• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • [Serpihan Kisah Nyata] Legenda Ciremai : Ternyata Nini Pelet Itu Ada!

i.am.legend.Avatar border
TS
i.am.legend.
[Serpihan Kisah Nyata] Legenda Ciremai : Ternyata Nini Pelet Itu Ada!


PROLOG

Kehidupan itu selalu berdampingan. Ada siang, ada malam. Ada langit, ada bumi. Ada air, ada api. Ada yang kasat mata, ada yang tak kasat mata. Dan ketika yang tak kasat mata menunjukan diri, sebenarnya mereka hanya ingin mengatakan bahwa mereka memang ada, dan........ nyata!

Seperti halnya kehidupan di dunia nyata, beranak pinak, di dunia lainpun mereka memperbanyak keturunannya. Dan di Gunung Ciremai, Jawa Barat, kisah ini terjadi. Kisah yang menjadi serpihan masa lalu penulis, yang telah juga ditulis di SFTH, diceritakan kepada anak-anak penulis, dan kini ditulis kembali untuk kaskuser semua.

Yakinlah.....
Mereka itu nyata....... Dan ada!




Jakarta Selatan, Juni 1986.

Gw, yang masih marah karena kegagalan Gugus Depan gw di SMA bilangan Jakarta Selatan untuk naik Gunung Gede-Pangrango, berniat menghapus kekecewaan untuk naik kembali ke Ciremai, gunung yang sebenarnya telah gw daki 1 tahun sebelumnya bersama seorang kawan gw, yang polos, kalem, alim, pintar, tapi nggak tau yang namanya campingdan hiking.

Kini, gw ajak kawan gw yang emang slengean, kawan pelatih Pramuka di beberapa SD dan SMP, untuk menemani gw berangkat ke Ciremai. Keputusan yang ternyata salah dan fatal!

Gw berangkat dengan bis kota menuju Pulo Gadung, untuk selanjutnya dengan bis antar kota berangkat menuju Kuningan, Jawa Barat, letak dimana Ciremai, gunung tertinggi di Jawa Barat, menancapkan kukunya dengan angkuh.

Sampai di kaki gunung Ciremai, hari telah beranjak sore. Dengan keyakinan penuh, gw didampingi Budi, nama kawan gw, gw menapaki jalanan aspal yang menanjak, menuju pos pendakian.

Selama gw bermalam di pos pendakian belakang warung, nggak ada kejadian yang aneh-aneh, semua lancar-lancar aja. Malam inipun cuacanya cerah. Langit dipenuhi kerlap-kerlip bintang. Bulan juga nggak malu-malu untuk bersinar.

Gw cuma sedikit ngobrol sama Budi. Gw justru banyak melamun, merenung, berfikir tentang Rinda. Gw raba saku baju PDL gw, lalu gw ambil sebuah foto ukuran 3x4 hitam putih. Foto Rinda. Udah lama foto ini menemani gw. Dulu gw diam-diam ambil foto ini dari formulir pendaftaran Pramuka. Waktu itu kebetulan dia nempelnya gak kenceng jadi gampang gw copot. Kayaknya juga Rinda udah masang foto baru waktu itu. Mungkin dia bingung, koq fotonya nggak ada. Hahaha...

Gw pandangi foto Rinda. Sedih.
Gw gak habis pikir, kenapa dia mudah berubah sikap. Padahal soal hiking yang gagal waktu itu bukan mau gw, bukan salah gw. Kenapa jadi marahnya sama gw?
Dan sekarang gw niat naik kepuncak Ciremai ini bukan untuk ngambil Edelweiss buat dia, tapi semata-mata untuk pelarian. Pelarian kekecewaan gw.

Malam makin larut. Warung juga udah tutup.
Dan gw bersiap untuk tidur.





Penampakan Harimau di Depan Muka!


Besoknya, sore sekiat jam 3 gw mulai berangkat keatas menuju puncak Ciremai. Segala persiapan udah matang. Perlengkapan survival, logistik, gw rasa cukup. Dan gw memang bukan tipikal anak gunung yang harus bawa carier segede lemari, atau makan dan minuman sekulkas-kulkasnya dibawa. Gw tipikal anak gunung yang kalau pergi nggak pernah pakai jaket. Cukup t-shirt dan baju PDL, sepatu lars ABRI pemberian orangtua yang ada strip putihnya.

Berdua gw melangkah dengan pasti. Gw sama Budi berjalan terus dengan sesekali istirahat. Cibunar dan Leuweung Datar telah gw lahap berdua Budi. Rencana gw nanti akan istirahat aja di Kuburan Kuda.

Suara kumbang tanduk sahut menyahut membelah sore yang makin temaram. Ciri khas wilayah pegunungan.

Budi yang berjalan dibelakang gw mulai iseng bernyanyi.

"Datanglah kekasih, biarpun hari hujan... Cintaku kan mengiringimu, dengan kehangatan...." Senandung lagu mulai dinyanyikan Budi, kawan gw itu. Lagu Franky Sahilatua dan Jane.

Belum lagi usai lagu itu habis, rintik gerimis mulai datang, dan tiba-tiba datang hujan besar. Cepat sekali cuaca berubah. Dan sesuai kepercayaan disini memang kalau sedang naik Ciremai jangan sekali-sekali bicara soal hujan. Gw tadi emang nggak fokus, lagi ngelamun juga.

"Bikin bivak dulu, cari tempat," seru gw. Akhirnya gw berdua Budi kalang kabut mencari tanah agak miring untuk bikin bivak alakadarnya dengan ponco hijau ABRI. Tali pramuka gw sangkutin ke pepohonan mengikat lubang kancing ponco dengan batang pohon hingga ponco membentang sekedar menutupi tubuh dan carier dari terpaan hujan yang semakin deras.

Lama hujan tak juga berhenti seperti dicurahkan dari langit. Saat berteduh itu, Budi duduk membelakangi gw. Gw sendiri duduk menghadap kebawah. Hujan makin lama makin mereda, tinggal gerimis tapi masih cukup deras. Iseng gw ambil sangkur dari dalam carier dan gw mulai memainkan sangkur itu. Sangkur ini gw beli dari kawan gw anak kolong di Cilandak.

Nah, saat memainkan sangkur dengan menancap-nancapkan ke tanah, gw merasa ada sesuatu yang memperhatikan gw. Sesaat gw tengadahkan wajah gw melihat kedepan gw.

Jleg! Seraut wajah berbulu dengan mata berpendar biru ternyata sedang menatap gw, dengan tubuh rebah ditanah.
Kunyuk?
Bukan! Harimau!
Entah darimana datangnya, hewan itu sudah ada didepan gw nggak lebih dari 2 meter! Mampus gw! Badan gw kaku, menggigil. Bahkan untuk menggerakan badan sekedar mencolek Budi aja gw nggak sanggup.

Alhasil yang gw bisa cuma melihat dan bertatap-tatapan aja. Mudah-mudahan sih dari saling tatap ini nggak membuat gw jatuh cinta. Saling tatap terus berlanjut sampai mata gw perih. Untuk berkedip aja gw teramat takut. Sampai pada akhirnya gw nggak sanggup buat nggak berkedip, gw kedipin mata sekedar membuang perih dimata.
Cling! Hilang!
Mata gw? Bukanlah. Harimau didepan gw yang mendadak hilang begitu aja. Mustahil kalau harimau beneran bisa sekejap gitu ngilang, sekedipan mata. Yakinlah gw kalau yang tadi itu bukanlah harimau asli. Pasti jadi-jadian. Kalau nggak jadian ya pasti jomblo. Halah!

Sekejap itu juga gw akhirnya bisa menggerakan badan dan menyikut Budi yang berjarak cuma 10 senti dari gw duduk.
"Aduh!" pekik Budi ketika pinggangnya gw sikut.
"Sori sori, nggak sengaja." kata gw gugup.
"Lu tadi nggak liat ya?" tanya gw ragu.
"Liat apaan?" dia balik tanya.
Gw ragu mau ngasih tau. "Nggak jadi deh. Mungkin halusinasi gw doang," kata gw pada akhirnya, menutupi penampakan harimau tadi.

Hujan makin reda hingga akhirnya berhenti. Gw buru-buru ngajak Budi untuk beres-beres. Setelah selesai, gw ajak dia untuk kembali berjalan. Suasana sekarang tidak enak karena habis hujan. Udara terasa lembab. Tapi langkah harus tetap diayunkan sebab puncak masih terlalu jauh untuk digapai.





Berpapasan Dengan Kuntilanak Terbang!


Hari semakin gelap. Sejak penampakan harimau tadi, gw yakin, gw dijaga disini, seperti dulu saat pertama kali gw menginjakan kaki di gunung ini.
Sambil mikir, gw terus jalan. Senter mulai dinyalakan untuk menerangi jalan yang semakin tak kelihatan. Gw sempat mewanti-wanti agar Budi menjaga sikapnya. Budi mengiyakan.

Dari kejauhan gw mendengar suara yang mendirikan bulu roma, dan bulu-bulu yang lain.

Saat gw dan Budi melewati jalan setapak yang dikiri-kanannya banyak akar pohon besar, sayup-sayup gw mendengar suara dari atas pohon.
Huk huk huuuuk.....
Huk huk huuuuuk....
"Suara apa Bud?" tanya gw pelan ke Budi yang jalan dibelakang gw.
"Kayak suara Celepuk," kata Budi pelan. Celepuk itu sebutan lain Burung Hantu.
Suara itu kadang berhenti, kadang terdengar. Lama-lama bulu kuduk gw meremang. Apalagi dari tadi mulai terasa ada suara-suara dari atas pohon, berpindah-pindah. Gw yang bawa senter gak berani untuk sekedar cari tahu apa itu, dengan menyorotkan senter gw. Asli nggak berani!
"Bud.... Gw merinding nih...," bisik gw.
"Iya, bro. Gw juga." Budi ternyata mengalami hal yang sama.
Gw dan Budi makin parno. Dan ketika gw dan Budi selesai menapaki jalur yang agak tinggi, gak sejajar dengan jalan setapak sebelumnya, tiba-tiba dari arah pohon besar berkelebat sesuatu berwarna putih, melayang terbang dengan cepat, begitu besar bentangannya. Melayang diatas gw dan Budi, beberapa jengkal diatas kepala!
"Allahu Akbar!!!!" teriak gw reflek lalu gw menjatuhkan badan tiarap. Budi melakukan hal yang sama. Dia bahkan sampai bergedebug bunyinya.
"Yaa Allah...Yaa Allah...." sebut gw berulang-ulang. "Apaan tuh Bud!" seru gw.
"Nggak tau...Nggak tau," kata Budi panik sambil nengok kebelakang.
Gak lama terdengak suara tertawa. Sayup-sayup, terdengar cepat. Dan gw hafal suara itu.
Kikikikikikikikikikik....... Kuntilanak!
Gw pernah dikasih tau, kalau dengar suara kuntilanak dekat, itu artinya jauh. Begitu sebaliknya, kalau dengar suara kuntilanak jauh, itu artinya dekat! Berarti dia ada disekitar sini, dekat!

"Lari Bud!" seru gw sambil bangkit, lalu buru-buru lari. Budi gak ambil waktu lama, ikutan lari berbarengan, gak berurutan lagi.

Sebisa mungkin gw dan Budi berusaha lari menjauh. Ketika keadaan dirasa aman, gw berhenti.

Berdua gw dan Budi ngos-ngosan. Sumpah, waktu gw dan Zahrudin pertama kali naik gunung ini, gw nggak menemukan memedi seperti ini. Apa karena gw salah jalur dulu?





Digulung Kabut Misterius!


Gw pikir, kejadian tadi adalah kejadian terakhir gw menemukan hal seperti itu. Ternyata perkiraan gw salah!

Budi tiba-tiba tersandung saat lagi makan mie instan yang diremes dibungkusnya. Dan karena mie yang dimakannya jatuh berantakan, sifat gilanya muncul. Dia memaki-maki nggak karuan.
Disini pangkal petakanya! Tiba-tiba datang kabut seperti ular, meliuk-liuk dari jalur atas menuju gw berdua. Kabut itu anehnya langsung menerpa gw berdua Budi, melilit dan menggiring gw berdua yang nggak bisa berbuat apa-apa. Alhasil gw berdua cuma bisa pasrah. Sampai pada akhirnya Budi dengan cepat membaca Al-Fatehah sementara gw membaca ayat Kursi berulang-ulang. Masih belum hilang juga! Akhirnya seperti ada yang membisiki gw untuk Adzan, buru-buru gw kumandangkan Adzan dengan suara bergetar. Ajaib! Selepas gw mengumandangkan Adzan, mendadak kabut aneh itu menghilang perlahan dan sirna sama sekali. Kini yang ada hanya keheningan. Gw lihat Budi tertunduk berdiri dengan senter mengarah ketanah. Gak lama Budi dan gw jatuh terduduk ditanah basah.

Ada kemarahan dihati gw karena gw anggap ini semua ulah Budi. Dan amarah gw tak bisa gw bendung lagi. Keluarlah makian gw. Gw nggak bisa membendung kemarahan ini. Bukan apa-apa, karena sekarang gw dan Budi tersesat! Gw nggak tau dimana sekarang. Kabut aneh tadi menggiring gw dan Budi menjauh dari jalan setapak seperti mengangkat paksa gw berdua. Sekeliing gw sekarang ini cuma pepohonan besar!

Gw tersesat lagi, bathin gw.
"Kita kehilangan arah. Nggak ada jalan setapak sama sekali. Tadi berasanya kita kegeser ke kiri. Tapi kita nggak bisa potong kompas arah kanan itu jalan setapak." kata gw ke Budi yang sekarang diam aja.

Pengen banget gw pukul kepalanya pakai senter ini. Semua berantakan gara-gara dia.
"Nyalain senter lu," kata gw. Dia langsung meraih senter yang disimpan disisi kanan cariernya, lalu dinyalakan. Sekarang makin terang.
"Jalan pelan-pelan kearah sini. Mungkin ini arah ke jalan setapak.
(Kesalahan yang fatal. Gw lupa kalau saat digulung kabut, tubuh gw dan Budi ikut berubah posisi, kadang berputar. Jadi sebenarnya saat gw anggap itu kanan kearah jalan setapak, gw justru menjauh!)

Karena nggak menemukan jalan setapak juga, akhirnya gw ambil keputusan untuk bermalam disini. Gw udah nggak peduli lagi pada apapun juga kejadian yang akan menimpa gw temasuk Budi. Gw berdua menyalakan parafin, mencari ranting yang agak kering untuk membuat api unggun kecil, lalu berbaring menengadahkan wajah ke langit yang tertutup rimbunnya pepohonan.

Nggak lama gw tertidur nggak ingat apa-apa lagi.





Tersasar Ke Tepi Jurang!


Gw merasa badan gw digoyang-goyang. Ternyata Budi yang membangunkan gw.
Sayup-sayup suara burung berkicau di kejauhan.
Udah jam 6, kata Budi. Gila. Gw tidur seperti orang mati. Nggak lama Budi memasak mie dan menawarkan ke gw. Gw juga merasa lapar. Akhirnya gw minta Budi untuk membuatkan mie rebus juga untuk gw.

Beres makan, gw dan Budi kembali mencari jalan. Kali ini tujuannya adalah mencari jalan turun. Nggak mungkin lagi berharap mencari jalan untuk naik. Lama gw dan Budi mencari jalan dan pada akhirnya gw dan Budi terdiam. Di depan gw dan Budi nampak jurang dalam. Seperti alur sungai yang mati, atau alur sungai yang hanya ada airnya jika hujan besar diatas sana.

Nekat, dan bagi gw itu satu-satunya jalan untuk turun ke perkampungan, akhirnya gw berusaha turun duluan. Disini diri gw dihinggapi perasaan aneh, ingat beberapa orang hingga berkali-kali gw memanggil Budi dengan panggilan lain. Sampai suatu ketika sebuah ranting pohon tiba-tiba seperti bergerak dan menyabet muka gw!

Naas bagi gw. Gw terpeleset dan akhirnya gw merosot jatuh bergulung di sisi jurang. Bersyukur gw tersangkut pohon. Tali carier putus sebelah. Dan jerigen air yang gw bawa hilang. Budi menghampiri gw setelah sebelumnya dia teriak saat gw terjatuh. Dahi gw perih. Budi bilang berdarah. Gw minta dia ambilin kacugw lalu meminta dia untuk membasahi dengan air. Gw pakai kacu itu untuk membersihkan luka di dahi gw. Perih, tapi tak apalah daripada darahnya membasahi muka gw. Robek kata Budi tapi nggak terlalu parah.

Gw berdua turun perlahan melewati tanah tebing dan akar-akar pohon, hingga akhirnya sampai dibawah.



Penampakan Ular-Ular Hitam di Lobang-Lobang Tebing Jurang!


Disini, gw dan Budi menemukan pemandangan yang mengerikan dan menakutkan. Ada penampakan seperti titik-titik hitam di lobang-lobang tebing jurang. Gw dan Budi nggak tau itu apa. Seperti hidup, soalnya kadang bergantian muncul dan hilang. Penasaran gw berdua menghampiri. Dan semua penampakan itu hilang. Gw menunggu berdua Budi hingga akhirnya penampakan itu muncul lagi dari balik lobang-lobang tebing. 1, 2, 3, makin lama makin banyak hingga akhirnya gw dan Budi tersadar bahwa penampakan itu adalah ular hitam dengan mata merah menyala! Makin lama tebing jurang itu makin dipenuhi oleh kepala ular hitam yang muncul dari lobangnya. Bukan cuma 100an mungkin, tapi ribuan!

Dengan ketakutan yang teramat sangat, gw dan Budi mundur perlahan-lahan hingga akhirnya mengambil langkah seribu, kabur! Sampai pada sebuah kelokan di alur jurang, gw dan Budi berhenti. Lelah sangat, apalagi gw yang harus membawa carier dengan tali putus sebelah. Ngos-ngosan nafas gw, begitu juga Budi. Reflek gw menoleh kebelakang, takut ular-ular itu mengejar. Tapi nampaknya nggak, soalnya diujung sana sepi-sepi aja. Jangan tanya gw itu ular beneran atau bukan. Gw bergidik, membayangkan ular yang begitu banyak itu menyerang gw dan Budi.

Sesaat, gw merasa nggak enak di telapak kaki gw. Terasa bengkak dan nyeri. Tapi gw tahan agar nggak membuka sepatu. Bakalan repot nantinya, apalagi gw nggak siap untuk melihat. Tapi gw yakin, kaki gw nggak baik-baik aja.





Inikah Legenda Ciremai? Bertemu Ular Raksasa Yang Bertapa di Dalam Jurang!


Lepas dari ular-ular itu, gw merasa ditempat gw berdiri auranya terlalu mistis. Tak ada angin, tak ada suara. Sunyi banget. Lembab. Auranya sulit dijelaskan.

Sampai pada kelokan jurang ini, gw melihat sebuah batang pohon yang sangat berlumut, melintang ditengah jalan. Sisi kiri dan kanannya menembus dinding jurang bebatuan bercampur tanah. Besarnya mungkin sekitar 2 meter! Itu dari bawah hingga bagian atas. Mungkin pohon tua yang udah ratusan tahun terkubur disini. Bahkan lumutnya demikian tebal menyelimuti batang pohon itu. Gw merasa akan kesulitan buat melaluinya, soalnya bagian bawah pohon melintang ini hanya menyisakan celah tak lebih dari seukuran badan. Tak mungkin lewat bawahnya. Untuk melaluinya hanya ada satu cara melalui sisi pinggir yaitu melalui dinding tebing.Pasti bisa kalau berpegangan celah dinding tebing itu.

Tak ada pikiran apapun juga dihati gw, termasuk kecurigaan mengenai pohon yang melintang ini.
Akhirnya gw suruh Budi untuk naik lebih dulu dengan berpegangan pada sisi tebing tanpa menginjak pohon ini karena kelihatan licin, takut tergelincir.

Akhirnya Budi sampai juga diseberang pohon ini. Giliran gw!
Susah payah gw naik sisi tebing sambil berpegangan pada celah-celah dinding. Gw kesulitan karena tali carier yang putus. Disamping gw harus juga memegangi tali yang putus itu, gw juga harus menggerakan kaki yang tiba-tiba nyeri tadi.

Perlahan gw bergerak disisi tebing, berusaha melewati pohon besar ini. Dan karena gw sulit bergerak, dengan tanpa sengaja kaki gw tergelincir menginjak pohon besar itu. Tapak sepatu lars gw yang keras menggesek keras lumut yang menyelimuti pohon ini. Begitu telapak sepatu gw menggesek lumut, tiba-tiba ada kilatan cahaya dari pantulan batang pohon yang terbebas dari lumut tersebut. Pantulan dari sesuatu yang gw tahu itu apa.

Sisik! Itu sisik ular!
Tubuh gw bergetar hebat! Ketakutan dan kengerian gw mendadak muncul seketika. Berarti yang sekarang ada dibawah gw ini bukanlah sebatang pohon besar. Tapi seekor ular besar yang gw gak tau seberapa besarnya, dimana kepalanya, kenapa sampai terkubur hingga menembus tebing dan sampai berlumut tebal!

Tanpa dikomando lagi, gw loncat dari atas tanpa mempedulikan lagi kaki gw yang sakit.

"Lariiiii!!!" teriak gw pada Budi yang kaget ngeliat gw tiba-tiba loncat dari atas. Tanpa mengerti apa yang terjadi, Budi balik badan dan lari dulu-duluan sama gw. Gw udah nggak pikirin kaki gw yang sakit. Yang penting gw lari sejauh mungkin. Bahkan Budi aja udah nggak gw pikirin lagi.

2 kali gw dan Budi harus lari di alur jurang ini. Entah kenapa untuk pendakian kali ini gw sial banget. Gw udah nggak pikirin lagi soal kegagalan kali ini mencapai puncak Ciremai. Yang gw pikirin sekarang, bagaimana gw bisa kembali ke Jakarta.

Lari dan lari. Itu yang gw lakuin bersama Budi, sampai akhirnya gw dan Budi merasa aman. Aman? Bukannya ular raksasa yang kalau kata orang lagi bertapa itu tak akan mengejar? Oh bukan itu masalahnya. Gw nggak tau apakah itu ular sebenarnya atau ular ghaib. Soalnya gw nggak yakin melihat besarnya ukuran ular tersebut yang mungkin nggak pernah disaksikan orang lain, kecuali gw dan Budi. Itupun budi baru tahu setelah gw berdua sampai dibawah. Sampai gw lari bersama Budi dan berhenti Budi sama sekali nggak tahu apa yang menyebabkan gw lari dan terlihat panik ketakutan.

(Apa kabar bro? Udah lama banget kita nggak pernah ketemu. Masih ingat soal kejadian ini semua? Wkwkwkwkwk.... Sungguh gila!)


Berlanjut di Post kedua buat bagian akhir.





Diubah oleh i.am.legend. 29-06-2020 17:15
sebelahblog
ceuhetty
nona212
nona212 dan 28 lainnya memberi reputasi
29
17.6K
141
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.7KThread82KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.