Meninggalnya BJ. Habibie



Eyang ...
Baharuddin Jusuf Habibie, derai air mata mengiringi kepergianmu.
Kabar duka itu berkali-kali datang, namun bersyukur karena kabar itu hanyalah omong kosong, dan bualan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Namun, kemarin tepat sesaat setelah adzan berkumandang, kabar duka itu kembali datang, berharap, hanya kabar burung seperti sebelumnya ...

Berusaha mencari tahu,
Dengan cekatan jari ini,
Memeriksa beberapa timeline sosial media, membuat detak di dada kian tak beraturan. Kabar duka itu benar adanya.
Bukan lagi omong kosong seperti yang sering kudengar selama ini.
Sang bapak bangsa, telah berpamit pulang.



Ingatanku menerawang, kembali pada tayangan dimana saat itu acara sehari bersama presiden ke tiga, Bapak Baharudin Jusuf Habibie, atau yang lebih kita kenal dengan BJ. Habibie.

Saat itu, ibu Ainun telah tiada, meninggalkan Sang belahan jiwa seorang diri. bukan meratap, namun menikmati Setiap kenangan indah bersama almarhum ibu ainun.

Kala itu, sang reporter bersama "Eyang" -- sapaan akrab kami untuk beliau, bapak presiden Republik Indonesia ke tiga--, berkeliling dari mulai rumah masa kecil, rumah orangtua ibu Ainun, bahkan sampai ke sekolah tempat dulu beliau menimba ilmu.

Beliau, menceritakan kembali, setiap kisah, setiap kenangan beliau sampaikan dengan begitu detail. Benar-benar orang jenius, yang bahkan hal yang telah terlewat puluhan tahun, masih sangat mengingatnya, bahkan di usia yang bukan lagi muda. Ingatan yang hanya dimiliki oleh orang pilihan, dialah salah satu putra terbaik bangsa.



Baharudin Jusuf habibie

Beliau, adalah bapak bangsa. Mewariskan inspirasi yang akan selalu terpatri dalam sanubari. Apalagi kini, jejak digital sangatlah mudah kita akses. Petuah dan kata bijak beliau, bisa kita putar berulang, agar semangat itu kembali bergelora. Membangunkan kembali jiwa bersahaja pada generasi penerus bangsa.

Baharudin Jusuf habibie

Beliau, adalah sosok lelaki rupawan. Mencintai dengan hati, bukan rupa semata. Ia lelaki setia, bahkan saat belahan jiwanya telah tiada. Ia tetap menjaga separuh hatinya, bahkan saat ruh terpisah dari badan.



Doa terbaik, selalu terucap ... Bahkan ketika jasad itu telah tertimbun tanah, semangatnya, rasa nasionalis nya, akan selalu kami kenang.

Untukmu, eyang ...
Yang saat kepergianmu, segala penjuru seperti merintih,
Mengalir derai tangis,
Ucapan kesedihan,
Bahkan kehilangan.


Untukmu bapak bangsa,
Bendera setengah tiang, hanya cara kecil yang bisa kami lakukan.
Perwujudan duka mendalam yang kami rasakan.

Namun ...
Yang terpenting dari itu semua, berusaha menjadi pribadi sebagai cerminan bangsa berbudi pekerti,
Menghargai leluhur,
Menjaga warisannya.
Adalah hal yang tak mudah kami wujudkan.

Ah ... Terlalu berat hati ini ...
Melukiskan kesedihan dan kebahagiaan dalam waktu bersamaan.
Sedih karena kehilangan eyang,
Namun sedikit rona bahagia,
Karena beliau akhirnya bertemu dengan Tuhannya.
Sang pemilik kehidupan dalam keabadian.
Yang selalu dirindukan, oleh hati yang berhias keimanan