IztaLorie
TS
IztaLorie
Jangan Melanggar Pantangan Gunung Sumbing


_Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan._




"Aku juga mau ikut!" Lindu sudah menyusul ke basecame walau pun tidak diajak. Beruntung yang lain belum berangkat.

Galih yang baru menulis menghentikan kegiatannya dan menoleh. "Nggak ada, kamu nggak boleh ikut. Nanti pingsan di jalan."

"Biarin Lindu ikut, aku tunggu di sini." Sedari awal Elang memang tidak mau ikut tapi teman-teman memaksa. Mereka beralasan kalau Elang dapat membantu jika harus berhadapan dengan makhluk halus.

Mereka tidak tahu kalau dirinya saja kesulitan menghadapi makhluk yang tak kasat mata. Berpura-pura tidak pernah melihat mereka yang melintas di depan mata.

"Nggak ada, kamu tetap ikut," bantah Galih.

"Aku juga ikut." Lindu merebut bolpoin yang dipegang Galih lalu menggoreskan namanya di urutan nomor empat.

Galih bersungut-sungut, merebut bolpoin dan menuliskan nama Elang di urutan terakhir.

"Ayo kita berangkat." Galih sudah tidak mau ambil pusing kalau ada penambahan anggota yang membuat jumlah peserta menjadi ganjil.

Elang masih termenung, ini tidak bisa dibiarkan. Dia hendak memprotes tetapi Galih sudah mendorongnya agar bergerak maju.

Pada akhirnya dia hanya bisa berdoa untuk keselamatan semua tim karena mereka sudah melanggar pantangan.

Awal perjalanan ke pos 1 Malim mereka memilih untuk berjalan kaki dari pada naik ojek. Sejauh mata memandang hanya melihat hamparan tanaman berdaun lebar yang menjadi salah satu tanaman unggulan daerah Temanggung yaitu tembakau.

Mereka menemukan jalan persimpangan dan tak ragu-ragu untuk memilih berbelok ke jalur baru karena sebelumnya sudah mendapat pengarahan.

Meski pun medannya berat tapi mereka memutuskan untuk melanjutkan ke Pestan. Lagi pula pos 2 Gatakan terlalu sempit untuk mendirikan tenda.

Sampai sini Elang masih merasa aman, tapi kedamaiannya tak bertahan lama karena samar-samar tercium bau harum yang menyengat.

Elang menghitung jumlah anggota yang ada di depan. Meski pun dia berada di paling akhir tetapi ada lima orang di depannya. Mereka sudah ditemani. Berharap tidak ada suatu halangan yang berarti.

Galih menghentikan langkah karena sudah sampai di Pestan. Mereka di sambut dengan tanah lapang yang cukup luas dan jarang terlihat pohon yang tinggi, kebanyakan semak-semak.

Dia membiarkan mereka beristirahat sejenak sebelum membangun tenda.

"Capeknya. Akhirnya kita bisa beristirahat juga. Seharusnya tadi kita naik ojek menuju ke pos 1, lumayan menghemat tenaga," keluh Alfin.

Jono menyentuhkan telunjuk ke bibir. "Jangan mengeluh. Kita tadi sudah diberi tahu larangan ini."

"Alah, paling juga akal-akalan biar kita tetap semangat mendaki," bantah Alfin yang tidak pernah mau disalahkan.

Elang memejam untuk berdoa. Hatinya mulai tidak tenang, terutama karena masih ada yang mengikuti mereka.

Suara orang bercakap-cakap tertangkap telinga Elang, bunyi gamelan dan bau kemenyan semakin santer.

"Dingin-dingin gini enaknya makan bakso." Alfin mengosok-gosok kedua tangan untuk mendapatkan kehangatan.

Elang berdiri. "Kita turun saja sekarang, jangan melanjutkan perjalanan ke puncak.

Suara mangkuk beradu dengan sendok terdengar semakin lama semakin keras.

"Lihat," Alfin menunjuk ke arah utara. Ketiga teman yang lain sudah memandang arah yang ditunjuknya tapi Elang memilih untuk buang muka karena sejak awal dia sudah melihatnya.

"Hebat sekali bapak itu. Jualan bakso di atas gunung. Pasti laris, ayo kita beli."

Langkah Alfin dihentikan oleh Lindu yang berada paling dekat dengannya.

"Jangan menakut-takuti. Di sana tidak ada apa-apa."

Mata Elang beradu pandang dengan sosok laki-laki berbaju putih yang kira-kira seumuran dengannya. Sepanjang perjalanan selalu berjalan di depan mereka tanpa berbicara.

Laki-laki itu balik badan dan berjalan menjauh, menghilang dari pandangan Elang. Seolah-olah menyuruhnya untuk mengikuti turun gunung.

Tubuh Alfin gemetaran hingga limbung, terhuyung ke belakang. Jari gemetarannya gemetaran tapi terus menujuk depannya. Penjual bakso beserta gerobaknya menghilang dalam sekejap mata untuk kembali muncul dengan jarak yang lebih dekat.

Tubuh Alfin merosot hingga ke tanah ketika melihat penjual itu memamerkan barisan gigi tajam dengan darah menetes di sudut bibir.

Alfin mulai merangkak menjauh lalu secepat kilat berdiri. "Lari!" serunya sekuat tenaga.

Elang menyusul di belakangnya. Ketiga temannya masih saling berpandangan lalu menertawakan tingkah Alfin.

Lindu yang pertama berhenti tertawa karena bulu kuduknya berdiri dan mencium bau bunga melati.

"A, a, ayo kita lari." Jono balik badan dan berlari lebih cepat untuk menyusul kedua temannya.

Galih dan Lindu pun ikut mengejar. Masa bodoh dengan puncak dan segala keindahannya. Nyawa mereka lebih utama dibandingkan yang lain.

Kabut mulai bergelung turun semakin pekat, membuat jarak pandang terbatas. Mereka terpaksa memperlambat langkah kalau tidak mau tersesat.

Bergandengan tangan merupakan hal paling masuk akal yang mereka lakukan. Tiba-tiba Galih yang berdiri paling depan berhenti mendadak.

"Galih! Elang! Alfin! Lindu! Jono!"

Suara lembut nan merdu memasuki indra pendengaran. Memanggil nama mereka satu demi satu. Kabut mulai menipis.

Tampak sebuah pintu besar yang tinggi, dihiasi dengan ukiran yang rumit dan huruf-huruf jawa kuno terlihat indah terpahat di sana.

Sesosok perempuan cantik dengan rambut tergerai berdiri di depan pintu, kembali memanggil mereka. Tangannya melambai dengan senyum menggoda.

Elang menggoncang-goncang tubuh Galih sambil berseru nyaring, "Lari!"

Keempatnya tersentak dan buru-buru lari menuruni gunung. Melanjutkan hal yang tertunda.

Perjalanan terasa singkat karena mereka memaksakan diri untuk terus berlari meski pun tak jarang mereka jatuh karena tersandung akar tanaman.

Sesampainya di basecamp mereka beristirahat dan menceritakan apa yang mereka alami di atas.

Salah satu penduduk menyatakan rasa syukur karena mereka tidak tergoda untuk melewati pintu besar, itu adalah pintu untuk menuju dunia lain.


Elang mengangguk pada sosok berbaju putih yang diam-diam selalu di dekat mereka. Sosok itu perlahan-lahan menghilang setelah membalas senyum Elang.


Nb :
Pestan : peken setan/pasar setan
Diubah oleh IztaLorie 22-09-2019 23:28
zafinsyurgainfinitesoulswiitdebby
swiitdebby dan 15 lainnya memberi reputasi
16
2.3K
27
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.2KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.