opabani
TS
opabani
Kisah Empat Sekawan



Malam sudah di ambang mata, keempat remaja tanggung itu sudah berada di kaki gunung Kemiri, gunung yang sudah mereka idam-idamkan untuk di daki, tepat liburan panjang.

Keempat remaja itu terlihat lelah, maklum saja, ini adalah pengalaman pertama mereka, di antara mereka belum ada satu pun yang pernah mendaki gunung, apalagi memiliki pengalaman! Mereka hanya mengandalkan keberanian dan kenekatan semata, demi sebuah ambisi ingin menaklukkan Gunung Kemiri.

"Vin, kita berkemah saja dulu di sini, setidaknya untuk melepaskan penat."



Sumber gambar : picsArt

Vino dan teman-teman setuju atas usulan Badrun, memang benar, jika mereka butuh istirahat. Perjalanan dari kota tempat mereka berasal, menuju ke lokasi pendakian memang cukuplah memakan waktu, dan harus ditempuh sekitar lima jam dengan mengendarai bus.

"Oke, kita dirikan kemahnya!" Seru Jerry antusias.

Mereka berempat pun segera bekerja sama mendirikan tenda, serta melakukan kegiatan lain seperti mencari kayu bakar dari ranting-ranting di sekitar tempat mereka mendirikan tenda. Maklum, malam yang dingin memang paling pas kalau membuat api unggun, untuk sekadar menghangatkan tubuh mereka.

"Bekalnya jangan dihabiskan! Kita harus hemat, Bram!"

Celetuk Vino yang melihat Bram tampak melihat-lihat isi tas ransel, tempat mereka menyimpan stok makanan.

"Iya, Bray! Tenang!" timpal Bram terlihat sedikit kecewa.

**

Suasana pagi di kaki gunung terasa sejuk, kicau burung bersaut-sautan, menambah suasana menjadi terlihat asri dan alami. Keempat remaja itu sudah siap, istirahat mereka pun dirasakan sudah lebih dari cukup.

"Kalian sudah siap?"

Badrun coba untuk memastikan ketiga temannya, mengingat ini adalah perjalanan pendakian pertama mereka. Ketiga sahabatnya pun mengangguk serempak, tanda mereka sudah benar-benar siap untuk melakukan pendakian.

Pendakian pun dimulai.

***

Lima jam menyusuri jalan tanah dan penuh belukar, membuat keempat remaja itu kelelahan. Perjalanan rupanya tidak seperti apa yang mereka bayangkan, ternyata mendaki gunung itu cukup melelahkan bagi mereka.

"Drun! Kita berhenti di sini dulu!"

Suara teriakan Vino membuat ketiga temannya menghentikan langkah. Vino tertinggal sekitar duapuluh langkah dari ketiga temannya tersebut.

"Kamu kenapa? Sudah lelahkah?" timpal Badrun.

Mereka bertiga sepakat beristirahat di tempat mereka menunggu Vino.

"Apa kalian tidak merasa ada yang mengikuti kita?"


Sumber gambar : picsArt


Vino membuka percakapan sesampainya berada di tempat ketiga temannya menunggu. Ada gurat keherana di wajah Badrun, Bram dan Jerry.

"Perasaan tidak ada!" sergah Jerry cepat.

Wajah Vino tampak bingung, sesekali ia menyapu sekitar tempat mereka beristirahat.

"Aneh ...," gumam Vino lirih.

"Kamu jangan nakutin gitu dong, Vin!" sanggah Bram yang memang paling penakut di antara temannya.

"Ya sudah, kita istirahat dulu di sini, mungkin Vino kecapean, jadinya berhalusianasi." tukas Jerry menengahi.

***

Entah sudah berapa jam saja mereka beristirahat, mereka pun tertidur di bawah rindangnya pohon-pohon.

"Bangun kalian!"

Kaget.

Keempat remaja tanggung, tanpa pengalaman mendaki gunung itu pun terbangun.

"Kita sudah sampai puncak?!" tanya Jerry spontan, entahlah, mungkin saja itu rasa kaget bercampur panik.

Mereka menyapu sekeliling, tempat mereka berhenti dan beristirahat. Sepi, tidak ada siapa pun di sana.

"Hei! Kalian mencari aku?!"

Suara itu terdengar dari arah matahari terbit, keempat remaja itu juga sama-sama melihat seorang lelaki yang berdiri di atas batu berlumut.

"Siapa kamu?" Badrun coba bertanya.

"Jika kalian mau, ikuti aku! Akan kubawa kalian ke puncak gunung itu!" ujar lelaki itu sambil menunjuk puncak gunung.

Mereka sepakat mengikuti jejak lelaki yang baru saja dilihatnya.

"Sttt ..., itu lelaki yang tadi aku maksud," ujar Vino lirih.

"Kamu yakin, Vin?" jawab Bram.

"Iya, aku masih ingat baju yang dikenakan, karena aku sempat melihat ke belakang, ketika ngerasa ada yang mengikuti kita."

"Tapi sepertinya dia orang baik, kita berbaik sangka saja," ujar Badrun.

Mereka segera merapat ke dekat lelaki yang baru dikenal tersebut.

"Perkenalkan, nama saya Tiyo!"

Lelaki berwajah dingin, berambut ikal tak beraturan tersebut memperkenalkan dirinya, keempat remaja itu segera membalas, dengan menyebut nama mereka satu persatu.

"Kalian ingin ke puncak gunung ini, kan? Ikuti saja di belakangku."

Mereka berempat mengangguk tanda menyetujui, langkah pun segera dimulai. Baru beberapa langkah, Tiyo menghentikan langkahnya.

"Oh, iya! Kalian jangan banyak bicara, apalagi banyak pertanyaan, sebelum kita sampai ke puncak, ya!"

Setelah sepakat, perjalanan pun di lanjutkan kembali. Suasana yang mereka lewati menjadi sesuatu yang berbeda, seakan mereka tidak melihat alam di sekelilingnya.

"Kenapa kita seperti menaiki sesuatu, ya?" bisik Vino lirih.

"Sttt ...! Kita kan tidak boleh berbicara, Vin!" sergah Badrun cepat.

"Eh, kalian dengar tidak? Seperti ada yang memanggil namaku?" ucap Jerry.

Mereka tetap berjalan, meskipun ngobrol, akan tetapi tetap sambil berjalan dan tidak berani terlalu keras, mereka takut kalau Tiyo marah, karena melanggar kesepakatan.

"Bisakah kita berhenti?" ucap Jerry kepada ketiga temannya.

"Memangnya ada apa? Kita harus tetap berjalan, takutnya kita tertinggal jauh dari Tiyo!" sergah Bram.

"Hei ...! Apakah kalian lupa, kalau kalian tidak boleh banyak berbicara?!"

Tiyo menghentikan langkahnya. Tatap mata lelaki sekitar umur duapuluh tahunan itu kesal.

"Maafkan kami!" balas Vino cepat.

"Sebentar lagi kita sampai di puncak, tempat yang sudah kalian impi-impikan! Ayo semangat!"

Perjalanan akhirnya dilanjutkan kembali, dengan kesepakatan untuk tidak ada suara-suara, apalagi pertanyaan.

***

"Kita sudah sampai puncak!"

Suara Tiyo begitu lantang, sambil membentangkan kedua tangannya.

"Wah, kita sudah di puncak gunung kemiri, Bray!" teriak Jerry bahagia.


Sumber gambar : picsArt


Mereka terlihat senang, apalagi dengan indahnya pemandangan dari atas gunung, serta mega putih yang tampak dekat sekali, menjadikan mereka seperti sedang berada di atas awan.

"Kamu lihat tu, Tiyo. Seperti tidak merasakan kelelahan sama sekali!"

Ungkap Bram sambil menunjuk Tiyo yang duduk terpisah dari mereka.

"Kita dekati dia, setidaknya kita ucapkan terima kasih kepadanya, karena sudah berhasil memandu kita, hingga sampai puncak." timpal Badrun.

"Tunggu! Apakah kita juga merasakan capek? Sepertinya tidak!" Jerry coba merasakan tubuhnya.

Ketiga temannya pun mengangguk heran, ternyata mereka juga tidak merasakan capek.

"Sttt ..., jangan-jangan, Tiyo ...," ujar Vino tegang.

Tiba-tiba Tiyo mendekat ke arah keempat remaja tanggung tersebut. Tampak sekali kalau wajah Badrun, Vino, Jerry dan Bram tegang.

"Oh ya, setelah ini kalian mau ke mana?"

Pertanyaan Tiyo membuat keempat remaja itu bingung. Pertanyaan yang seharusnya tidak ada, bukankah para pendaki kalau sudah mencapai puncak, otomatis perjalanan selanjutnya adalah turun gunung.

"Apa ada tempat tujuan lain, setelah puncak gunung kemiri ini, Tiyo?" tanya Bram memastikan.

"Tidak ada!"

Tiyo berlalu pergi meninggalkan keempat remaja tanggung itu, yang tentunya masih dalam keadaan bingung.

"Jangan-jangan, Tiyo memang bukan manusia!" celetuk Jerry.

"Apa maksudnya, Jer?!" timpal Badrun.

"Kita mendaki gunung hingga sampai puncak, akan tetapi kita tidak merasakan capek, lapar maupun haus!" Jerry coba untuk menerangkan keadaan yang dialaminya, namun teman-temannya belum sadar akan hal itu.

"Iya! Kamu betul, Jer! Untuk ukuran normal, seharusnya kita sudah mengalami beberapa kali berhenti, untuk istirahat makan, minum atau tidur!" ungkap Vino meyakinkan.

"Lah terus kita? Bukankah kita juga sama, tidak ngerasain capek seperti Tiyo!"

Keempat remaja itu terdiam, rupanya mereka larut dengan pikiran mereka masing-masing. Sejurus kemudian, tiba-tiba Tiyo sudah berdiri di antara mereka.

"Tiyo! Sejak kapan kamu berada di sini? Bukankah tadi kamu sudah pergi?" tanya Vino keheranan.

"Sahabatku, aku dan kalian sama saja." ujar Tiyo datar.

"Maksudnya?" jawab keempat remaja itu serempak.

"Kalian semua, sudah tidak memiliki jasad!"

Selesai berbicara, Tiyo ngeloyor pergi meninggalkan keempat remaja tanggung tersebut.

"Tiyo! Apa maksud semua ini?!" teriak Bram panik.

"Sebenarnya, aku telah menjerumuskan tubuh kalian ke dalam jurang, saat kalian sepakat mengikuti jejakku!"

Suasana puncak Gunung Kemiri begitu lengang. Embus angin yang begitu kencang, hawa dingin yang begitu kuat, memang tidak membuat tubuh keempat remaja itu merasa dingin, seperti manusia pada umumnya.


Selesai.

NB : ini hanya kisah fiksi belaka, jika ada kesamaan nama tokoh dan tempat, ini benar-benar tidak disengaja.


19-09-2019
Diubah oleh opabani 04-10-2019 04:50
sebelahblogzafinsyurgainfinitesoul
infinitesoul dan 26 lainnya memberi reputasi
27
5.6K
63
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.2KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.