i.am.legend.Avatar border
TS
i.am.legend.
Kala Gus Dur Ceramahi Wiranto soal Bendera Bintang Kejora

Almarhum Presiden Republik Indonesia ke-4, KH. Abdurrahman Wahid, atau yang akrab disapa Gus Dur. [Twitter@tsamaraDKI]

"Bapak Presiden, kami laporkan di Papua ada pengibaran bendera Bintang Kejora," kata Wiranto. Gus Dur lantas bertanya, "Apa masih ada bendera Merah Putih-nya?"

Suara.com - Bendera Bintang Kejora, yang oleh sebagian besar masyarakat dikenal sebagai simbol Gerakan Papua Merdeka, berkibar di depan Markas Besar TNI dan Istana Merdeka di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019) lalu.

Pantauan Suara.com, bendera itu dikibarkan di tengah aksi unjuk rasa ratusan Mahasiswa Papua yang tergabung dalam Komite Mahasiswa Anti-Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme.

Satu per satu peserta aksi memberikan orasi yang menggelorakan Papua agar mendapat hak menentukan nasib sendiri alias self-determination rights.

Setelah menyampaikan pendapat, mereka membuka baju untuk menunjukkan simbol perlawanan dan mengibarkan tiga bendera Bintang Kejora di depan Mabes TNI dan Istana Negara.

Mereka kemudian berlari mengitari bendera tersebut sambil berteriak "Papua Merdeka!" dan menyanyikan lagu "Papua bukan Merah Putih, Papua Bintang Kejora."

Koordinator massa aksi, Ambrosius, mengatakan, tujuan mereka mendatangi Kantor Jokowi dan Mabes TNI adalah untuk menyatakan referendum memisahkan diri dari NKRI.

Mereka juga meminta pemerintah untuk menarik seluruh pasukan aparat tambahan yang diterjunkan di wilayah Papua.

Setelah kejadian itu, kini enam orang Papua pengibar Bendera Bintang Kejora ditangkap dan ditahan di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.

Keenamnya ialah Dano Tabuni, Charles Cossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Ketua Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Surya Anta Ginting, dan Wenebita Wasiangge. Mereka bahkan sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Sudah ditahan di Mako Brimob," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono kepada wartawan, Selasa (3/9/2019).

Pengibaran Bendera Bintang Kejora juga pernah terjadi di masa pemerintahan Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Dikutip dari situs web resmi NU, menurut Muhammad AS Hikam dalam bukunya, Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita (2013), saat itu Gus Dur mendapat laporan dari Menko Polkam Wiranto.

[i]"Bapak Presiden, kami laporkan di Papua ada pengibaran bendera Bintang Kejora," kata Wiranto.

Gus Dur lantas bertanya, "Apa masih ada bendera Merah Putih-nya?"

"Ada hanya satu, tinggi."

"Ya sudah, anggap saja Bintang Kejora itu umbul-umbul."

"Tapi Bapak Presiden, ini sangat berbahaya."

Tanpa panjang lebar, Gus Dur dengan santai menjawab, "Pikiran Bapak yang harus berubah, apa susahnya menganggap Bintang Kejora sebagai umbul-umbul! Sepak bola saja banyak benderanya!"


Pada 2007, setelah tak lagi menjabat presiden, Gus Dur mengungkapkan alasannya tak melarang Bendera Bintang Kejora dikibarkan.

"Bintang kejora bendera kultural. Kalau kita anggap sebagai bendera politik, salah kita sendiri," katanya pada awak media.

Ia justru menyalahkan pola pikir TNI dan Polri karena melarang pengibaran bendera Bintang Kejora.

"Ketika polisi melarang, tidak dipikir mendalam, (tim) sepak bola saja punya bendera sendiri. Kita tak perlu ngotot sesuatu yang tak benar," ujarnya.

Tak hanya mengizinkan bendera Bintang Kejora dikibarkan, Gus Dur juga mengabulkan permintaan rakyat Irian Jaya kala itu untuk menggunakan sebutan Papua.

Menurut salah satu sahabatnya di Forum Demokrasi, Franz Magnis Suseno, sikap Gus Dur itu bukan berarti meremehkan Indonesia, melainkan malah untuk membantu orang-orang Papua menghayati Indonesia.

"Gus Dur percaya pada Orang Papua bahwa itulah cara untuk merebut hati suatu masyarakat yang puluhan tahun merasa tersinggung, tidak dihormati, dan bahkan dihina. Karena itu orang-orang Papua mencintai Gus Dur," ucap Franz Magnis dalam kata pengantar buku karangan Muhammad AS Hikam, berjudul Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita.
sumber
☆☆☆☆☆

Entah siapa yang salah.
Jika kita mau sedikit memahami pola pikir GusDur yang out of the box mungkin tidak ada yang salah. GusDur hanya ingin menghargai perasaan warga Papua, tanpa ingin punya prasangka buruk.

Secara kasar mata, bendera itu berbentuk segi empat dengan panjang dan lebar sekitar 2 banding 3. Sementara umbul-umbul berbentuk memanjang dengan sisi atas lancip dan terkadang sama besar dengan sisi bawah dan memanjang keatas.

Berdasarkan sejarah, bendera Bintang Kejora juga dipersiapkan untuk pembentukan negara West Papua, terpisah dari negara Papua New Guinea atau Papua Nugini.

Umbul-umbul banyak dibawa semasa perang kerajaan dimasa lalu entah masa Majapahit, Singasari, Kediri, Sriwijaya, dan lain-lain.

Lantas kembali lagi pertanyaannya, siapa yang salah?

GusDur, memang terkenal simpel dalam memandang segala sesuatunya, bahkan pada hal-hal yang pelik. Soal Jenderal Kunyuk, soal ungkapan "Gitu aja koq repot!", soal ungkapan adu kuat waktu dia ingin dilengserkan dari kursi Presiden, menunjukan bahwa GusDur memang pribadi yang humanis.

Tapi GusDur lupa bahwa bicara soal kemerdekaan, separatis, tidak hanya bisa dihadapi dengan humanisme. Dan warga Papua tidak semuanya humanis. Ada yang pragmatis, ada yang oportunis, bahkan ada yang bengis macam OPM.

Bicara bendera Bintang Kejora, jika ditanya ke 100 orang Papua, pasti sebagian besar bilang itu bendera Papua Merdeka. Cuma orang-orang yang tidak mau jujur saja yang bilang itu bendera kultural, bendera budaya. Dan pada dasarnya, tak ada yang namanya bendera budaya.

Sama halnya dengan bendera Bulan sabit dan bintang nya GAM, apakah itu bisa disebut bendera budaya? Nyatanya tidak. Bendera itu tetap dianggap sebagai bendera Aceh Merdeka. Lantas apa bendera RMS bisa disebut bendera budaya? Nyatanya tidak juga.

Jadi, kalau mau menyamakan sebuah bendera dengan umbul-umbul, larang semua 'bendera budaya' itu berkibar dengan bentuk sebuah bendera. Buat aturan jelas bentuk umbul-umbul yang diperbolehkan. Jujur saja, akibat pernyataan GusDur jugalah soal bendera Bintang Kejora ini menjadi rancu dan makin berani berkibar. Dikasih hati minta jantung. Dan ibarat seorang cowok, ketika seorang cewek memberi isyarat lainz diterjemahkan lain juga oleh si cowok. Akhirnya salah kaprah semuanya.

Dan kalau mau 'menurunkan' derajat bendera-bendera separatis itu menjadi bender budaya tau kultural seperti kata GusDus atau kata Freddy Numberi, buat RUU tentang bendera budaya tersebut bagi seluruh propinsi di Indonesia. Jadi tiap propinsi punya bendera sendiri sesuai dengan sejarahnya dan budayanya. Terserah, mau dikarang-karang dan dibuat filosofinya, atau memang sejarahnya tercatat. Dan bisa jadi ada beberapa propinsi yang benderanya sama, beri sentuhan berbeda. Lalu buat aturan dalam pengibarannya, bahwa bendera bangsa Indonesia Merah Putih, harus 1/3 lebih tinggi dari bendera-bendera propinsi ini. Dengan begitu, maka turunlah derajat bendera-bendera yang membuat Indonesia terus bergolak. Anggap saja NKRI rasa Federal seperti (lagi-lagi) kata Gusdur untuk mengomentari Otonomi Daerah.

Setuju?
Diubah oleh i.am.legend. 03-09-2019 16:17
clcyep
knoopy
nona212
nona212 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
2.5K
33
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.8KThread40.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.