peggimiruAvatar border
TS
peggimiru
PENYESALAN


Nasi goreng itu tersaji begitu saja di atas meja makan kayu persegi. Dan tak ada tanda-tanda seseorang akan menghampiri dan memakannya. Sedangkan, wanita yang memasak nasi goreng itu, masih setia berdiri di balik kitchen setmeski kegiatan memasaknya telah usai setengah jam yang lalu.

Tak lama, pendengarannya menangkap derap langkah kaki. Ia berusaha menegakkan tubuhnya yang merosot terlalu dalam pada kubangan kesedihan. Memberikan harapan kepada hatinya, bahwa bisa saja orang tersebut adalah yang ia harapkan.

Jantungnya berdetak lebih cepat, ketika suara langkah kaki itu kian mendekat. Mendekat. Mendekat. Dan pada akhirnya, pandangannya jatuh pada sosok yang sama sekali bukan orang yang dia harapakan.

Mencoba sekali lagi memberikan harapan kepada hatinya, ia memindai ke segala arah yang dapat dijangkau pandangannya. Namun nihil, tak ada lagi manusia bernyawa selain mereka berdua di sana.

Ia tersenyum getir. Menyadari bahwa sudah ribuan kali ia terlalu kejam pada hatinya. Memberikan harapan-harapan yang kenyataannya sudah ia ketahui akan menyakitinya.

Sosok laki-laki yang baru saja datang itu, mendekat ke arah wanita tadi dan menuntunnya untuk duduk di salah satu kursi meja makan yang ada di sana. Sedangkan, laki-laki itu duduk tepat di sebrangnya.

"Kenapa nasi gorengnya nggak dimakan, Sya?" ucap laki-laki itu memulai percakapan.

Ada jeda yang cukup lama, sebelum wanita tadi menjawab. "Itu buat, Ayah."

Laki-laki itu tertegun. Susah payah ia menelan air ludahnya karena tiba-tiba saja tenggorokannya terasa begitu kering.

"Sya!"

"Ayah belum pulang, kan? Makanya sekarang nggak ada di rumah? Ya, kan?"

"Sya!"

"Yaudah, sambil nunggu Ayah pulang, kamu mau makan nasi goreng juga?"

Laki-laki itu hanya bisa terdiam untuk pertanyaan yang dilemparkan padanya.

"Kenapa? Nggak mau nunggu? Ini buat, Ayah loh. Minggu kemarin dia minta dimasakin."

Laki-laki itu masih terdiam. Namun, tatapannya berubah sendu.

"Aku masaknya nggak lama, kok."

Wanita tadi hendak beranjak dari duduknya, tapi secepat kilat laki-laki itu menarik pergelangan tangannya, sambil menatap dengan isyarat agar tetap duduk di sana.

Kini, laki-laki itu yang beranjak dari duduknya. Berjalan ke arah wanita tadi dan berjongkok di depannya. Ia meraih kedua tangan wanita tadi, menggenggamnya seerat mungkin, berharap ia bisa menyalurkan sedikit kekuatan yang ia gunakan untuk bertahan, kepada wanita di hadapannya ini agar bisa sedikit lebih kuat. Karena kehilangan juga beberapa kali menghantamnya begitu kuat. Hingga hanya dengan sisa-sisa kekuatannya yang ia kumpulkan dengan susah payah, ia jadikan tameng kesedihannya.

"Ayah, udah tenang di alam sana, Sya," ucap laki-laki itu hati-hati. "Kita harusnya mendoakan, Ayah, sebagai bukti bahwa kita sayang," lanjutnya.

Perkataan laki-laki itu menghempas jauh harapan-harapan wanita tadi. Sekali pun ingin meraihnya kembali, kenyataan yang dihadapi sekarang berhasil menampar kesadarannya. Lantas, setelah sekian detik terdiam, wanita tadi langsung memeluk laki-laki itu. Menangis sejadi-jadinya, sekeras-kerasnya, sampai segala sakit hatinya setidaknya teredam oleh suara tangisnya kala itu.

Sang laki-laki hanya mampu membalas pelukan tersebut, mengelus-elus pundak istrinya agar bisa sedikit lebih tenang. Jujur, iya paling tidak bisa melihat orang yang dia sayang menangis. Tapi, sekarang ia tidak bisa mencegah ini, karena ia mengerti betapa sakitnya jika orang yang kita cinta lebih dulu dipanggil ke pangkuan-Nya.


TAMAT



Sumber Gambar
Di sini



Spoiler for Spoiler for indeks cerita lainnya:
Diubah oleh peggimiru 15-04-2020 03:45
trifatoyah
miniadila
bukhorigan
bukhorigan dan 57 lainnya memberi reputasi
58
9.6K
264
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.