Mendaki gunung menjadi hobi bagi sebagian orang. Berbagai rintangan dalam pendakian tak menyurutkan semangat para pendaki. Termasuk adanya kisah misteri yang menyelimuti hampir semua gunung di Indonesia khususnya. Agan-sista masih ingat tentang hilangnya seorang pendaki di Gunung Piramid, Bondowoso? Ya, di trit kali ini TS ingin mencoba menuliskan gambaran kisah misteri itu. Penasaran? Yuk, mari simak!
Udara dingin masih menyelimuti sebuah kamar berukuran 5x5 meter. Aku masih ingin menghabiskan pagi di tempat ternyaman ini. Namun, ingatku pada perkataan Anto tempo hari memaksa untuk segera beranjak. Ya, sebenarnya sekarang hari libur sekolah. Biasanya jam segini aku masih terbuai dalam mimpi indah atau bergumul dengan guling. Rasa malas selalu saja datang di akhir pekan.
Jarum jam wekerku menunjukkan pukul enam pagi. Aku mengecek kembali ransel hitam yang terletak di atas meja kamar. Senter, camilan, minuman, dan beberapa perlengkapan sudah lengkap.
Setelah bebersih dan berpamitan dengan ibu, aku memacu motor ke rumah Anto teman sekolahku. Terlihat dari kejauhan, Anto sudah menunggu di depan rumahnya yang hanya berjarak 500 meter dari rumahku.
"To, Singgih sama Adit jadi ikut nggak?" Aku masih duduk di jok motor. Males juga kalau harus turun. Toh Anto juga sudah siap otewe.
"Jadi lah, nanti kita ketemu di perempatan sana."
"Ya sudah, ayo berangkat. Kamu yang di depan ya!" pintaku pada Anto.
"Oke."
Benar saja. Di perempatan terlihat dua sahabatku sudah menunggu. Anto membunyikan klakson, mengisyaratkan
"ayo jalan!".
Tiga puluh menit yang kami tempuh, hingga akhirnya sampai di parkiran pos pendakian Gunung Piramid. Ya, hari ini aku, Anto, Singgih dan Adit ingin menaklukkan salah satu gunung terkenal di kabupaten Bondowoso.
*****
Mendaki gunung sebenarnya bukan hobiku. Tapi karena ajakan teman-teman aku jadi tertarik. Lumayanlah untuk menambah pengalaman.
"Gimana Rik, kamu siap manjat?" nada bicara Anto seperti meremehkanku.
"Ayo, siapa takut?" walau ini pendakian perdana, aku pede saja.
"Nanti kita turunnya nunggu sunset ya! Kata orang bagus banget ngeliat matahari terbenam dari atas sana," ucap Adit di sela-sela perjalanan kami.
"Belom naik, udah ngomongin turun aja Dit?" jawabku.
Medan yang kami lewati sungguh tidak gampang. Apalagi untuk pemula sepertiku. Kami harus menyeberangi sungai, masuk hutan. Setelah itu disambut dengan kebun kopi.
Sesekali kami beristirahat di bawah rimbunnya hutan pinus. Untuk sekedar membasahi tenggorokan dan mengurangi beban ransel. Mencharge kembali tenaga dengan makanan yang kami bawa. Aku yang malas membawa makanan, hanya mengisi perut dengan beberapa potong roti.
*****
Tepat saat matahari di atas kepala, kami sampai di pos dua. Berjalan selama empat jam dengan jalanan menanjak benar-benar menguras tenaga. Hingga kami putuskan istirahat di campground ini. Anto dan Singgih langsung tepar. Sementara Adit sibuk cekrak cekrek. Mengabadikan moment, katanya.
Dua jam, kami menghabiskan waktu di campground itu. Setelah dirasa fit kembali, kami melanjutkan perjalanan.
Dan jangan tanya medan seperti apa yang kami lewati kali ini. Semakin tinggi semakin ekstrim saja. Bayangkan, jalan yang kami lalui hanya selebar satu meter. Kanan kiri tebing yang sangat curam. Ah, sungguh tak terbayang kalau seandainya kaki salah pijak.
'Deg! Kamu ngomong apa, Arik? Jangan bodoh! Ucapanmu adalah doa.'
Entah, kenapa tetiba terlintas pikiran seperti itu. Ada rasa takut, kalau-kalau tubuhku tergelincir jatuh ke bawah sana.
'Fokus Arik, fokus!'
Aku disibukkan dengan pergumulan otakku. Sampai tak terasa kami sampai di punggung Naga. Tinggal beberapa langkah lagi kami sampai di puncak Piramid.
*****
"Aku sampai sini aja ya. Nyerah udah nggak kuat," Singgih memilih untuk menghentikan langkahnya. Padahal hanya tinggal beberapa langkah kita sampai puncak.
"Kamu srius Nggih, nggak mau naik? Tinggal beberapa langkah lagi lho," Aku tak ingin pendakian kali ini sia-sia.
Karena Singgih benar-benar nggak kuat, kami putuskan untuk naik bertiga. Tiga puluh menit kami berjuang, akhirnya sampai juga di puncak Piramid ini. Rasa lelah lenyap seketika terbayar dengan indahnya pemandangan kota Bondowoso. Walau cuaca tidak mendukung, karena kabut tetiba turun. Tujuan awal untuk melihat sunset pun kami urungkan.
Sepuluh menit waktu menikmati keindahan alam dari puncak bukit Piramid. Karena kabut semakin tebal, selanjutnya kami putuskan untuk turun. Aku memilih berjalan paling depan. Saking semangatnya, aku tak menghiraukan omongan dua sahabatku untuk tidak memisahkan diri dari mereka.
****
pict
Dalam sekejap, jalan curam yang kulewati tadi tak ada lagi. Berganti dengan jalan halus, di sekeliling berdiri bangunan mewah seperti istana. Tepat di sampingku ada seorang perempuan cantik. Rambutnya panjang sebahu, melempar senyum manis kepadaku. Memakai gaun putih panjang menjuntai, dengan hiasan di kepala. Sementara tangannya meraih satu tanganku. Mengajak masuk ke tempat itu.
Berkali-kali tangan mendaratkan tamparan di pipiku. Memastikan mimpikah ini? Tapi perempuan yang mengenalkan dirinya sebagai Farida, meyakinkan kalau ini nyata.
"Kamu berada di istanaku, Arik."
"Bagaimana bisa aku di sini? Di mana teman-temanku? Bukankah tadi aku bersama mereka?"
"Kamu menjadi lelaki yang terpilih. Aku menginginkanmu untuk menemaniku di sini." Ucapan Farida benar-benar membuat otakku semakin tak bisa berpikir.
*****
Sementara di tempat lain, terdengar suara Anto, Singgih, dan beberapa warga desa ramai-ramai memanggil namaku. Aku bisa melihat mereka. Bahkan rasanya begitu dekat. Masa' iya, mereka tak melihatku?
Ada apa ini? Siapa Farida? Kenapa aku ada di tempat ini? Aku ingin pulang. "Ibu, Anto, teman-teman tolong aku ingin pulang!" Kenapa mereka tak menghiraukan permintaanku?
Rupanya semesta meyiapkan kejutan dahsyat untukku. Ditengah kebingungan atas semua yang kualami, Farida mengajakku ke sebuah tempat tepat di tepi jurang.
"Arik, lihat itu! Duniamu dengan mereka sudah berbeda." Aku mengedarkan pandangan ke tempat yang ditunjuk Farida.
Tidak! Sesosok yang sangat mirip denganku tergeletak tak berdaya di bawah tebing.
End.
Kisah ini adalah fiksi yang terinspirasi dari cerita hilangnya seorang pendaki beberapa bulan lalu. Apabila ada kesamaan nama, tokoh, serta tempat merupakan kebetulan belaka.