serinasa29Avatar border
TS
serinasa29
Celengan Bambu Bukan Rindu
Haloha... Gan n Sist..
Ini first post aku... semoga suka ya...☺



Celengan Bambu


Alunan musik klasik mengiringi sebuah tarian. Terdengar begitu kontras dengan suasana hati. Begitu gagah gemulainya penari itu, sehingga dapat menahan mata kecil tak berkedip. Luar biasa. Sungguh. Itu yang menjadi keinginan tersendiri untuk Adit mengembangkan budaya ini. Kecintaannya terhadap seni tari yang teramat dalam membuat anak yang belum memasuki usia remaja ini tergila-gila. Berbeda dengan anak lainnya yang lebih sering menghabiskan waktu dengan gawainya daripada bertengger di lingkungannya sendiri. Maklum juga, Adit tidak memiliki barang semewah itu, karena orang tuanya lebih mementingkan biaya untuknya sekolah daripada membeli alat yang berpengaruh besar terhadap perubahan dunia.

“Dit?!” seorang laki-laki tua renta memanggilnya. Tidak salah, pasti dia menyuruh Adit untuk mengambil sesuatu yang diinginkannya. Terpaksa ia harus berhenti melihat penari yang berlenggak-lenggok di atas panggung.

“Ada apa, Paman?”

“Gimana kau ini, masa tamu-tamu belum dikasih minum. Kau tahu? Tamu di sini tajir semua.”

“Baik, Paman. Maaf saya kelupaan.” Adit menjawab sambil terkekeh.
“Lupa dipiara, macam tak ada yang lain saja.”

Menjadi pelayan pada acara karnaval budaya di desanya menjadi kebanggan tersendiri bagi Adit. Selain bisa melihat penari tradisional yang lincah, ia juga mendapat uang dan makan atas kerjanya.
***
“Nak, cepat kau antarkan pesanan ke Pak Iwan!” seru bapaknya Adit.

“Iya, Pak, bentar.” Ayam potong yang dijual menjadi mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan mereka.

“Assalamu’alaikum, Pak Iwan. Ini ayam pesenannya.”

“Oh, iya Dit. Ini uangnya.”

“Alhamdulillah makasih, Pak.” Dengan senang hati, rezeki menambah untuk keluarganya.

Uang dari ayam potong itu dibagi dua untuk Adit dan bapaknya. Tentu, Adit dapat bagian karena telah mengantar pesanan. Uang itu dengan apiknya disimpan oleh Adit. Namun, karena sayang untung mengeluarkan uang membeli celengan, Bapak Adit membuatkannya dari bambu. Waktu itu, saat Adit kelas empat SD. Begitu bahagianya ia saat bapaknya membuatkan celengan bambu itu. Uang dalam celengan itu ia ingin belikan untuk beberapa aksesoris dalam pengembangan tarian tradisional. Karena memang cita-cita Adit membuat sanggar tarian. Namun, ada kejanggalan. Bapaknya tidak begitu setuju jika anak laki-lakinya ada di bidang tari.

Rabu siang adalah rutinitas ekstrakulikuler tari di sekolahnya. Ada satu event besar dan festival budaya di wilayahnya. Ini adalah peluang besar karena di dalamnya ada festival tari, kesukaannya. Apabila mengikuti festival ini dan menjuarainya maka akan mendapatkan hadiah dan beasiswa. Adit jadi lebih sering latihan, fokus di tarian. Sampai ia lupa waktu untuk membantu bapaknya. Hingga suatu hari bapaknya heran dengan Adit karena ia yang selalu rutin membantunya, tapi akhir-akhir ini Adit lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah.

“Mengapa anak itu tidak sering di rumah? Aku sibuk begini dia sering main. Awas saja kalau dia pulang.” Bapak menggerutu kesal kepada Adit.

“Assalamu’alaikum, Pak.”

“Kemana saja kau? Bapakmu sibuk begini kau malah main-main gak jelas di luar sana.” Bapak Adit tak tahan dengan rasa kesalnya.

“Pak, aku ada kegiatan di sekolah. Maaf, Pak, aku belum bilang sebelumnya.”

“Kegiatan apa? Tari? Kau ini laki-laki. Hanya dengan bekal tari kau bisa apa? Cari kegiatan yang lebih jantan. Untuk masa depanmu.” Tidak diberi tahu pun Bapak sudah menebaknya. Adit hanya terdiam, ia tidak berani untuk melawan bapaknya.

Adit bimbang. Ia sangat menyukai tari. Namun, bapaknya selalu melarang ia dalam hal itu. Awalnya ia ingin membicarakan ini dengan baik-baik. Tapi, bapaknya selalu saja tidak mengerti apa keinginan dirinya. Hingga suatu saat Adit nekat dengan dirinya sendiri untuk tetap berada di perkumpulan tari. Adit sempat marah. Ia lebih sering latihan daripada membantu bapaknya. Maklum, Adit masih bisa dibilang anak kecil di usia kelas enam SD. Kurang didikan dari orang tuanya dan kurang kasih sayang. Bapaknya pun tak peduli dengan sikapnya.

Semakin hari Adit semakin sering latihan. Bahkan sampai hari tidak lagi sore. Ia terkadang iri dengan teman-temannya yang selalu diantar jemput oleh orang tuanya.

“Dit, aku pulang duluan, ya.” seru Rizky teman sebayanya dari keluarga kaya raya. Jika melihat Rizky, ia seperti orang beruntung di dunia ini. Mendapat kasih sayang dan perhatian lebih. Apa yang ia inginkan selalu dikabulkan oleh orang tuanya. Tiap hari ia selalu diantar jemput dengan mobil dan supir pribadinya. Sungguh anak kesayangan.

“Iya, Ky. Hati-hati”

“Kamu mau bareng tidak? Biar aku antar ke rumahmu.” Kurang apalagi Rizky. Ia memiliki hati yang baik pula.

“Tak usah, Ky. Aku ada urusan dulu bentar.” Adit menolak. Sebenarnya, ia ingin. Tapi, ia tidak sanggup menahan rasa sesak, iri pada temannya sendiri.
Sesampainya di rumah, bapaknya tidak ada di sana.

“Assalamu’alaikum, Bapak. Bapak di mana?”

To be continued...

Hayoloh...
Kemana ya bapaknya? Apa jangan-jangan? Jangan deh jangan..

Krisarnya boleh Agan n sistah yang terhormat.😁

part 2

part 3
Diubah oleh serinasa29 18-10-2019 23:13
anasabila
someshitness
sitinuraeniii
sitinuraeniii dan 11 lainnya memberi reputasi
12
2.4K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.