1. Mengurangi Produksi Plastik


Nah cara paling ampuh yang sudah diterapkan di beberapa negara ini yakni mengurangi produksi sampah. Mengurangi atau membatasi produksi adalah langkah pertama. WWF sendiri melaporkan bahwa produksi plastik telah meningkat 200 kali lipat sejak 1950, dan telah tumbuh pada tingkat 4% per tahun sejak tahun 2000.


Nah salah satu cara yang sudah ditempuh beberapa maju negara ya tak lain dengan mengurangi produksinya seperti yang terjadi di Benua Eropa, tepatnya negara-negara maju seperti Jerman, Inggris, Prancis, dan Belanda. Di Indonesia ini pun rupanya kebijakan ini sudah dimulai lewat kebijakan yang dilaksanakan oleh Kemenperin yang memberi target produksi plastik urai meningkat sebanyak 5% pada tahun 2019 sebagai wujud menekan tingkat plastik yang akan beredar di Indonesia.

2. Mengurangi Penggunaan Plastik


Selanjutnya langkah yang ditempuh para masyarakat dunia untuk mengurangi pencemaran sampah plastik yakni dengan mengurangi penggunaannya dengan menggantikannya ke plastik ramah-lingkungan yang mana terbuat dari bahan-bahan alami yang dapat dengan mudah terurai alam dalam jangka waktu yang relatif singkat dan dengan ketahanan yang serupa dengan plastik konvensional seperti plastik diatas.

Saat ini, data dari WWF mengumumkan bahwa 40% dari plastik yang beredar di dunia sudah tergolong sekali pakai dan memiliki umur satu tahun, yang mana akan mengurangi pencemaran plastik di bumi ini. Tentu hal ini akan berpengaruh besar dengan merekomendasikan penggunaan plastik alami secara grosir dalam perusahaan sehingga sebagian besar dapat didegradasi alam.

3. Mengumpulkan Sampah


Saat ini berbagai macam kegiatan pengumpulan sampah yang bercecer di lingkungan makin dipraktikan secara gencar-gencaran seperti trash tag challenge. Foto di atas merupakan trash tag challenge terbesar yang pernah ada yakni di Pantai Mumbai, India. Namun sayang sekali di beberapa belahan dunia tingkat pengumpulan sampah masih rendah dan juga penyortiran yang buruk menjadi suatu masalah utama.

Banyak laporan yang mengatakan bahwa sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi “masalah kritis” karena lebih cenderung menjadi polusi daripada menjadi barang recycle yang dikelola melalui fasilitas pengolahan limbah yang terkontrol.

"Kegagalan untuk menyortir atau membuang plastik dengan benar menyebabkan limbah hanya sekedar dibuang ke tempat pembuangan sampah atau dibuang ke alam," "Ketidakmampuan inilah yang justru menghasilkan sepertiga dari plastik, sekitar 100 juta metrik ton limbah plastik, menjadi polusi darat atau laut." —Ujar WWF.

4. Mengolah Sampah Menjadi Listrik


Ternyata tidak banyak plastik yang didaur ulang di muka bumi, menurut laporan WWF, sebagian besar hanya berakhir di penimbunan, pembakaran atau pembuangan. Pada 2016 sendiri tercatat hanya ada kurang dari 20% limbah plastik yang didaur ulang, karena prosesnya tidak menguntungkan dan mahal.

"Biaya pengoperasian daur ulang sangat tinggi karena biaya pengumpulan dan pemisahan yang tinggi, dan pasokan plastik daur ulang yang terbatas,". "Mengumpulkan dan memilah adalah proses yang memakan waktu dan padat karya karena tingginya tingkat limbah plastik campuran dan terkontaminasi”. “Semua ini berarti emisi karbondioksida dari pengelolaan limbah plastik bisa tiga kali lipat pada tahun 2030”— ujar WWF.

Oleh karena itu pengolahan sampah sekarang ini lebih cenderung ke pemanfaatannya sebagai sumber energi listrik terbarukan seperti yang sudah beroperasi di Ceko dan Ethiopia dimana sampah-sampah dikumpulkan lalu kemudian di bakar untuk memanaskan air sehingga terbentuk uap. Dari uap tersebutlah dimanfaatkan untuk menggerakkan generator listrik yang menghasilkan listrik 185 juta kWh tiap tahunnya.

5. Memasarkan plastik daur ulang


Pasar plastik daur ulang saat ini tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Namun menurut WWF sendiri semua itu bisa selesai bila ada Insentif yang dilakukan dengan meningkatkan biaya produksinya, meningkatkan kemampuan teknisnya, dan meningkatkan kualitas bahan sekundernya.

Langkah pertama yang bisa dibuat untuk mensukseskan pemasaran plastik daur ulang adalah dengan membuat harga plastik baru lebih mahal sehingga orang-orang akan berpikir dua kali untuk membuang plastik ke alam. Imbasnya akan tercipta perilaku untuk mengelola sampah.

Menurut WWF "sistem ekonomi pada plastik daur ulang membuat konsumen tetap memilih plastik biasa yang berujung pada mencemari planet”. Hal ini rupanya dilatarbelakangi kualitas plastik daur ulang yang justru lebih rendah, susah diaplikasikan dan penggunaan ulang yang lebih terbatas, hingga akhirnya mengurangi permintaan, mengurangi harganya, dan karenanya pendapatan perusahaan yang melakukan daur ulang merugi."

Oleh sebab itu WWF menghimbau agar konsep ini segera diterapkan kepada negara-negara yang memiliki masalah dengan pemasaran plastik daur ulang. Konsep ini pun sudah diterapkan dibeberapa negara di benua eropa dan amerika, kedepannya hal ini akan berimbas kepada meningkatnya minat untuk membeli plastik daur ulang.