• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Merbabu Oh Merbabu, Sederet Makhluk Dunia Lain Menghalangi Menuju Puncakmu

Puspita1973Avatar border
TS
Puspita1973
Merbabu Oh Merbabu, Sederet Makhluk Dunia Lain Menghalangi Menuju Puncakmu


Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh...

Bismillah. Bagi Gansist, para pencinta alam khususnya pendaki gunung, kemungkinan besar "bertemu" makluk gaib alias penghuni dunia lain, sudah tak asing lagi bagi kalian. Nah, kali ini ane mau bercerita tentang kisah ane and friends saat mendaki Merbabu, sembilan tahun yang lalu.




Dimulai dari sini...

Dengan mengendarai mobil kijang yang cukup tua, kami menuju basecamp pendakian Merbabu jalur Kopeng. Tepatnya jalur pendakian via Chuntel. Alhamdulillah, sebelum matahari benar-benar kembali ke peraduannya, mobil yang kami tumpangi telah memasuki pelataran pakir. Hingga ane and friends masih sempat melihat indahnya langit barat berwarna jingga.

Untuk sesaat kami meluruskan punggung di lantai basecampberalaskan sleeping bed masing-masing. Entah karena capek atau kurang tidur tiba-tiba mata ane terasa berat lalu terpejam. Antara sadar dan tidak, ane seperti berjalan ke kamar mandi. Saat sampai di depan pintu kamar mandi ada seorang wanita memakai jarit dan kebaya. Cara berpakaiannya mirip nenek-nenek, meski wajahnya tak terlihat jelas, tetapi tampak masih muda. Ane baru-baru menyapanya dengan senyuman dan anggukan kepala. Namun, dia hanya diam. Dari tatap matanya, ane menangkap seolah dia melarang ane naik ke puncak Merbabu. Ah, ada perasaan takut dan aneh yang berbaur menjadi satu. Ini nyata atau tidak, nyata atau tidak. Pikiran seperti itu terus memenuhi kepala ane. Ah, mana mungkin ini nyata?

Masih antara tidur dan terjaga, ada sebuah tangan yang menggoyang-goyangkan tubuh ane.

"Bangun Say, bentar lagi magrib. Nggak boleh tidur saat magrib." Suara seseorang membangunkan ane. Ane kenal, itu suara Naila.

Dan ... ahh, meski malas membuka mata dan bergerak, akhirnya ane bangun juga. Tak lama kemudian panggilan adzan maghrib pun terdengar lamat-lamat dari masjid yang berjarak lumayan jauh. Rombongan memutuskan salat berjamaah, setelah itu disepakati pendakian akan dilaksanakan setelah jam 19.00 WIB.

"Okay, sebentar lagi kita akan mulai perjalanan. Dari sini ke pos bayangan 1 kurang lebih 45 menit. Dari pos bayangan 1 ke Pos bayangan 2, sama kurang lebih 45 menit, juga. Selanjutnya dari Pos bayangan 2 ke Pos 1, kurang lebih juga 45 menit. Lanjut Pos 1 ke Pos 2, satu jam. Pos 2 ke pos 3, satu jam. Pos 3 ke pos pemancar, agak panjang waktunya, kurang lebih dua setengah jam," ucap Mas Fadil sambil membetulkan letak kaca minusnya. Sesekali bapak muda satu anak ini membaca catatan kecil yang dibawanya.

"Ngomong-ngomong ada berapa Pos untuk sampai ke puncak, Mas?" tanya Naila.

Selain Mas Fadil, Mas Zain, dan Mas Arief, maka ane, Naila, dan Hanif adalah orang-orang yang baru pertama kali menginjakkan kakinya ke gunung.

"Sampai Pos 3 saja, Nai. Selanjutnya dua setengah jam kemudian kita akan ketemu pemancar. Nah, dari sini terus ke puncak, namanya Puncak Syarif, lumayan jauh, satu setengah jam," jawab Mas Fadil.

"Apa puncak itu, puncaknya Merbabu, Mas?" tanya ane.

"Bukan. Puncak Merbabu namanya
Puncak Kenteng Songo. Masih kurang lebih satu jam lagi dari situ."

Selajutnya Mas Fadil dan Mas Zain menjelaskan secara detail apa saja yang harus dilakukan. Kami semua manggut-manggut mendengarkan penjelasan mereka sebagai ketua dan wakil rombongan.

Mengapa kami memilih jam tujuh malam, ya, dengan perkiraan lama perjalanan kurang lebih delapan jam, saat sunset kami diperkirakan sudah berada di puncak.



Perjalanan pun dimulai. Setelah melewati beberapa rumah penduduk, sampailah kami di sebuah kebun. Di sinilah terdapat jalan setapak menanjak sebagai gerbang menuju pendakian. Dengan cara saling memberi semangat, kami berjalan beriringan. Ane yakin semua teman-teman baik-baik saja, tetapi ane merasa terganggu dengan sosok wanita aneh yang ane temui di depan kamar mandi yang sesekali melintas di kepala.

Dengan napas yang cukup terengah-engah ane berjalan dan terus berjalan.

"Semangat! Semangat! Semangat!" Terdengar suara teriakan dari arah bawah.

"Wow, ternyataaa," ucap ane dengan napas sedikit payah.

"Jangan melihat ke atas! Itu bikin jalan terasa berat." Mas Zain memberi nasehat.

"Okeeh ...," jawab ane pelan. Suara yang serasa hampir habis karena berburu dengan dengkus napas yang terdengar lebih keras.

Sampailah kami di pos bayangan 1. Jika yang lain masih terlihat baik-baik saja, tidak demikian dengan ane dan Naila. Walaupun Hanif, baru pertama kali mendaki juga tetapi fisiknya terlihat baik-baik saja. Ya, mungkin karena dia seorang laki-laki dan masih sangat muda.



"Say, aku buang air kecil. Nggak bisa ditahan lagi. Gimana, nih?" kata Naila dengan ekspresi wajah meringis. Meski gelap ane bisa melihat itu dengan bantuan cahaya senter.

Karena semua anggota rombongan berjenis kelamin laki-laki, terpaksa ane yang mengantar Naila mencari semak-semak. Dengan rasa tak menentu, ane dan Naila berjalan ke arah belakang bangunan pos bayangan 1. Demi menjaga keselamatan kami berdua, Mas Zain--wakil ketua rombongan yang juga suami ane--turut mengawal dari belakang. Saking takutnya dengan semak belukar yang lebat dan gelap, Naila minta didampingi dalam jarak dekat. Sementara Mas Zain menunggu kami beberapa meter, di belakang.

Entah hanya perasaan ane atau memang benar-benar nyata, ane merasa ada sepasang mata melihat kami. Lebih tepatnya mengawasi dari balik semak. Mata yang besar, milik mahkluk berukuran tinggi besar dan berwarna hitam. Sambil memegang sebelah tangan Naila yang dingin, ane pun merasa kedinginan. Tiba-tiba gigi-gigi ane bergemeretak dengan sendirinya. Mata di balik pohon itu semakin lama terlihat semakin lebar, melotot dan berwarna merah. Rasanya ane ingin berteriak tetapi mulut seperti terkunci. Ane seperti tak bisa bergerak, sampai Naila menggandeng lalu menarik tangan ane menuju ke tempat Mas Zain menunggu. Selanjutnya kami berjalan ke arah depan dan tak ada pembicaraan di antara kami.

Perjalanan pun dilanjutkan menuju pos bayangan 2. Meskipun sebenarnya ane masih ingin duduk beristirahat. Dengan pertimbangan perjalanan masih jauh, akhirnya semua sepakat harus segera menuju ke pos berikutnya.

Sepanjang kaki melangkah, ane merasa pemilik mata besar itu seperti mengikuti. Sambil memegang tangan Mas Zain yang posisinya berada di depan, ane terus menundukkan kepala. Berusaha menghindari mata aneh yang serasa menghantui.

Dan....



Sampailah di pos bayangan 2. Kali ini ane yang benar-benar sudah tak mampu bertahan, akhirnya rebah. Mas Zain buru-buru mengusapkan minyak kayu putih ke perut dan ujung hidung ane. Sementara ane tetap menutup mata. Dalam gelap yang pekat, samar-samar ane mendengar seperti ada orang-orang yang berjalan hilir mudik dan bercakap-cakap. Kesannya sangat ramai. Seperti ada penjual dan pembeli. Padahal di pos itu hanya ada enam orang yang masing-masing sedang duduk tanpa suara.

Melihat kondisi ane yang tak meyakinkan, Mas Zain menyarankan ane dan Naila kembali ke basecamp. Apalagi setelah mendengar Naila mengeluh sakit perut dan ingin buang air besar. Kami setuju. Dan, meskipun didampingi Mas Zain dan Hanif, perjalanan kembali ke basecamp tidaklah mudah. Selain harus melawan gelap malam, juga jalanan menurun yang cukup curam. Sesekali ane harus meluncur karena turunan ekstrem. Selanjutnya Mas Zain dan Hanif hanya mengantar kami sampai di dekat rumah penduduk. Mereka berdua kembali ke atas menyusul teman-teman yang kemungkinan telah sampai di pos 1.



Sepanjang perjalanan menuju basecamp, ane seperti tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Lagi-lagi mulut serasa terkunci. Padahal ane ingin bertanya pada Naila, apa dia juga merasakan apa yang ane rasakan barusan.

Sampai di basecamp, suasana terlihat lumayan ramai. Anak-anak muda yang ane perkirakan berstatus sebagai mahasiswa sedang bermain gitar dan kendang. Hampir semua bergaya ala Bob Marley. Lumayan, ada hiburan pikir ane. Meskipun berisik.

Semalaman ane tak bisa dan tak berani memejamkan mata. Takut wanita di depan kamar mandi yang ane temui sebelum magrib tadi muncul kembali. Selain itu suara keramaian mirip pasar seperti yang ane dengar di pos bayangan 2. Sangat menakutkan. Paginya, badan ane terasa demam, dan mungkin wajah ane juga terlihat kuyu.

Sebenarnya ane penasaran dan sangat ingin kembali ke Merbabu lalu mendaki sampai ke puncaknya. Namun selalu ane urungkan karena wanita berkebaya di depan kamar mandi, sosok besar hitam, dan suara-suara aneh itu langsung terngiang, begitu ane memiliki niat akan ke sana. Masalah besar lainnya hanya ane yang merasakan itu, dan sampai sekarang ane tak tahu siapa dan jenis makhluk gaib apa, mereka itu?

Salam, Puspita Rini

Image source: Sumber Gambar
Diubah oleh Puspita1973 17-05-2020 15:38
081364246972
indrag057
bagascaktirp
bagascaktirp dan 18 lainnya memberi reputasi
19
3.1K
47
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThreadā€¢81.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
Ā© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.