah tempat.

"Nu, ini adalah ...."
Yuan bicara dengan suara tercekat. Sementara Alga dan Sono hanya terdiam tanpa mampu berkata-kata. Pikiran mereka sibuk bercakap-cakap dengan kenangan masing-masing.

"Jangan tersesat lagi, sialan! Kamu menakut-nakuti, bahkan sampai melukaiku," ujar Wisnu pelan.

***

Matahari bersinar hangat. Sinarnya perlahan-lahan menyelimuti tubuh keempat laki-laki yang saat ini berdiri di puncak gunung Prau. Keempatnya berdiri menghadap timur, menatap hangat kelima gunung yang menyapa mereka. Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, dan Gunung Lawu. Bahkan bila sejenak melihat ke arah barat, mereka juga bisa merasakan kehadiran Gunung Slamet.


sumber

"Nu, terima kasih telah membantu mengantarkan Sean," ujar Yuan sambil mendekat. Ia menjulurkan tangannya yang hangat. Kali ini Wisnu menyambutnya tanpa berpikir panjang.

Alga menatap keduanya sambil terus tersenyum. Pikirannya sejenak kembali pada kenangan satu tahun silam saat dirinya mendaki gunung Prau bersama Yuan dan Sean. Sean hilang saat mereka dalam perjalanan kembali. Sejak saat itulah Alga sering mimpi buruk. Mimpi yang sebenarnya diciptakan oleh alam bawah sadarnya sendiri karena rasa bersalah yang berlebihan.

Arwah Sean yang tersesat di gunung Prau terus berputar-putar, mengganggu siapa saja. Sebenarnya dia hanya bersenang-senang sambil menunggu kami kembali. Kembali untuk mengantarnya pulang. Ah! Sifat jahilnya benar-benar tidak berubah. Menyebalkan sekali.

Lalu Alga menatap Sono yang berjongkok sambil menggenggam sepatunya. Jadi sepatu itu hilang saat Sono melakukan pendakian bersama teman jurusannya, ya? Sono yang payah dalam hal mengingat benar-benar tidak bisa diandalkan. Alga tertawa pelan sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tiba-tiba tawa Alga terhenti. Ia mendekati Wisnu demi memuaskan rasa penasarannya.

"Nu, jadi kompasmu itu ...."

"Ini kompas pelacak hantu, Ga," balas Wisnu santai.

"Apa? Lalu ... tengkorak dalam kotak kaca di kamarmu itu ...."

"Aku menemukannya di situ saat mendaki gunung ini setahun lalu, entah milik siapa," ujarnya sambil terkekeh.

Alga dan Yuan saling pandang saat melihat arah yang ditunjuk Wisnu.

"Jangan-jangan ...!"

Purworejo, 28 September 2019
Diubah oleh Vieee111 28-09-2019 18:06
someshitness
4iinch
hendratrabas
hendratrabas dan 22 lainnya memberi reputasi
23
13.9K
81
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.