sumber gambar

Udara yang cerah membuat gunung Ciremai saat itu terlihat gagah, terlihat dua pemuda sedang sibuk dengan barang bawaannya untuk mendaki gunung yang dianggap tertinggi di Jawa Barat.

Terminal Cirebon Harjamukti menjadi saksi atas kedatangan mereka yang akan adventure ria di tanah yang indah bernama Ciremai.

"Nton lo dah siap..? " ujar Andri.

Anton hanya tersenyum sambil memberikan tanda OK dengan jempolnya. Tak lama berselang elf yang akan mengantarkan mereka ke kaki gunung pun datang. Di pertigaan Cilimus mereka turun harusnya sih menggunakan ojek atau menyewa angkot atau kendaraan bak terbuka bersama pendaki lain untuk menuju Base Camp Linggar Jati tapi Anton dan Andri ingin berjalan kaki dan itu kesepakatannya mendaki dari paling bawah hanya ingin menikmati suasana desa di sekitar kaki gunung saja.



sumber gambar

Sekilas tentang desa Linggar Jati sendiri pernah menjadi saksi sejarah perjuangan bangsa ini dengan "Perjanjian Linggarjati” yang terjadi pada masa agresi militer Belanda yakni tahun 1946. Disitu masih berdiri gagah sebuah gedung tempat perjanjian tersebut di adakan, semoga anak dan cucu kita nanti masih ingat bahwa di sini ada tempat yang bersejarah untuk meredam aksi Belanda di masa kemerdekaan.

Mereka pun berjalan menuju base camp ranger di ketinggian 600 mdpl berhubung waktu itu matahari sudah mulai masuk dalam peraduannya dan berganti dengan cahaya bulan. Maka udara dingin pun mulai menyelimuti kulit.



sumber gambar

"Hoshh.. hosh.. hosh.. Masa baru segini aja nyerah Nton.." ucap Andri.

"Hufff... edan ini tumben di belakang gw kok rasanya berat banget, pinggang gw ngilu nih cuy.."

"Ahhh..itu sih lo kebanyakan main sabun kali.. makanya bray jangan jomblo terus cari pasangan donk.."

Anton pun nampak cemberut di ledek Jomblo, "Hei Ndri... lo liat ada warung.. di pinggir tuh berhenti dulu ya.."

"Warung..? " Andri berfikir jalanan ini sunyi kenapa ada warung, padahal 2 minggu lalu dia juga sempat naik bersama kawan-kawan lainnya lewat jalur ini menuju base camp dan tak ada warung di sekitar sini. Ia berfikir mungkin warung ini baru, karena semakin ramai lalu lalang orang yang ingin menuju puncak Ciremai.

Samar-samar terlihat lampu yang menggantung dari sebuah warung kopi, letaknya tidak persis di pinggir jalan namun agak masuk lagi dengan jalan setapak kecil dan kanan kirinya rimbun dengan pepohonan yang lebat.



sumber gambar

Sebelum ke warung kopi jalanan menanjak ini walau di malam hari tetap ada hilir mudik kendaraan yang menuju base camp, tapi ini terlihat sunyi dan sepi bahkan kabut tipis mulai menyapa Anton terlihat gelisah namun ia tepis rasa khawatirnya. Karena sebentar lagi sebenarnya sudah mendekati base camp, tak apalah untuk rehat sejenak agar badan yang letih terasa segar kembali.

Sesampai di warung pun tak ada tanda-tanda yang mencurigakan, bahkan Anton dan Andri memesan kopi hangat yang rasanya juga nikmat. Pemilik warung pun seperti biasa ramah dan sopan melayani pembeli, tak beberapa lama datang seorang wanita sepintas terlihat tubuhnya nampak pucat tapi wajahnya tak terlihat jelas.

Wanita itu hanya diam duduk tak jauh dari keberedaan Anton dan Andri, anehnya penjaga warung pun tak menawarkan apa-apa ke wanita yang baru datang tadi. Sosok wanita itu memakai kaus biru bercorak hitam, dengan dilapisi jaket hitam bercorak merah, tak seperti pendaki pada umumnya ia memakai rok berwarna biru, serta tas hitam bercorak merah muda di pundaknya.

Sambil melepas lelah Andri bertanya kepada wanita itu, "Kak maaf mau naik apa mau pulang ?"

"Mau pulang mas... tapi ga bisa..!!"

Anton seperti bingung kok ndak bisa, "Emangnya kenapa Kak ?" Tanya Anton penasaran.

"Temanku masih di atas, aku juga mau balik ke atas..!!" Lalu ia pun berdiri dan kembali berjalan namun salah arah, ia masuk ke arah yang berlawanan.

"Ehhh.. kak tunggu kamu salah arah..!!" Teriak Andri.

"Oalahhh Ndri.. kamu mo kemana ?" Ujar Anton yang melihat Andri segera meninggalkan warung.

"Itu ngejar mbaknya takut nyasar dia salah arah.."

Anton pun sesudah membayar kopi langsung segera menyusul Andri.

"Hoshh.. hoshh.. Mana...??" Tanya Anton.

"Ga nemu gw nton.."

"Ya udah kita balik..."

Mereka pun segera kembali ke arah dimana warung tadi berada namun setelah menempuh perjalanan cukup jauh warung yang dicari tak kunjung ketemu.

"Ndri....kayanya kita tersesat, firasatku dari tadi buruk lebih baik kita banyak berdo'a"

"Aku pikir juga begitu Nton"

"Hmmm... bentar Ndri, kok bawaanku juga terasa lebih enteng tadi berat banget aneh.."

Lalu Anton kembali bicara,

"Ya udah kita susuri aja jalan setapak ini.. lo bawa batere cadangan kan..? Kita ga tau seberapa jauh nanti akan berjalan.."

"Ada Nton.."



sumber gambar

Lalu terdengar suara cekikian panjang, nampak sebuah siluet bayangan putih dengan rambut panjang seakan melayang dari kejauhan..

"Lo liat Nton...?"

"Iya gw liat kok... udah lo jangan meluk-meluk gini dong bikin gw jijay tau ga.."

"Gw takut Nton..!!"

"Sama gw juga, moga-moga tuh mbak kunti ga nongol lagi.."

"Ntonnn.. dia nongol lagi...tuh.. asli ini Nton gw hampir pipis di celana"

"Asemmm... malah nongol lagi, wani kesini tak pateni sampean.." gertak Anton.

Mbak kunti pun segera menghilang sambil cekikikan ketika Anton dengan jumawa tak takut dengan keberadaannya.

"Hufff dasar setan, malah ngilang lagi" umpat Anton.

Akhirnya mereka terus menyusuri jalan setapak kadang naik kadang turun, namun jalan itu relatif flat tidak ada turunan yang curam atau tanjakan yang curam, nyanyian jangkrik menemani perjalanan mereka hingga terdengar alunan suara gamelan yang syahdu.

"Nton.. lo denger ga ada suara gamelan.."

"Iya gw denger... lagunya kok ga asing kaya nada lingsir wengi..!!"

"Yang bener lo Ntonn... kok bulu ketek gw jadi merinding.."

"Bulu kuduk kali..!!"

"Iya maksud gw itu Ntonn.. jadi terus kita gimana..."

"Lanjut jalan aja kayanya tuh suara gamelan ada di depan kita.."

Mereka terus berjalan dan benar saja suara gamelan itu makin lama makin terdengar semakin dekat, lalu tiba-tiba

"Krosak..."

"Monyett.. monyett.. ntonn... monyet.." Andri sudah sangat ketakutan.



sumber gambar

Nampak sepasang mata tajam bersinar di balik semak-semak.

"Itu bukan monyet tapi meonng Andri" ujar Anton Geram.

"Macan Ntonn.. Macan...bukan meongg"

"Nah itu maksud gw macan tutul, tapi nampaknya jinak..."

"Macan ya macan salah-salah kita bisa dimakan ..." Andri jengkel dengan gaya Anton yang terlihat santai padahal bahaya menghadang di depan mata.

Macan tutul itu pun seakan mengajak mereka untuk mengikutinya, entah bagaimana caranya kedua pendaki ini mengikuti langkah macan tutul tadi hingga sampai di sebuah gubuk. Lalu macan tutul itu kembali berlari memasuki gelapnya hutan. Namun herannya suara gamelan sudah tidak terdengar lagi, apakah para pemainnya sudah pindah ke desa penari, entahlah semuanya masih samar dan tak bisa di fikirkan dengan akal dan logika.

Bintang-bintang nampak berkerlap kerlip, cahaya rembulan nampak redup terhalang kabut yang tipis namun tetap memberikan suasana alam semakin mistis.

"Kriekkk..." pintu gubuk pun terbuka, nampak seseorang yang sudah tua dengan jubah putih.

"Hmmm...ada apa cucuku malam-malam begini singgah di istanaku" ujar si kakek.

"Maaf eyang kami tersesat.." ujar Anton.

"Kalau gitu kita masuk dulu ke dalam cucuku.."

Mereka berdua pun masuk ke dalam gubuk kakek itu, perabotan yang terlihat sangat sederhana tak ada peralatan mewah hanya ada beberapa cangkir dari tanah liat dan sebuah teko serta tungku perapian yang sepertinya untuk memasak.



sumber gambar

"Eyang maaf saya bingung ini dimana? Dan tadi itu ada macan tutul peliharaan eyang ?"

"Tempat ini nanti kalian akan tahu sendiri.. beruntung kamu bertemu macan tutul kepunyaan Nyi Linggani...kalau tidak maka nasib kalian akan sama dengan perempuan itu.."

"Perempuan mana eyang...?"

Si kakek yang ditanya hanya terdiam, lalu berguman dan kata-katanya kurang jelas tertangkap oleh telinga.

Anton dan Andri yang masih banyak pertanyaan nampak enggan untuk membuka percakapan, terasa ada rasa yang membuat mereka hormat kepada si kakek di depannya.

"Kalian shalatlah dulu, lalu tidurlah di balai ini hingga pagi menjelang nanti akan eyang ceritakan dimana tempat ini cucuku..!!"

"Iya eyang.." ucap mereka serempak.

Ketika mereka sedang shalat nampak burung gagak hitam yang bertengger di jendela rumah ini..

"Kkaakkk.. kkaaakkkk.." suara gagak mengiringi ketika mereka sedang ibadah.

Lalu ketika mereka hendak berbaring di balai, gagak itu pun pergi namun kembali datang seekor tawon hitam yang hinggap namun tak menganggu.

"Kalian tidurlah disini, eyang akan keluar dulu" sembari menunjuk sebuah balai yang sederhana.

"Iya eyang..."

Tubuh mereka yang terlihat lelah pun segera di rebahkan tak berapa lama dengkuran halus pun mulai terdengar, kedua pendaki Anton dan Andri pun akhirnya tertidur dan bermain-main dengan alam mimpi.

Matahari mulai bersinar menembus ranting ranting pohon yang tertiup angin yang berhembus dengan pelan, Anton nampak masih mendengkur begitu juga dengan Andri. Hingga salah satu dari mereka pun terbangun dan melihat pemandangan di sekeliling yang sangat berbeda dengan keadaan tadi malam.

"Anton.. Ntonn.. bangun..." Andri menggerakan tubuh Anton.

"Apaan sih lo.. gw masih ngantuk juga"

"Ini lo lihat kita dimana?"

Anton segera terbangun dan benar sekali mereka tidak tidur di balai sebuah gubuk, namun mereka tertidur di sebuah wilayah yang luas dahulunya tempat sebuah batu besar berada yang disebut pos "Batu Lingga".



sumber gambar

Batu Lingga sendiri berada di atas jalur pendakian gunung Ciremai, batu itu saat ini sudah di gulingkan oleh masyarakat karena menjadi tempat pemujaan sesat. Maka daerah tersebut hanya tanah lapang biasa, Anton dan Andri pun bingung bagaimana ia bisa mencapai disini sedangkan jalanan yang ia lalui malam itu cenderung landai padahal menuju ke sini jalanan cukup curam belum lagi melewati jalur tanjakan Bapa Tere sangat menguras tenaga dengan kemiringan yang ekstreem.



sumber gambar