sumber

Di keheningan malam, aku ingin berdialog dengan Tuhan. Berkeluh-kesah atas kehidupan yang aku jalani.

Dan aku sadar, aku tetap sendirian walau sunyi katanya akan menghadirkan Tuhan. Tuhan yang tak mampu aku lihat, Tuhan yang tak bisa aku sentuh, dan Tuhan yang harus aku percayai keberadaannya.

Di lindapnya malam aku melenyapkan diri dalam tasbih-tasbih panjang, bersujud dalam kesuraman cahaya, berdialog dengan Tuhan.

sumber

Walau Ia tidak bisa aku lihat, walau Dia tidak bisa kusentuh, setidaknya di hatiku masih ada setitik rasa, kalau Tuhan sedang menatapku.

Kepercayaan dan keimanan selalu membesar dan mengecil, mengecil dan membesar seiring dengan ujian hidup yang datang silih berganti.

Entahlah, kian uzur usia, kian tidak jelas pandangan hidup. Apakah aku akan tenggelam dalam lautan penderitaan? Mereka-reka bagaimana nasib akan membuatku larut dalam durjana dan maksiat.



Aku ingin berbicara dengan Tuhan. Tentang banyak hal yang ia sampirkan di pundakku. Menuakanku dalam ragam masalah yang terkadang membawa kematian. Menegang dan mengendorkan urat syaraf dengan suara-suara yang acap kali membuatku pekak.

Apakah itu suatu pertanda kalau waktuku kian sempit sementara bekalku masih saja belum terkumpul?

Di keheningan malam aku masih menduga-duga. Benarkah Tuhan sedang menatapku? Membersamaiku malam ini? Tidakkah perhatiannya terbagi pada jutaan doa yang melesat menuju singgasana-Nya?

Adakah matanya tertuju kepadaku? Melihatku sebagai manusia? Bukan sebagai pendosa.

Aku ingin berdialog dengan Tuhan. Bolehkah? Bolehkah aku layangkan ribuan pertanyaan atas peliknya hidup? Bolehkah aku melontarkan ribuan serapah setan atas jiwa-jiwa liarku? Yang kerap membangungkanku di hitamnya malam?

sumber

Tuhan, mungkin Engkau tidak melupakanku? Mungkin Engkau tidak meninggalkanku? Mungkin Engkau tidak mengabaikanku? Tapi, akulah yang kian memudar dalam pusaran badai kehidupan.

Aku ingin berdialog dengan Tuhan, mungkinkah?

Di keheningan malam, tentunya dengan matinya jiwa-jiwa manusia.