PROLOG
Terlahir sebagai seorang laki-laki di keluarga yang cukup menggemari olahraga, sangat wajar rasanya jika saya menyukai sepak bola. Ayah saya cukup menyukai olahraga tersebut, meski lebih memilih untuk bermain bulu tangkis ketika masih muda. Dua orang kakak laki-laki saya sempat menghabiskan masa-masa sekolahnya untuk berlatih di sebuah Sekolah Sepak Bola di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur.
Saya sendiri sempat ingin didaftarkan untuk ikut berlatih di SSB yang sama dengan kedua kakak saya. Tapi, saya menolaknya ketika itu (dan sedikit menyisakan penyesalan saat ini), karena alasan yang sangat remeh. Ketika itu saya masih terlalu manja, dan cukup takut untuk mengenal orang serta lingkungan baru.
Soal sepak bola, coba tanyakan anak laki-laki mana yang tidak ingin menjadi pesepak bola? Saya rasa sebagian besar mereka akan menulis “Pemain Sepak Bola” pada bagian cita-cita di biodata atau buku tahunan sekolah mereka. Begitu juga dengan saya.
Akan tetapi rasa takut seperti yang saya sebutkan sebelumnya membuat saya yakin, cita-cita menjadi pemain sepak bola hanya akan berakhir di buku tahunan. Meski begitu saya tetap bermain sepak bola meskipun hanya bersama teman-teman, baik di sekolah dan di lingkungan rumah.
Lahir di awal 90-an dan baru benar-benar mengerti sepak bola di usia belasan tahun, saya menjadikan Manchester United sebagai tim favorit. Apalagi kalau bukan faktor seorang David Beckham. Masih sangat jelas di ingatan saya, momen dimana pada akhirnya saya mengatakan “Jagoan gue MU!”
27 Mei 1999 dini hari WIB. Saya dipaksa bangun oleh kakak saya -yang juga penggemar Man United- untuk menyaksikan salah satu pertandingan paling dramatis dalam sejarah sepak bola. Final Liga Champions 1999 antara Bayern Munchen vs Man United. Dua gol di injury time babak kedua membawa The Red Devils memastikan Treble Winners di musim tersebut.
Sejak saat itulah saya semakin menikmati olahraga yang katanya paling populer sejagat raya ini. Dari menonton pertandingan sepak bola di layar kaca, hingga bersorak sorai bernyanyi di tribun stadion saat mulai beranjak dewasa. Bahkan rela pergi ke luar negeri untuk mengawal Tim Nasional Indonesia berlaga.
Melalui kumpulan tulisan ini, saya ingin berbagi pengalaman yang saya alami sendiri ketika menonton langsung sepak bola di stadion. Semoga kumpulan tulisan ini bisa terus bertambah di kemudian hari.