linalusiana
TS
linalusiana
Kasih Sekadar Kisah
Quote:








"Kenapa baru sekarang bilangnya? Setelah semua yang kamu lalui begitu mengerikan, aku seperti seorang yang tidak berguna dan pengecut."

"Enggak apa-apa. Jangan dipikirkan. Aku bercerita bukan karena ingin membuat kamu merasa bersalah, hanya sekadar ingin kamu tahu, perpisahan kita dulu bukan tanpa alasan." Dia terdiam. Aku tahu, ada penyesalan di matanya. Dia yang aku kenal masih sama seperti dulu, hangat dan penuh cinta. Tapi sekarang tidak ada lagi yang bisa aku lakukan. Cerita kami telah usai.

"Kiya, kalau bilang dari dulu, aku pasti akan berusaha mempertahankan hubungan kita." Rupanya dia memang benar terlalu menyesali. Bukankah aturannya memang begitu? Penyesalan akan berada di posisi paling akhir, setelah semua terjadi.

"Aku menyimpulkan dengan sederhana, berarti kita nggak berjodoh," tutupku pada akhirnya. Dia terlihat memendam. Dia memang yang paling mencintai di antara kami berdua. Wajar kalau dia sekarang akan memikirkan banyak hal.

Setelah memisahkan diri kembali ke rumah masing-masing, aku berbaring di atas kasurku. Menerawang pada masa-masa kelam yang telah berlalu. Setiap mengingatnya, ingin sekali aku memaki siapa saja yang telah memgecamku dengan sangat kejam pada masa itu. Dan air mata selalu menjadi pertanda, bahwa kesakitan itu masih ada di dalam hatiku. Tidak pernah hilang, hanya sedang berusaha aku sembunyikan.

Sesuatu di masalalu yang membuat hubunganku dengan dia berakhir begitu saja tanpa adanya penjelasan. Aku yang masih berusia 15 tahun waktu itu pernah di taksir oleh lelaki kenalanku. Jendra namanya. Lalu kami mengobrol biasa layaknya seorang teman. Dia memang menyatakan perasaannya, tapi tidak meminta sebuah hubungan. Karena apa? Dia memiliki tunangan yang sebentar lagi akan melakukan pernikahan. Ternyata dari kedekatan itu, semuanya menjadi bencana. Jendra yang tidak lama setelah menikah pernah menemuiku bersama sepupu lelakinya. Karena sepupunya itu ada perasaan denganku. BOM!

Meledak. Aku yang tidak tahu apa-apa waktu itu, tiba-tiba di datangi oleh wanita yang menjadi istri Jendra. Mengamuk dengan melempar benda apa saja yang di dapatnya. Memakiku habis-habisan, berusaha menjambakku, tapi di pegangi oleh teman-temannya. Aku di permalukan, di tempat umum. Memang waktu itu aku tidak menangis, tapi, hatiku rasanya terluka parah. Diamuki, di coba ditendang dan dipukul. Sumpah serapahan berdesing seperti peluru. Menembus jantungku hingga berdenyut nyeri. Aku pasrah, tidak melawan. Bukan karena aku bersalah, malah aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

Tuduhan perebut suami orang, perusak rumah tangga orang, telah di sematkan untukku. Menyakitkan sekali, bukan? Seharusnya masa remaja itu di lalui dengan bahagia bersama cinta monyet kita, bukan malah hidup dalam bullyan. Hampir satu kampung selalu membully. Mereka berkata kasar dan berusaha menjauhi seakan aku sampah busuk.

"Dasar gadis perebut suami orang!"

"Jangan suka berteman denga dia, ya. Jangan sampai masa depan kalian rusak karena pergaulan dengan dia."

"Masih kecil saja sudah pandai berbuat jahat seperti itu, bagaimana besarnya nanti."

Ketika semua kalimat-kalimat itu di sematkan untukku, memangnya aku bisa apa selain hanya menangis seorang diri setelah pulang ke rumah. Teman-teman mulai menjauhi, walaupun tidak begitu kentara. Tapi, aku tahu dengan melihat sikap mereka padaku.
Padahal, ada seseorang yang jauh di sana, telah menjadi kekasihku. Jarak telah memisahkan kami ribuan kilo meter. Dia yang harus mengenyam pendidikan di luar daerah karena keterbatasan pendidikan di kampung kami. Seseorang yang aku cintai. Enggan memberitahunya. Aku tidak akan melakukan pembelaan apapun, karena menjelaskan pada orang banyak tidak menjamin apa-apa. Terutama usiaku yang masih muda, hanya bisa menangis dan menangis. Cukup satu yang aku jaga, perasaan orangtuaku. Biarlah aku di cap sebagai gadis perusak, asal jangan keluargaku di hujat.

"Mengaku saja, Kiya. Kami nggak akan membela kalau memang kamu bersalah, tapi kami perlu penjelasan kamu." Kakak sepupuku dengan beberapa kakak iparku, menanti jawaban. Mereka memandang prihatin.

"Enggak, kak. Sumpah! Itu cuma salah paham!" Tangisku tidak bisa ditahan ketika mengatakannya. Aku tidak kuasa menahan di depan mereka, karena aku tahu mereka akan memaklumi dan memberikan kata penenang. Tapi tidak ada yang bisa di buktikan pada masa itu selain hanya percaya pada omongan yang terus menyebar.

Hari kian berjalan, dan bulan kian berganti. Sampai di mana saatnya masa liburan tiba. Dia datang. Berdiri di hadapanku dengan senyum manis yang selalu dia berikan. Hatiku menangis pilu, tidak dapat bersuara. Dia cuma mengusap bahuku, mungkin dia mengira aku begitu karena terlalu rindu sampai 'tak mampu berkata-kata.

Suatu malam, setelah semua keberanian aku kumpulkan, aku mengajaknya bertemu. Dan mengungkapkan keinginanku untuk putus darinya. Tentu saja dia sangat terkejut sampai mengatakan kalau aku hanya bercanda. Melihat kesungguhanku, dia akhirnya percaya. Pasrah.

"Apapun alasanmu, tolong ingat satu hal, aku selalu sayang kamu, Kiya. Entah itu dulu, sekarang maupun nanti. Sekalipun aku menua. Kamu akan selalu aku ingat." Rasanya air mata bukan lagi sesuatu yang berharga ketika malam yang pilu itu aku lalui. Tangisku pecah di dekapannya yang terasa hangat. Yang nantinya akan aku rindukan. Harus aku akhiri semua ini bukan tanpa alasan. Karena, wanita yang menjadi istri Jendra masih memiliki hubungan keluarga yang kuat dengan Dia. Dan keluarga Dia, seseorang yang tidak ingin aku sebut namanya, telah ikut mengecamku. Maka dari itu, biarlah aku mengalah. Melepas cinta yang telah menemaniku selama ini. Melepas bahagia yang pernah aku rasakan, sekalipun kami terpisah jarak. Malam pilu, menjadi saksi bisu. Betapa berat rasanya melepasnya pergi. Meninggalkan dirinya yang hanya mampu terpaku ketika langkah kakiku menjauhinya. Sudah.

Beberapa tahun. Setelah semua hal buruk itu aku lewati, pada pertemuan kami setelah sekian lama. Mengobrol sebentar yang awalnya hanya saling menanyakan kabar. Tidak sengaja aku malah teringat kejadian lampau, lalu bercerita pada dia tentang semua yang terjadi. Kenapa sampai hubungan kami berakhir. Makanya dia terlihat menyesal karena tidak tahu dan tidak berada di sampingku untuk menemani melewati masa sulitku. Penyesalanlah yang kini dia rasakan. Hubungan kami setelah percintaan itu, tetap terjalin baik layaknya seorang teman.

Kisahku. Kenapa aku tidak membalas saat diserang? Karena ada Allah yang akan membalas semuanya. Termasuk fitnah kejam yang ditujukan untukku.

Aku mengecek ponsel ketika layarnya tampak berkedip. Ada satu pesan masuk.

Dia : Kiya, masih tetap sama seperti beberapa tahun yang lalu. Sekalipun kita nggak berjodoh, tapi kamu adalah warna terindah yang telah melukis di dalam kanvas kosong di hidupku. Percaya selalu, aku mengenangmu sampai kapanpun.

Sebulir air mata jatuh di pipiku. Iya. Akupun begitu. Akan menyimpan dengan apik kenangan kita berdua, untuk pelajaran berharga dan sesuatu yang indah pernah terjadi. Karena sekarang kita telah menjadi dua orang yang tidak mungkin bisa bersama.
Aku telah bahagia dengan suamiku, begitupun juga dengan dia yang sebentar lagi akan menikah.



Tamat
Diubah oleh linalusiana 10-11-2019 02:51
ummuzaKnightDruidsomeshitness
someshitness dan 26 lainnya memberi reputasi
27
4.7K
107
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread40.9KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.