Mengapa Tahun Ajaran di Indonesia Dimulai Pada Bulan Juli?

Beranda

...

Sejarah & Xenology
Mengapa Tahun Ajaran di Indonesia Dimulai Pada Bulan Juli?

gilbertagung

23-09-2019 05:01

Mengapa Tahun Ajaran di Indonesia Dimulai Pada Bulan Juli?

Setiap negara memiliki sistem pendidikan yang berbeda-beda. Demikian pula dengan tahun ajarannya. Di Jepang, tahun ajaran dimulai pada bulan April dan dibagi ke dalan dua semester. Sementara itu di Indonesia, tahun ajaran dimulai pada pertengahan Juli dan dibagi ke dalam dua semester. Bagaimana sejarah penerapannya?

Klik gambar untuk menuju sumber gambar

Awal Tahun Ajaran Baru

Daoed Joesoef (1926-2018), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI pada Kabinet Pembangunan III (1978-1983), merupakan tokoh di balik penerapan awal tahun ajaran baru pada bulan Juli seperti yang kita kenal sekarang.

Antara tahun 1966 dan 1977, tahun ajaran di Indonesia berlangsung mengikuti tahun kalender yaitu dimulai pada Januari dan berakhir pada Desember.

Perubahan pun terjadi kala Daoed Joesoef diangkat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan III pada 29 Maret 1978. Joesoef yang sebenarnya berlatar belakang pendidikan ekonomi dan merupakan salah satu anggota CSIS justru ditugaskan untuk mengurusi dunia pendidikan di Indonesia.

Tiga bulan menjabat, tepatnya pada 5 Juli 1978, Joesoef mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0211/U/1978. Melalui SK ini, awal tahun ajaran yang sebelumnya jatuh pada bulan Januari digeser ke bulan Juli. Pun dengan akhir tahun ajaran yang juga digeser dari Desember ke Juni. Kebijakan ini sendiri baru mulai diterapkan pada tahun ajaran 1979/1980. Sebagai konsekuensinya, tahun ajaran 1978 yang sedang berjalan saat itu dan seharusnya berakhir pada Desember 1978 diperpanjang 6 bulan hingga Juni 1979 dan para peserta didik memperoleh materi pembelajaran tambahan untuk mengisi waktu ekstra tersebut, disebut Pengayaan Materi. Untuk SPP bagi periode ekstra tersebut, orang tua siswa hanya perlu membayar 50 persen dari yang seharusnya dibayarkan.

Ada tiga alasan dari penetapan kebijakan ini. Pertama, tahun ajaran yang dimulai pada Januari dekat dengan masa akhir tahun fiskal/anggaran (hingga tahun 2000, tahun fiskal di Indonesia dimulai pada 1 April dan berakhir pada 31 Maret). Ini pun membuat perumusan kebijakan pendidikan menjadi sulit karena tahun anggaran berakhir hanya tiga bulan setelah tahun ajaran dimulai sehingga waktu pelaksanaan kebijakan menjadi terbatas karena pada tahun anggaran berikutnya harus menyusun kembali proyek yang berhubungan dengan pendidikan. Dengan memindahkan tahun ajaran ke Juli, terdapat waktu sembilan bulan (kini menjadi enam bulan semenjak awal tahun fiskal dipindahkan ke 1 Januari pada 2001) yang dapat digunakan untuk melaksanakan kebijakan pendidikan dengan anggaran yang sedang berjalan.

Kedua, awal tahun ajaran di Indonesia disesuaikan dengan awal tahun ajaran di negara lain agar siswa/mahasiswa Indonesia yang akan melanjutkan studi ke negara lain mempunyai waktu yang cukup untuk mengurus persiapan.

Ketiga, libur panjang yang sebelumnya jatuh pada bulan Desember bertepatan dengan pertengahan musim hujan dan merupakan saat yang rentan untuk berlibur. Libur panjang pun dipindahkan ke Juni yang bertepatan dengan pertengahan musim kemarau dan memiliki cuaca cerah yang cocok untuk berlibur.

Kebijakan lain yang diatur dalam Surat Keputusan ini adalah peniadaan libur sebulan penuh selama bulan puasa, meski pernah diberlakukan kembali pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid pada 1999 dan 2000.

Pembagian Tahun Ajaran

Buku Teks Mata Pelajaran Biologi untuk Kelas 1 SLTP Cawu I dan Tengah Cawu II yang didasarkan pada Kurikulum 1994. Tahun ajaran dibagi dalam 2 semester, kecuali pada periode dari 1994/1995 hingga 2001/2002 yang dibagi dalan 3 caturwulan.

Sistem pendidikan di Indonesia membagi tahun ajaran dalam dua semester. Semester pertama berlangsung pada Juli hingga Desember dan semester kedua berlangsung pada Januari hingga Juni.

Perubahan sempat terjadi mulai tahun ajaran 1994/1995. Bersamaan dengan penerapan Kurikulum 1994, pembagian tahun ajaran diubah dari semester menjadi caturwulan (empat bulanan). Jam belajar dalan sepekan terdiri atas 42 jam.

Kurikulum ini berorientasi pada materi pelajaran dan evaluasi pembelajaran siswa dilakukan sebanyak tiga kali dalam satu tahun ajaran, yaitu pada Oktober, Februari, dan Juni. Sebagai konsekuensinya, siswa harus menggunakan tiga buku pelajaran untuk setiap mata pelajaran dalam satu tahun ajaran karena buku pelajaran berganti setiap empat bulan sekali serta siswa harus mengikuti apa yang tertulis di buku atau dinyatakan oleh guru. Butuh waktu tiga tahun hingga kurikulum ini diterapkan secara menyeluruh di semua jenjang di sebagian besar wilayah Indonesia.

Pada kurikulum ini pula, sebutan SMP sempat diganti menjadi Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan SMA menjadi SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas).

Penerapan sistem caturwulan berakhir pada tahun ajaran 2001/2002 atau setelah 8 tahun ajaran. Dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 084/U/2002 tanggal 4 Juni 2002, sistem caturwulan digantikan kembali dengan sistem semester mulai tahun ajaran 2002/2003, meski ada sekolah yang baru mulai menerapkannya pada tahun ajaran 2003/2004.

Kurikulum 1994 sendiri digantikan oleh Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi mulai tahun ajaran 2004/2005. Jam belajar sepekan dipangkas dari kurikulum sebelumnya dan penilaian lebih diutamakan pada kompetensi siswa.