lapar.bangAvatar border
TS
lapar.bang
Gunung Arjuno Dengan Segala Terornya


November 2015

Quote:


Perkenalkan, namaku Johan, aku biasa di panggil Jo. Bulan November adalah bulan yang tak pernah kulupakan.

"Jo, sabtu depan kita mau mendaki gunung Arjuno, kamu mau ikut?" Celetuk temanku saat kita sedang asik makan di kantin sekolah.

"Tapi aku belum pernah mendaki" Jawabku menimpali Nico.

Nico adalah teman sekelasku, aku tau dia sudah melanglang buana keberbagai puncak gunung, aku tau itu karena dia selalu saja bercerita tentang perjalanan yang membuatku terkagum-kagum.

Tak butuh waktu lama aku pun langsung mengiyakan ajakan Nico.

"Kapan lagi aku bisa mendaki gunung kalau tidak sekarang" Ujarku dalam hati.

Pendakian gunung Arjuno didominasi oleh teman sekelasku yang mayoritas baru memulai debut pertamanya. Tak terkecuali aku.

Aku tak tau berada dimana gunung Arjuno yang akan aku daki. Yang aku tau di belakang sekolahku ada dua gunung raksasa yang menjulang tinggi. Dengan gagahnya gunung-gunung itu menatap seisi kota dari atas sana. Dan, satu dari dua gunung itulah yang akan kudaki esok lusa.

Pendakian pertamaku bisa dibilang pendakian paling tak mengenakkan, aku adalah orang yang sensitif dengan bau dupa. Tapi, kali ini aku mendaki gunung Arjuno melalui jalur religi yang berada di Purwosari yang terkenal dengan jalur mistisnya.

Saat berada di jalan perasaanku tak menentu, antara takut dan antusias sedang beradu. Benar saja saat memasuki desa terakhir aku mencium bau dupa di sepanjang jalan, banyak pura kecil dipelataran rumah warga. Dan perjalananku dimulai dari sini.

Pukul empat lebih lima menit. Setelah melakukan simaksi pendakian dan memarkirkan kendaraan, langkah pertamaku sudah disambut dengan semilir angin yang di barengi dengan wewangian dupa. Kulihat kanan-kiri banyak batu-batu besar. Ada beberapa batang lidi sepertinya. Lidi itu berwarna merah dan mengeluarkan asap. Tentu kau tau itu kan.

Perjalanan yang seharusnya bisa ditempuh dengan waktu satu jam harus kita tempuh lebih lama karena salah seorang temanku mengeluh dengan bawaan yang dirasa amat sangat berat.

"Jo, sebentar jo. Kita istirahat dulu" Panggil Nico di belakangku.

"Tapi, nanti kita tertinggal oleh rombongan lain. Co" jawabku singkat.

"Sudah biarkan mereka jalan duluan, kita di belakang saja" Nico langsung duduk dan meletakkan tas yang menurutku sangat besar itu.

Suasana sangat hening. Tak sedikitpun aku mendengar suara kendaraan, yang kudengar hanyalah bunyi jangkrik yang saling bersahutan. Sesekali suara gemuruh angin yang menabrak cemara-cemara besar di atas sana yang seakan-akan ingin mengajakku bernyanyi.

Suasana semakin gelap. Aku dan Nico menjadi rombongan terkahir yang sampai di pos satu sore itu. Beberapa kawanku sudah menyiapkan makan malam dan minuman hangat. Menunggu adzan magrib, kita sholat berjamaah secara bergantian di dalam goa Ontoboego.

Saat aku mengambil air wudhu yang berada di samping gazebo kecil aku harus turun lagi kebawah. aku mendengar suara geraman yang menurutku aneh.

"Grrrrrrrr"

Aku terkejut, namun aku tetap melanjutkan wudhu hingga untuk yang kedua kalinya aku mendengar geraman itu lagi.

"Grrrrrrrrrrrrr"

Kali ini geraman itu lebih panjang dan lebih keras. Kulihat sekelilingku tak ada seorangpun, saat kutengok belakang teman-temanku sibuk bercengkrama, ada juga sebagian yang sholat.

"Byur Byur Byur" Terdengar seseorang yang berada di kamar mandi sebelah.

Aku pun menunggu orang itu keluar, mungkin saja dia adalah temanku yang ikut mengambil air wudhu tadi. Namun, hingga beberapa lama apa yang aku tunggu tak kunjung keluar. Aku mengambil senter di saku sebelah kanan, aku berjalan perlahan menuju kamar mandi tersebut. Dengan menelan ludah, kubuka secara pelan pintu yang terbuat dari kayu lapuk itu, namun tak ada siapa-siapa di dalam.

"Mungkin kamar mandi sebelahnya" Kataku dalam hati.

Kaki dan hati tak singkron, disisi lain hati ini ingin melihat apa yang ada didalam. Tapi kaki ingin segera kembali ke rombongan. Suasana mendadak hening, tak terdengar suara angin atau hewan-hewan kecil. Yang terdengar hanya sesekali suara kaki yang terus melangkah.

"Kreeeeekk" Suara pintu tua itu semakin membuat perasaanku kacau.

Tak ada siapapun di dalam, kulihat air di bak penampunya juga tak beriak. Lantas apa yang kudengar baru saja. Aku berusaha melihat seisi kamar mandi, tapi hasilnya nihil. Samar-samar aku mencium bau busuk yang amat menyengat, senter yang berada di tangan kanan pun langsung menuju ke sumber bau itu.

"Ya Tuhan, semoga aku salah lihat"

Sosok kepala dengan muka yang amat seram berada di atasku, rambut panjang warna hitam itu juga sangat lusuh. Matanya melotot dan menyeringai ke arahku. Aku menutup mata dan keluar dengan pelan. Aku mengambil nafas dan aku berusaha berjalan meninggalkan tempat tersebut.

Perlahan tapi pasti aku bisa menguasai kondisi dan kembali ke rombongan yang sudah siap santap malam.

"Jo kamu kenapa, tidak ikut makan?" Tanya Tomi yang tidak lain adalah teman sekelasku.

"Ah iya, sebentar aku mau sholat dulu, sisakan saja sedikit nasi dan lauk itu" Sahutku datar.

Langsung kuambil arah kiblat. Pikiranku kembali tenang tapi sesekali telingaku mendengar bisikan-bisikan halus yang seakan-akan memanggilku dari dalam goa. Aku tak mempedulikan itu dan aku terus saja melanjutkan sholatku.

Setelah acara isoma, aku dan rombongan kembali melanjutkan perjalanan ke pos dua yang dikenal dengan pos Tampuono. Tak ada kendala dalam perjalanan saat itu. Namun saat tiba di pos dua pandangan ini tak lepas dari jalan tangga yang menuju kesebuah tempat. Sendang Dewi Kunti.

Saat hatiku berusaha membuang pikiran-pikiran buruk itu, aku malah semakin penasaran.

Co, ini ke sendang Dewi Kunti jauh gak?" tanyaku kepada Nico yang duduk disebelahku.

"Gak terlalu, ngapain malam-malam seperti ini kesana" Sambung Nico

"Aku penasaran" Imbuhku.

"Berhati-hatilah, apa perlu kutemani?" Lanjutnya.

"Tak perlu, aku hanya sebentar" Pungkasku yang kemudian jalan neninggalkan Nico.

Waktu menunjukkan angka sembilan kurang. Aku ijin untuk pergi sebentar. Hawa disana sangat dingin. Kunaiki anak tangga menuju tempat itu hingga aku sampai di tempat yang menurutku sangat-sangat damai.

Entah, hawa di tempat ini sangat beda, aku menghisap tembakau yang sudah aku racik dari rumah, hembusan asap yang keluar dari mukutku menambah kesan tenang malam itu.

Wangi, wangi sekali. Aku melihat sekitar tak ada siapapun. Saat aku kembali memandang ke arah depan aku melihat sosok wanita yang amat cantik, rambut lurusnya tergerai sampai punggung, memakai baju khas jawa (kemben) dan tanpa alas kaki, aku berasumsi dia adalah orang baik.

Dia tersenyum manis, membuatku ikut menyambut senyuman itu saat melihatnya, namun senyum itu tak berselang lama.

"Woi Jo, ngapain disini, buruan balik, anak-anak mau lanjut nih" Aku terkrjut saat mas Aji memanggilku dari belakang.

"Ah iya mas, sebentar, mau habisin rokok dulu" jawabku ke mas Aji sambil mengangkat tangan kananku untuk menunjukkan sebatang rokok yang tinggal setengah.

"Hilang" Kataku dalam hati.

Wanita cantik tadi sudah tidak ada dari pandanganku. Aku bertanya-tanya siapakah dia. Apakah dia sosok Dewi Kunti. Ah rasa penasaranku terus berputar putar dalam kepala. Dan. Aku tidak bisa menjawabnya.

Dari pos Tampuono hawa semakin dingin, aku dan kawan-kawanku melanjutkan perjalanan menuju pos tiga atau yang di sebut Eyang Sakutrem.

Perjalanan tak memerlukan waktu lama hingga aku sudah sampai di pos tiga. Sebuah bangunan kecil seperti shelter ini tak seaneh seperti yang aku kira. Disini aku dan teman-temanku hanya mengambil nafas sebentar kemudian melanjutkan perjalanan ke pos empat atau pos Eyang Semar.

Di tengah perjalanan aku sedikit terkejut saat memasuki sebuah hutan yang menurutku sangat aneh. Ya. Hawanya sangat hangat bahkan cenderung panas, berbeda dengan di pos satu dan dua, di tengah hutan ini aku merasa gerah. Namun aku tetap melanjutkan perjalanan malam itu.

"Kalau istirahat disini jangan lama-lama, sebisa mungkin ambil nafas sebentar lalu lanjut jalan" Kata mas Jacko selaku leader di pendakian kali ini.

Aku hanya meng-iya kan saja perkataannya.

"Gerbang?" tanyaku dalam hati. Sambil menoleh ke arah Nico, yang kemudian dia hanya membalas dengan anggukkan kepala.

Aku rasa dia sedang menyemangatiku.

Sekarang hawa semakin hangat, aku sudah memasuki area hutan dengan vegetasi yang lumayan lebat, jalanan masih sedikit landai dan di sebelah kanan ada bangunan tua berwarna biru dari kayu yang di kelilingi pagar bambu. Di depan pagar itu ada sebuah tulisan jawa yang aku sendiri pun tak tau artinya.

Kaki terus melangkah tapi kepala terus menengok ke arah kanan. Ada perasaan kurang enak saat aku melihat tempat itu. Tapi aku tak menghiraukannya.

Di depanku ada Bagus tapi ada yang aneh dengannya. Aku melihat dia sangat pelan saat berjalan, hingga aku berada di belakangnya persis. Tapi yang aku lihat adalah sosok nenek tua berbaju compang-camping ada di atas tasnya, nenek itu tersenyum sambil memamerkan giginya yang merah berlumuran darah. Kuku-kuku tanganya hitam dan sangat panjang, baunya pun tak sedap. Terlihat sangat menjijikkan.

"Ya Tuhan. Apa ini" Keluhku dalam hati.

Aku semakin mempercepat langkah dan menyalip Bagus yang sedang duduk beristirahat di tepi jalan.

"Gus, aku duluan ya" Sapaku terhadap bagus.

"Buru-buru amat Jo, sini lah kita bareng. Nanti juga bakal ketemu sama yang lain. Jawab bagus sambil mengelap peluh yang berada di wajahnya.

"Iya Gus, lagi semangat ini, pengen nyusul temen yang di depan, ini lagi di diklat sama Nico biar terbiasa jalan cepet katanya" Aku langsung berjalan meninggalkan Bagus yang ditemani Tomi, sementara Nico masih setia di belakangku mengikuti langkah-langkah kaki yang semakin lama semakin melambat.

Baca juga; Pendakian Gunung Arjuno-Welirang Edisi Ngerjain Dan Dikerjain Jin Gunung

Tanaman kecil dengan tinggi tidak sampai satu meter dan memiliki tiga batang daun bergerak sangat cepat. Dua batangnya diam dan satu batang di tengah-tengahnya bergerak dengan sendirinya. Aku terus memperhatikan tanaman itu dan aku memegangnya. Saat aku melepasnya, tanaman itu kembali bergerak.

"Sudah gak usah aneh-aneh, yuk kita lanjut jalan" Celetuk Nico yang mengajakku untuk terus berjalan.

Aku melanjutkan perjalanan itu dan kembali di atas aku menemukan tanaman yang sama. Namun, kali ini ketiga batang daun itu bergerak sangat cepat.

"Jangan lihat kesamping apalagi kebelakang, Jo" Celetuk Nico sepontan.

"Ada apa di belakangku" Aku langsung berhenti melangkah.

"Sudah ikuti saja apa kataku, dan teruslah berjalan" Imbuhya dan ia menyuruhku untuk tetap berjalan.

"Tapi kau tak meninggalkanku kan, Co" Tanyaku memastikan.

"Aku tetap di belakangmu, tenang saja" Sahut Nico menenangkanku.

Aku terus berjalan tanpa menoleh kesamping apalagi belakang. Tapi aku sangat penasaran hingga rasa penasaranku mengalahkan segalanya. Aku menoleh kebelakang dan aku terkejut dengan apa yang aku lihat.

Sosok pocong dengan kain putih yang sudah mencoklat dan muka hitam itu berada di hadapanku. salah satu matanya keluar menjulur hingga bawah hidung, pipinya seperti lubang pasir dan banyak belatung di sekitar lubang-lubang itu. Sontak saja langsung menutup mata.

"Sudah kubilang jangan menoleh kebelakang" Kata Nico. "Sekarang bukalah matamu, dia sudah tidak ada" Lanjut Nico.

Aku menutup mata agak lama, hingga aku memberanikan diri untuk kembali membuka mata. Dan, hilang. Pocong tersebut hilang.

Nafasku sedikit tersengal karena melihat penampakan sejelas dan sedekat itu. Aku mengistirahatkan badan dengan hawa yang sedikit aneh, aku tak berani berlama-lama seperti apa kata Mas Jacko, kemudian aku melanjutkan perjalanan hingga pos empat.

Pos empat atau pos Eyang Semar tak ada keanehan, jarum jam sudah menujukkan angka sebelas kurang, dan aku kembali melanjutkan hingga pos lima atau Mangkutoromo.

Dingin. Setelah melewati pos Eyang Semar, hawa kembali dingin seperti awal.

Baru saja aku sampai di pos lima, aku melihat sosok lelaki tua memakai baju serba hitam sedang berdiam diri di atas Candi Makutoromo. Tongkat panjang berwarna hitam yang berada di sampingnya berdiri dan bergerak dengan sendirinya. Aku terperangah. Aku berdiam diri melihat keanehan yang aku lihat itu. Langsung saja Nico menarik tanganku dan kemudian kita mencari tempat untuk mendirikan tenda.

Bintang bergelantungan dilangit-langit malam, lampu kota terlihat kerlap kerlip di bawah sana. Dan semua rombonganku sudah sampai dan langsung beristirahat, tak terkecuali empat perempuan di dalam rombonganku. Hanya menyisakan Aku, Nico, dan Mas Aji. Hingga kantuk datang akhirnya kita semua pamit untuk beristirahat.


"Kyaaaaaaa" Terdengar suara jeritan dari dalam tenda.

Sontak saja aku dan beberapa temanku langsung terbangun, tak terkecuali para pendaki lain yang tendanya berada di sekitar kita.

Empat perempuan sedang menangis dengan muka ketakutan. Isi tenda berantakan. Kejadian tengah malam itu berhasil membuat panik seluruh pendaki. Beberapa dari kami terjaga dari tidur untuk menjaga sisa malam yang sebentar lagi berganti pagi.

Terlihat bahu dari Anjar, Dewi, Nikmah, dan Dian bergerak naik-turun. Sepertinya mereka masih menangis karena ketakutan, Mbak Ika dan Mbak Mayang yang aku ketahui tetangga sebelah langsung menenagkan para perempuan yang baru saja menangis histeris.

Menurut pengakuan Dewi. Saat ia tak bisa tidur, ia merasa ada sosok bayangan yang memutari tenda mereka, yang kemudian entah darimana bayangan hitam tersebut masuk kedalam tenda dan membuat ke empat perempuan itu menangis histeris.

Memang saat aku baru sampai di pos lima aku merasakan sedikit keanehan, terlebih saat aku berfoto di pintu masuk sore tadi, di sebuah gambar kamera yang di potret oleh temanku, telihat bayangan hitam di langit-langit, tapi kita hanya mengira bahwa itu kebetulan saja.

Hingga pagi menjemput, aku membatalkan agenda untuk naik ke puncak, kondisi tubuh yang amat lelah terutama saat aku menemui berbagai kejanggalan malam tadi, hanya mampu mengantarkanku sampai ke pos Jawadwipa saja atau pos tujuh, Aku tak mampu melanjutkan perjalanan, dan aku kembali kebawah dengan di temani Mas Aji, sementara sisanya naik.

Saat perjalanan turun kejanggalan di pagi hari kembali terjadi. Aku halusinasi. Aku halusinasi karena riwayat asam lambungku kambuh. Aku tertunduk lesu dan aku langsung memejamkan mata. Aku merasa ada sosok wanita yang berjalan menghampiriku.

"Ada wanita berjalan kesini" Kataku. "Dia barusaja melwatiku, dia berjalan ke atas" Aku berkata dengan kondisi tubuh yang amat lemah. Aku tak bisa berdiri, hanya sekedar bergerak pun perutku terasa sangat sakit.

"Jo, bangun Jo, kamu kenapa Jo, kamu ngomong apa barusan?" Mas Aji panik.dan menggoyang-goyangkan tubuhku, hingga aku mendongakkan kepala.

"Perutku sakit Mas, aku istirahat sebentar ya" Ucapku lemas dan kembali menundukkan kepala.

"Bukan Jo, bukan itu, siapa wanita yang melewatimu baru saja?" Tanya Mas Aji.

"Hah. Memang, aku berkata apa mas?" Aku masih menundukkan kepala.

"Sudahlah, jangan terlalu lama, naiklah ke punggungku dan ayo kita kembali ke tenda"

Aku hanya mengiyakan kata Mas Aji, aku di gendong dan kita berdua lanjut turun. Aku tak sadar, saat aku bangun aku sudah berada di dalam tenda, dan beberapa temanku sudah mengkerubungi aku.

"Kamu gapapa Jo? Tanya Nico yang menemaniku di dalam tenda.

"Memangnya aku kenapa Co?" Aku berbalik mengucapkan kata tanya.

"Kata Mas Aji kamu pingsan jo, sudah ini makan dulu"

Nico pun memberikan makanan dan aku memakannya dengan lahap. Aku rasa Nico sangat khawatir dengan keadaanku. Apalagi ini adalah pendakian pertamaku.

"Maaf Jo, gara-gara aku mengajakmu ke gunung kamu jadi seperti ini" Sela Nico saat aku baru saja menyelesaikan makan siangku.

Aku hanya berdiam tak menggubris apa yang Nico bicarakan.


"Hari ini. Aku mendaki Gunung Arjuno dan aku gagal menggapai puncaknya. Kelak aku akan kembali kesini dan mengulang perjalanan beserta misteri yang sama di tempat ini"


TAMAT
Diubah oleh lapar.bang 19-09-2019 13:24
anasabila
Gresta
pulaukapok
pulaukapok dan 5 lainnya memberi reputasi
6
7.1K
80
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.9KAnggota
Terlama
Thread Digembok
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.