AdelineNordica
TS
AdelineNordica
[Cerpen Fantasi] Arthur dan Bandit Putih (Petualangan Di Dunia Kartun)



Jika kebahagiaan itu tak ada di dunia nyata maka akan kutorehkan dalam dunia maya dengan tinta imajinasiku.-Arthur-



Sesosok tubuh jangkung bermantel hitam hampir terjerembap di tepi jalan bersalju. Melewati gedung-gedung besar dengan arsitektur renaisans di sisi jalan. Gundukan seputih kapas mulai bertebaran di tepi trotoar. Desember kali ini menjadi musim terdingin dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan pakaian berbulunya tak mampu mengusir gigil di tubuh.


Aroma sisa dari toko roti masih menguar. Lapar menggigit perut. Remaja bernama Arthur itu berjalan gontai menelusuri jalan raya yang mulai lengang. Hanya ada beberapa mobil yang melintas tanpa pejalan kaki, kecuali dirinya.


Arloji sudah menunjukan waktu dini hari. Saat yang tepat untuk menghangatkan diri di depan perapian seraya menyeruput segelas kopi Robusta. Tidak, lebih baik meringkuk di bawah selimut hangat lalu bermimpi menjadi superhero. Ah, lupakan saja! Bukankah Ben, ayahnya telah menyuruh pergi dari rumah. Bosan dengan tingkah konyol remaja tujuh belas tahun itu yang lebih banyak mengurung diri bersama seperangkat alat menggambar digital.


"Setidaknya lakukan hal berguna untuk kehidupanmu. Mencari uang, misalnya, untuk membantu membayar sewa rumah kita!" marah Ben setelah membanting laptop ke lantai.


Layar benda pipih itu retak. Berkedap-kedip tengah sekarat lalu sempurna menghitam. Kertas-kertas sketsa berserakan di lantai. Alat pemindai gambar bernasib sama dengan laptop. Kamar kecilnya terasa semakin sesak. Mirip kapal pecah dihantam badai.


Arthur menggeram, dadanya bergemuruh menahan muntahan lahar kemarahan. Selama ini kecintaanya pada dunia menggambar sudah mendarah daging. Setidaknya itu bisa menjadi pelarian dari sifat tempramental ayahnya sedari kecil.


Pria berjambang itu lebih memilih bercengkerama bersama botol-botol minuman keras dibandingkan duduk bersama anaknya membahas pelajaran di sekolah. Bahkan tak segan mengambil uang tabungan Arthur untuk berjudi. Anaknya sangat heran betapa pria berumur 45 tahun itu sangat membenci hobinya.


"Aku menghasilkan uang dari ini. Setidaknya aku berusaha bernilai di mata ayah!" Arthur akhirnya tak kuat untuk melawan. Tangan kurus itu telah memunguti laptop.


Melihat sikap menantang itu membuat sang ayah semakin beringas. Tangan Ben bersiap memukul Arthur kembali tapi segera ditepis oleh remaja itu.


"Anak kurang ajar! Berani sekali nada bicaramu seperti itu kepada orang tua!"


Tubuh Arthur limbung, didorong kasar ke dinding. Tak ada teriakan kesakitan. Justru ia menyunggingkan senyum miring. Matanya nyalang menembus kornea ayahnya. Kobaran keberanian dan emosi terpampang jelas di sana. Kekerasan fisik baginya sudah menjadi makanan sehari-hari bahkan bertahun-tahun. Ia sudah kebal menjadi samsak hidup.


Pergi dari rumah ini sekarang juga!" teriak Ben seraya melayangkan tamparan kedua. Lima jari itu mendarat telak di pipi Arthur. Mencetak tanda merah di sana tanpa perlawanan.


"Cukup ini terakhir kali ayah menyiksaku. Tak pernah sedikit pun aku diperlakukan seperti seorang anak. Aku akan pergi!" Kata itu terlontar juga dari bibirnya.


Remaja berwajah bulat itu segera mengemasi baju ke dalam tas beserta laptop. Arthur keluar tanpa menoleh sedikit pun pada ayahnya yang tengah mematung di tembok. Pintu luar sudah dibanting kasar. Hening. Badan Ben luruh ke lantai. Ia menutupi wajah lalu meremasi rambut.


"Maafkan ayah, anakku," isak Ben menatap butiran salju di bingkai jendela. Air matanya mengalir kian deras.


Hidup mereka mulai berubah semenjak ibu Arthur meninggal sepuluh tahun lalu. Bisnis retail yang sudah dibangun bertahun-tahun akhirnya kolaps, beberapa bulan setelah kematian istrinya. Tunggakan gaji karyawan dan hutang bank menumpuk. Rumah mewah mereka terpaksa dijual dan Arthur terpaksa pindah sekolah.


Ben sudah beberapa kali melamar kerja. Namun, selalu saja gagal. Sifatnya yang terkadang kasar dan mudah emosi seringkali menjadi keluhan para pelanggan restoran dan toko sepatu. Belum lagi Arthur tak bisa diatur. Ia cenderung hyperaktif semenjak kecil, membuat kekacauan di rumah. Akhirnya Ben kewalahan dan sering memukulinya agar diam. Arthur melunak, tapi berimbas kepada sikap anak lelakinya. Ia cenderung mengurung diri di kamar.


Berjudi dan mabuk-mabukan menjadi pelarian Ben. Ia masih meyakini peruntungannya ada di meja judi tak peduli harus memakai uang anaknya.

***


Sepanjang jalan Arthur mengutuki nasib buruknya. Lahir di tengah keluarga berantakan tanpa kasih sayang seorang ibu, ayah pemabuk, dan sekarang calon gelandangan di tengah kota.


"Benar-benar hidup yang indah," satire remaja itu. Kakinya menendang kasar sebuah kaleng minuman bersoda.


Telepon seluler tiba-tiba berdering. Ia enggan menjawab. Mungkin dari pemilik rumah yang menagih sewa. Suara dari saku mantel masih saja mengganggu. Pria itu bersungut menerima telepon. Ternyata dari Willy, teman SMA-nya.


"Hallo, bisa kamu menolongku, Ar? Kakek kekurangan kartunis untuk film layar lebar RC. Pegawai lama kami meninggal kemarin sore. Tolong datang ke studio kakek secepatnya jika kamu bersedia bekerja dengan tenggat waktu dua minggu," tawar Willy.


"Baiklah akan kupertimbangkan," jawab Arthur singkat lalu menggeser tombol merah di ponsel. Permintaan Willy menari-nari di pikirannya. Ambil atau tidak sama sekali. Mungkin kesempatan tidak akan datang dua kali di tengah kondisi ini.


Angin dingin mulai bertiup kencang. Tubuh remaja beralis cokelat itu duduk di sisi trotoar. Sejenak mengamati ranting kering di seberang jalan, meranggas persis seperti hatinya saat ini. Tas hitamnya tergeletak di sisi jalan. Ia meringkuk menahan gigil sekaligus kelaparan. Salju mulai turun deras menyelimuti kota.

***


Subuh hari Arthur bertemu Willy di studio menggambar RC. Badannya sudah sepucat kapas ketika sampai di bangunan dengan pilar-pilar tinggi dan besar. Lantai terbuat dari marmer putih dengan ornamen klasik, dan dinding lebih didominasi pelitur berwarna woody.


Kakek Willy adalah pemilik Rumah Produksi kartun terbesar di kota mereka. Pria berusia 70 tahun itu tersenyum ramah. Wajah tuanya kagum dengan kumpulan sketsa gambar di laptop Arthur, nyaris seperti hidup.


Untung hanya layar benda pipih miliknya saja yang rusak separuh, tapi tidak dengan harddisk dan data di dalamnya. Beberapa sketsa masih utuh dan langsung disalin ke dalam flashdisk milik Willy. Dua jempol Willy mengacung pada Arthur.


Pria tua itu mengangkat remaja itu sebagai tenaga magang setelah menyelesaikan wawancara. Senyumnya lebar saat mempersilakan Arthur menempati salah satu kamar kosong selama bekerja.


"Selamat, Ar. Semoga beruntung." Willy menjabat tangan dingin Arthur."


"Terima kasih, Kawan," ucap Arthur di sela perut yang berbunyi meminta makan. Mereka berdua tertawa.


Malam hari di tengah mereka makan malam bersama dan berbincang-bincang tentang tokoh kartun, tiba-tiba wajah pria beruban itu mendadak serius.

"Anggap saja ini studiomu, Nak. Lakukan apa pun yang kau mau tapi tidak dengan memasuki ruangan di ujung lorong kamarmu." Suara pria beruban itu menghentikan suapan roti Arthur.


"Kenapa, Tuan?" tanya Arthur penasaran. Raut wajah Kakek Willy berubah. Kali ini ia menatap tajam anak si seberang mejanya. Ia hanya tersenyum aneh tidak menjelaskan sebabnya. Hanya dari tatapan tajamnya, Arthur yakin ada suatu rahasia.


Hari kedua saat bergadang menyelesaikan proyek, Arthur mendengar bunyi pintu yang berderit seperti dimainkan angin saat keluar dari toilet.


Rasa penasaran mengalahkan larangan Kakek Willy. Tak ada hal aneh ketika ia mengintip dari daun pintu, gelap di dalam sana. Saat tubuhnya berbalik ada sebuah suara memanggilnya.


"Arthur ... Arthur ke marilah ...!"


"Ah, mungkin aku salah dengar," katanya seraya mengucek telinga. Arthur menguap. Tangannya sudah terentang mengusir kantuk. Pekerjaannya masih banyak.


Tak sengaja ia menyenggol sebuah lukisan Kakek Willy. Gambar sebuah kota dengan bangunan gedung hancur.


Sesuatu terjatuh tepat di kakinya. Benda keemasan, bersayap dengan ukiran sisik naga. Di tengah lingkaran naga menempel batu rubi hitam. Ujung depan seperti kunci biasa sedangkan pangkal berbentuk tabung. Ketika pria itu membuka tabungn sebuah mata pulpen tersembul di dalamnya.





Mungkin ini isyarat bahwa ada sesuatu di dalam ruangan tadi. Arthur berbalik lalu masuk ke ruangan. Kunci tadi sudah disimpan di dalam saku celananya. Ia menyalakan tombol lampu dan ....


Wow! Ruangan dipenuhi dengan gambar karakter kartun rumah produksi Kakek Willy yang sering dilihatnya di televisi. Mulai dari debut film pertama hingga sekarang. Lebih mirip musium mini. Ada beberapa rol film, komik, dan kaset kartun tertata apik di dinding hijau cerah.

Remaja itu mengagumi satu persatu tokoh di dalam peti kaca transparan. Arthur memang lebih berminat kepada karakter seorang Villain. Baginya sisi gelap seseorang lebih manusiawi. Ah, hatinya perlahan menggelap semenjak tumbuh tanpa kasih sayang.


Tangannya mengusap-ngusap kaca, membayangkan bisa menyentuh tokoh-tokoh di dalam sana. Netranya beralih pada bingkai kotak. Ada tulisan bertipe 'Roman Antique'. Seperti bahasa latin dengan tulisan CREATAM VIRTUTEM.*


"Hei, bukankah ini lubang kunci?" hampir saja ia berteriak melihat pojok kanan bawah peti kaca. Lekas ia menutup mulut. Sadar jika suara besarnya dapat memancing orang lain datang.


Ia teringat benda di saku. Mungkin cocok untuk membuka kotak besar transparan ini. Tangan kurusnya memutar kunci ke kanan hingga mengeluarkan bunyi 'klik'.


Kotak besar terbuka dengan kemilau indah. Cahayanya berpendar menerangi ruangan. Arthur terpukau apalagi gambar di dalamnya seolah-olah bergerak.


"Ini menakjubkan!" pekiknya antusias.


Namun, kekaguman itu lenyap seketika, berubah menjadi kepanikan. Angin kencang menerpa tubuh remaja itu. Badannya tersedot ke dalam kotak. Berpilin masuk dalam pusaran gelap. Ia merasakan pusing tapi masih dapat melihat seberkas cahaya di ujung sana.

***


Brugggh!


Tubuh jangkungnya mendarat pada sesuatu yang empuk, sebuah jok. Badannya oleng ketika merasakan kendaraan bergerak dengan laju.


"Ini seperti sebuah mobil," batin Arthur ketika selintas melihat dashbordi depan. Tangannya gemetar seraya memegang gagang di pintu mobil berwarna biru metalik.



pic by mdsspot


Kendaraan semakin melaju sepersekian detik, mungkin mengunakan tenaga supersonic. Remaja berambut ikal itu tak dapat melihat jelas siapa si pengemudi. Pikiran Arthur fokus untuk menyeimbangkan badan.


Gigi-giginya bergemeletuk dengan bibir terus bergerak, rambutnya sudah meriap-riap diterbangkan angin kencang. Saking takutnya ia mensugesti ini hanya mimpi kemudian menutup mata. Tanpa terasa tertidur dalam ketakutan.


Seember siraman air es membangunkan Athur. Ia terkesiap, perlahan kesadarannya muncul.


"Hei, kenapa tubuhku kaku?"


Tubuhnya meronta-ronta. Ototnya terasa kebas. Sebuah llitan tali tambang membelenggunya di meja panjang. Ia berada di sebuah ruangan kecil dengan cat biru pupus dan sebuah lampu neon yang sudah berkedap-kedip, mungkin sebentar lagi akan mati.


"Siapa kau?!" bentak seseorang di hadapannya. Pria bertopi dengan wajah mempunyai goresan panjang akibat sabetan pedang. Hampir moncong SS Subsonic-nya mengarah ke wajah Arthur.


Ia kenal dengan sosok itu, Matriz. Si penembak jitu di film Kelompok Bandit Putih yang tayang beberapa bulan lalu.


"Katakan! Berani sekali kau menyusup ke dalam mobil bosku," bentak Matriz lebih gahar. Ia bersiap menekan pelatuk.


"Hei, kenapa serius sekali, Teman? Kita baru saja memulai pesta. Hahaha ...." Seorang pria muncul dari punggung pria bertopi. Wajahnya penuh totol merah mirip orang terkena cacar. Rambut dicat biru terang.


Ia tengah bertelanjang dada dengan memamerkan tubuh dan lengan bertato bertuliskan 'Kebebasan'. Gigi bertaringnya berkilat ditimpa cahaya lampu. Bukankah ia .... Alarm di dalam diri Arthur menyala.


"Kau masih belum mengaku, Bocah. Baiklah mungkin alat kejut listrik ini dapat menyegarkan otakmu." Pria bertotol mengambil sebuah alat berlempeng besi. Ketika benda pipih itu saling didekatkan percikan api keluar dari sana.


Arthur semakin ketakutan. Tidak sadar ia telah mengompol di atas meja. Entah kenapa sulit sekali berbicara. Ia tengah terjebak di dunia kartun namun seperti nyata. Beragam pikiran di kepalanya masih mencari cara agar terhindar dari maut.


Sikap mencicit Arthur justru semakin memancing gairah pria di depannya. Ia menyengir senang. Beberapa senti lagi benda itu mendekati sisi kepalanya. Seketika suara Arthur bebas dari mulutnya, ia berteriak,


"Hentikan Mr. Xionto, Matriz! Aku akan mengaku. Aku mohon jangan siksa aku!"

Pria bertato bernama Xionto itu mengurungkan niatnya. Mimiknya berubah heran begitu juga pria di sebelahnya. Ia menatap Matriz seperti bertelepati.


"Kau tahu tahu kami?" tanya Matriz penuh selidik.


Arthur mengangguk cepat. Setidaknya tanda aman mulai tampak. Ia pun bercerita meski dengan kondisi terikat dan terbata-bata. Mr. Xionto bukanlah orang yang mudah percaya begitu saja. Bau pesing mulai menguar di ruangan. Tak mengubah ekpresi datar bos bandit itu.


Siapa sangka cerita Arthur berbuah simpati kelompok bandit. Perlahan kedua pengacau mulai paham tentang dunia manusia dan cara bocah–sebutan untuk Arthur memasuki dunia mereka. Apalagi ia sangat kentara menunjukan ketertarikan pada ketua Bandit Putih. Matriz melepaskan tali di tubuh remaja itu. Ada kelegaan di wajahnya. Inilah awal mula mereka mulai berkomplot.


Remaja itu semakin menikmati dunia berbeda bersama teman barunya. Idolanya tak seperti sosok kejamnya di dunia kartun, pria bertato itu lumayan menyenangkan, loyal dan memanjakannya. Meski tak segan-segan bertindak kasar terhadapnya jika tidak menuruti perintah. Itu tak jadi masalah bukankah Arthur sudah kebal dengan perlakuan kasar.


Hal lain terjadi. Kunci bermata rubi mulai menunjukan keajaiban saat tak sengaja ketika Arthur menggambar sketsa. Lukisan itu menjadi hidup. Hingga akhirnya mereka menciptakan beragam kekacauan di kota animasi–Paintown melalui tangan Arthur.


Pertama kali mengikuti misi, Arthur menggambar tabung berisi cairan TXT88, larutan yang dapat mengubah manusia berwajah setengah alien ketika meminumnya.


Mr. Xionto tertawa terbahak-bahak melihat hasil kerja anggota baru mereka. Manusia Baja–sang Super Hero bahkan mulai melakukan pengejaran terhadap kelompok pengacau itu tapi berbuah nihil. Arthur telah membuat selubung tak kasat mata untuk mobil mereka.


Semakin hari Arthur merasakan gairah baru. belajar untuk meneror orang lain. Ia senang saat melihat orang lain menderita. Beberapa kali ia bertindak sendiri dengan membuat robot raksasa untuk mengancurkan infrastuktur kota.


"Hanya iseng. Hehe," jawabnya seraya menyeringai kepada Manusia Baja yang telah menangkapnya. Sosok remaja itu tiba-tiba menghilang setelah diborgol. Microchip ditangannya telah membantu untuk berteleportasi.


Seiring peningkatan keahlian remaja itu, Mr. Xionto semakin memanfaatkannya. Memporsir pikiran dan tenaga si bocah untuk menciptakan keajaiban. Entah itu senjata, kendaraan, bahkan tokoh baru penjahat untuk melengkapi anggota Bandit Putih.


Mr. Xionto berniat merebut kunci dari Arthur. Ia berambisi untuk menguasai dunia termasuk dunia nyata. Hal itu membuat Arthur gusar. Cukup di dunia kartun beragam kekacauan mereka buat. Apalagi ia sempat melihat seorang ibu meninggal demi menyelamatkan anaknya. Hati kecilnya mulai terketuk.

***


Arthur sudah melarikan mobil subsonic dengan memegang kunci rubi hitam. Matriz terus menerus membabi buta menembaki mobil si bocah pengkhianat–hasil sabotase tadi siang. Sebuah peluru hampir saja bersarang di kepala Arthur jika tak mengelak. Mobil mereka berkejar-kejaran di udara. Seperti lintasan kilat beradu di angkasa.


Jika mobil subsonic dianalogikan seperti mesin waktu maka kunci padanya adalah pembuka portal dimensi lain. Hal yang dipahami remaja itu ketika berulang kali ingin gagal saat melarikan diri. Hanya perlu perhitungan relativitas yang tepat agar ia berhasil lolos, begitu yang diingatnya tentang teori Albert Einstein di sekolah.


Napas Arthur tersengal ketika tubuhnya sudah berada di depan pintu kamar rahasia. Ia berhasil keluar dari portal. Lain kali ia tidak akan memasuki suatu tempat tanpa izin pemiliknya.


Dunia villain bukanlah hal menyenangkan baginya. Justru menjadi petaka dengan nyawa sebagai taruhan. Arthur teringat tugas yang belum selesai. Ia bergegas kembali ke kamar.


Pukul dua belas malam saat semua karakter kartun sudah selesai, ketika cangkir kopi terakhirnya tandas diminum, sesosok tubuh sudah berada di belakang remaja itu.


Ia tersenyum miring kepada si bocah dengan membawa senjata, bersiap menembakinya dari ambang pintu kamar. Sekarang sosok itu menyeringai. Arthur sadar ia melakukan kesalahan fatal, lupa mengunci kotak kaca kembali.

"Pergilah ke neraka, Bocah!" teriak Xionto seraya membidik dada remaja di depannya.


Peluru rudal balistik–ciptaan terakhir Arthur–meluncur, tepat mengenai jantungnya. Seketika ia merasakan panas. Ruangan tiba-tiba merah dan terbakar. Api berkobar di mana-mana. Ia merasakan sakit luar biasa dan tubuhnya perlahan melumer seperti es krim.

***


Bau obat perlahan tercium di hidung Arthur. Perlahan kesadarannya pulih.Ada sentuhan hangat di tangannya.


"Ayah ...," lirihnya menatap sosok yang duduk di sebelah tempat tidur.


"Iya. Ayah di sini, Nak. Maafkan ayah telah menyakitimu selama ini." Ben mengelus rambut anaknya. Hatinya tergugah melihat wajah pucat itu lekat-lekat. Betapa ia telah menyia-nyiakan harta berharganya selama ini.


Sudah tiga hari buah hatinya dirawat di rumah sakit. Ben panik mencari keberadaan anaknya. Tubuh Arthur ditemukan tengah pingsan karena kedinginan oleh seorang pejalan kaki. Tepat di depan gedung studio kartun yang terbakar empat hari lalu. Menewaskan seorang kartunis, pemilik gedung, dan cucunya bernama Willy.(*)


Catatan:
*CIPTAKAN KEAJAIBAN.


21 Februari 2019
Adeline Nordica

Quote:
Diubah oleh AdelineNordica 15-12-2019 11:05
trifatoyahKnightDruidsomeshitness
someshitness dan 9 lainnya memberi reputasi
10
5.2K
57
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread40.9KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.