bukan.salman
TS
bukan.salman
Selamat Jalan KPK


TEMPO.CO, Jakarta - Surat Presiden Jokowi kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang persetujuan membahas revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau revisi UU KPK bak lonceng kematian bagi komisi antirasuah.

Sejumlah perubahan bakal mengebiri independensi dan kinerja KPK sekaligus memangkas habis tajinya. Pemberantasan korupsi pun meredup.

"Sudah masuk, tadi sore," ujar anggota Komisi Hukum DPR Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, pada dini hari tadi, Kamis, 12 September 2019.

Dalam Surpres Jokowi Nomor R-42/Pres/09/2019 yang menyetujui revisi UU KPK tersebut dijelaskan bahwa Presiden mengugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk membahas revisi Uu KPK bersama DPR.

Menteri Sekretaris Negara Pratikno pun memastikan Presiden Jokowi sudah meneken Surpres. "Sudah dikirim ke DPR ini tadi," ujarnya di kantornya pada Rabu lalu, 11 September 2019.

Arsul mendapat informasi bahwa pemerintah banyak merevisi draf revisi UU KPK yang dikirimkan DPR. Namun, dia belum mengetahui daftar inventaris masalah (DIM) versi pemerintah tersebut.

Setelah mendapat Surpres, tahapannya, revisi UU KPK ini akan dibawa ke rapat Badan Musyawarah atau Bamus sebelum dibacakan di rapat paripurna, untuk selanjutnya bisa dibahas oleh DPR.

Menjelang habis masa jabatan periode 2014-2019 para anggota Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati pembahasan revisi UU KPK Nomor 30 Tahun 2002. Dalam Rapat Paripurna, Kamis, 5 September 2019, DPR menyepakati revisi UU KPK adalah usul inisiatif DPR.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan terdapat sembilan persoalan di draf Rancangan Undang-Undang KPK yang berisiko melumpuhkan kerja KPK.

Persoalan-persoalan itu adalah penyadapan dipersulit dan dibatasi, pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR, sumber penyelidik dan penyidik KPK dibatasi, penuntutan perkara korupsi harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.

Kemudian perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria percepatan penanganan, kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas, kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan, dan kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas.

Itu sebabnya, KPK menolak revisi UU KPK tersebut. "(Materi revisi) Rentan melumpuhkan fungsi-fungsi KPK sebagai lembaga independen pemberantas korupsi," kata Agus.

KPK lantas mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi yang ditandatangani seluruh pimpinan yang berjumlah lima orang. Mereka meminta Jokowi menghalangi DPR melumpuhkan KPK.

"Surat sudah dikirimkan ke Pak Presiden, mudah-mudah dibaca, direnungkan untuk mengambil kebijakan," ucap Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam orasi di acara #SaveKPK di Gedung KPK, Jakarta, pada Jumat pekan lalu.

Kekhawatiran bertambah ketika Komisi Hukum DPR menyatakan hanya akan memilih 5 dari 10 Calon Pimpinan KPK yang mendukung revisi UU KPK. Uji kepatutan dan kelayakan diadakan oleh Komisi Hukum pada 11-12 September 2019.

Anggota Komisi III DPR yang membidangi Hukum, Taufiqulhadi, mengatakan komisinya ingin melihat kecocokan pandangan antara Capim KPK dan materi revisi UU KPK. Jika sejalan, Capim KPK tersebut tak akan dipilih.

"Kalau emang cocok dengan UU yang baru mungkin itulah yang akan kami pilih," kata politikus Partai NasDem ini pada Kamis lalu, 5 September 2019.

Menurut politikus PPP Arsul Sani, jawaban para capim atas revisi UU KPK otomatis menjadi pertimbangan DPR meloloskan kandidat. “Itu menjadi semacam kontrak politik dengan DPR kalau dia terpilih," tuturnya pada Senin lalu, 9 September 2019.

Capim KPK Lili Pintauli Siregar, misalnya, didesak oleh pimpinan Komisi Hukum Erma Suryani Ranik untuk menjawab apakah setuju revisi UU KPK dalam uji kelayakan Rabu lalu.

"Kami ingin mendapatkan pernyataan tegas (anda) selaku Capim KPK, apakah Ibu setuju revisi UU KPK atau tidak?" ujar Erma.

Lili Pintauli, yang juga Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Korban dan Saksi (LPSK), mengatakan dia belum baca detail draf revisi tersebut. "Sebagai pimpinan KPK, tentu (jika terpilih saya) akan menjalankan undang-undang."

Erma Suryani, politikus Partai Demokrat, terus mencecar poin-poin mana yang Lili setujui dan yang tidak. "Jangan plintat plintut. Hari ini bilang setuju, nanti beda lagi," ucap Erma.

Capim KPK Lili Pintauli Siregar lantas menyatakan setuju ada kewenangan KPK mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan atau SP3. Tapi, dia tak setuju pembentukan Dewan Pengawas KPK yang mengontrol teknis hukum.

"Karena lembaga ini unik, beda dengan lain," ujar Lili Pintauli Siregar.

Diduga, DPR telah mengantongi sejumlah Capim KPK yang akan dipilih bahkan sebelum fit and proper test digelar.

Sebelumnya santer penolakan dari para pegiat antikorupsi terhadap tiga Capim KPK yang dinilai memiliki rekam jejak yang tak cocok dengan kebutuhan KPK. Nama mereka lolos dari Pansel Capim KPK yang dibentuk oleh Presiden Jokowi.

Ketiganya adalah Kapolda Sumaterqa Selatan Inspektur Jenderal Firli Bahuri, Inspektur Jenderal Antam Novambar, serta mantan jaksa bernama Jasman Panjaitan.

Firli diputus melanggar etik saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Dia bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Zainul Majdi (TGB). TGB kala itu diduga terlibat korupsi dana divestasi Newmont Nusa Tenggara.

Adapun Antam Novambar diduga pernah mengancam Direktur Penyidikan KPK Endang Tarsa di restoran Mc Donald, Larangan, Tangerang, pada 8 Februari 2015. Saat itu hubungan KPK dan Polri sedang panas-dingin setelah Calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan ditetapkan menjadi tersangka kasus rekening gendut oleh KPK.

Kemudian Jasman Panjaitan dituduh menerima uang dari pengusaha D.L. Sitorus pada 2006 dalam kaitan kasus korupsi perubahan kawasan hutan produksi di Padang Lawas, Sumatera Utara.

Baik Antam maupun Jasman membantah tuduhan tersebut.

Pembelaan terhadap Firli muncul dari politikus PDIP di Komisi Hukum Masinton Pasaribu. Dia menuding pemimpin KPK teloah berpolitik dengan menjegal Firli.

Dia mempertanyakan mengapa dugaan Firli melanggar kode etik justru ketika dia jadi Capim KPK. "Kau tulis dong, KPK sama dengan Komisi Penghambat Karir," ucapnya kepada pers kemarin, Rabu, 11 September 2019.

Penolakan revisi UU KPK dan Capim KPK bermasalah telah muncul sejak pekan lalu. Seluruh perguruan tinggi negeri dan ribuan dosen meneken petisi. Tokoh-tokoh masyarakat dan pegiat antikorupsi dari berbagai daerah telah satu kata: lawan.

Presiden Jokowi dinilai sebagai palang pintu terakhir untuk menghalangi pembahasan revisi UU KPK di DPR. Caranya, jangan menyetujui pembahasan dan tidak mengirimkan menteri untuk membahasnya bersama DPR.

Tapi kemarin Jokowi mengirimkan Surpres ke DPR sebagai tanda siap membahas revisi UU KPK bersama DPR. Harapan melawan dominasi partai-partai politik pun melemah.

Menurut Pratikno, pemerintah banyak merevisi draf RUU KPK versi Jokowi. "Pemerintah, sekali lagi, Presiden katakan KPK adalah lembaga negara independen dalam pemberantasan korupsi, punya kelebihan dibandingkan lembaga lainnya. Sepenuhnya Presiden akan menjelaskan lebih detil. Proses saya kira sudah diterima DPR."

Pemerintahan Jokowi memberi janji menjaga independen dan kekuatan KPK, sama seperti ketika kampanye Pilpres 2014 dan 2019.

Tindakan konkret Presiden Jokowi yang ditunggu publik sehingga tak akan pernah ada karangan bunga duka dengan pita ungu bertuliskan: Selamat Jalan KPK.

sumber


Good bye independesi kpk...
Diubah oleh KASKUS.HQ 12-09-2019 11:42
ricosandi07gm6view6rizaradri
rizaradri dan 15 lainnya memberi reputasi
14
19.8K
218
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.2KThread39.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.