sumber : pixabay.com

Malam mulai menjauh meninggalkan senja, menggoreskan aneka kenangan pada dinding-dinding perasaan. perlahan tapi pasti, gelap menyelimuti bumi. seperti perasaanku yang diguncang oleh waktu.

Ini malam minggu ke-48 aku merasakan kesendirian. ketika aneka kebahagiaan menjelma bersama hadirnya malam, aku bagai terbelenggu kehilangan yang tak mungkin terlupakan.

Setahun yang lalu aku melakukan kesalahan terbesar dalam hidupku, kebodohan yang takkan termaafkan sampai bumi bosan berputar. aku memang bodoh, bahkan teramat bodoh untuk diungkapkan.

Bagaimana mungkin jiwa yang penuh kasih mengorbankan belahan jiwanya sendiri? Bagaimana bisa aku yang lelaki sejati tega mencampakan kekasihnya ke jurang derita? Itulah gambaran diriku dimalam minggu ke-48 dalam kalender kemalanganku.

Dia harus meregang nyawa menjadi tumbal egoku yang tak bermata, menghembuskan napas harapan yang terputus di ujung tenggorokan. nyawanya melayang dalam dekapan lelaki tak punya jiwa belas kasih, akulah lelaki itu.

Angin berputar membawa serpihan angan, satu dua hembusanya menampar wajahku yang hampir layu. dinding-dinding kamar telah penuh air mata, langit-langit melolong mencaci maki diriku sekenanya.

Aku memang tak berguna, membunuh cintanya yang sedang berbunga. memutus harapan yang lama disemainya. aku memang lelaki tak memiliki rasa cinta sejati.

Banyak nama berusaha mengisi hatiku, mungkin ribuan wajah ayu mencoba mengetuk kalbu. tapi setiap kali ku pandang rongsokan motor jahanam teronggok dingin di gudang, hatiku kembali beku. bahkan untuk menyebut nama lainpun aku tak mampu.

Malam minggu ini aku kembali membatu di hadapan fotonya, senyum merekah seakan tudingan sekian banyak dosa yang harus ku tanggung penuh nelangsa. foto itu masih sama sejak semula, cantik dan menawan menghujam rasa.

Aku tak tahu sampai kapan malam minggu adalah ritual penyesalan yang tak berkesudahan. mungkin butuh 5000 tahun lagi untuk sekedar menepikan mimpi, atau aku tak mampu lagi mencairkan hati yang penuh pedih.

Tamat