tuffinksAvatar border
TS
tuffinks
Perasaan yang Sebatas di Patok Tenda


Semua ini terjadi begitu saja, tanpa aku sadari sejak di hari pertamaku menginjakkan kaki di bumi perkemahan. Semua terasa begitu menyebalkan. Melihat begitu ramainya peserta lomba dan para kakak pembina yang akan membinaku selama beberapa hari kedepan. Itu sangat membosankan. Aku sangat merindukan kasur dan bantal dikamar, merindukan suasana keseharianku di rumah. Ditambah lagi rekan kontingenku yang seolah memberi semangat kepadaku. Aku hanya tersenyum kepada mereka, walaupun berat, ini harus kujalani.

Senja yang begitu cepat berpindah ke malam. Disertai dengan hujan lebat membuatku kedinginan. Kayu bakar yang sudah terkumpul sejak sore seharusnya menjadi api unggun untuk menghangatkan kami malam itu. Karena hujan mengalahkan semua perencanaan kami yang sudah terjadwal dengan rapi, Kami hanya berharap agar hujan segera berpamit. Namun bukannya mereda, justru malah keasikan berlama-lama gemericik diatas langit-langit lokasi perkemahan kami. Mungkin, alam sedang ingin berkenalan dan beradaptasi dengan kedatangan kami.

Aku yang sudah kesal sejak siang tadi mulai sedikit terhibur melihat kontingenku yang bercanda gurau di dalam tenda yang sempit ini. Mau bagaimana lagi, aku harus menjalani kegiatan yang berat dan membosankan ini 3 hari kedepan.

Pukul 5, tatkala mentari mengintip dari tepian horizon, kami harus beranjak berkumpul untuk mengadakan senam pagi. Keadaan yang begitu memaksaku untuk bangun dari tidur lelapku. Saat itu memang ragaku sedang berada di kerumunan masa untuk melaksanakan senam pagi. Tetapi jiwaku masih berkeliaran dalam mimpi indah. Raga yang begitu malas dan jiwa yang masih bermimpi seketika terkumpul kembali melihat kakak-kakak pembina yang begitu semangat mengikuti senam pagi. Aku tau, mereka pasti juga merasakan hal yang mungkin lebih melelahkan dibandingkan aku. Tetapi mereka tidak memperlihatkan rasa lelah itu didepan peserta yang mereka bina. Termasuk aku yang pemalas ini.

Selepas senam pagi membasahi keringat kami, kakak Pembina memberikan waktu 30 menit untuk mandi dan sarapan sampai peluit dibunyikan. Ditempat itu hanya ada kamar mandi putri 4, sedangkan anggota putri lebih dari 100 orang. Mau tak mau kami harus berebut untuk mandi. Dimana diantara kami harus ada yang mau mandi 4 orang dalam 1 kamar mandi. Jangan dibayangkan, rasanya begitu menggelikan.

Selepas itu, kami harus bergegas untuk menyantap sarapan pagi yang meskipun nasinya sedikit gosong dan lauk ala kadarnya. Tapi mau bagaimana lagi, memang itulah yang ada. Kami disini dididik untuk disiplin dan tidak pilih-pilih saat makan. Tak ada makanan orderan dari Go-Food yang enak. Tak ada masakan bunda dirumah yang sedap. Tak ada sinyal yang kuat untuk malam-malamku menjelajahi Webtoon. Hanya ada pohon-pohon yang menjulang tinggi mengelilingi tempat perkemahan kami. Meskipun dekat dengan pemukiman warga, tapi desa disini sangatlah tertinggal dibanding kota yang selama ini aku tinggali. Tapi meskipun begitu, tempat disini lebih sejuk dibanding tempat tinggalku yang penuh dengan polusi udara dimana-mana.

Peluit mulai berbunyi, semua peserta berlari dari segala penjuru untuk berkumpul. Untung saja kontingenku semua tepat waktu dan tidak ada yang terlambat, jadi kami lolos dari hukuman pada hari itu.

Saat berkumpul di wantilan, aku melihat kakak pembina laki-laki yang begitu gagah nan tampan. Mataku tak henti-hentinya memandangnya. Pikiranku mulai kacau, akupun tak dapat menebak perasaan apa ini. Aku harap semua perasaan ini tidak terlalu berlebihan terhadapnya, karena sangatlah tidak mungkin bagiku untuk mengenalnya lebih jauh. Tapi mengapa semakin aku menatapnya, aku semakin terpesona. Tak sedikit aku mencuri pandangan ke arahnya, dan terkadang ketika ia memergoki pandanganku, ia hanya tersenyum kepadaku. Oh tuhan, perasaan apa ini… Jatuh cinta memang aneh, daya tariknya mampu menyentuh sanubari seseorang.

Seiring berjalannya waktu dalam kegiatanku, teguran dan sapaannya semakin membuatku terhipnotis, seolah tak sadar akan lelahnya aktivitas yang telah ku jalani sejauh ini. Mulai dari mengikuti lomba dan beberapa acara lainnya. Aku begitu tak sadar bahwa aku selalu bersemangat ketika dia memberiku dukungan. Bahkan juga tak sedikit dari rekan kontingenku yang bingung keheranan akan tingkahku belakangan ini. Aku yang diawal hanya suka bermalas-malasan didalam tenda. Kini selalu mengikuti kegiatan yang diberikan oleh kakak-kakak pembina. Tak sedikit juga dari mereka yang menyadarkanku, bahwa aku sedang dilanda asmara. Omong kosong macam apa ini, aku benar-benar tidak percaya dengan semua dugaan dari mereka tentangku.

Malam hari, selepas kegiatan menguras tenaga kami. Aku memberanikan diri untuk menceritakan perasaan yang selama ini aku pendam kepada Hani, rekan setendaku. Aku mengatakan semuanya dan perasaan yang membingungkan dalam hatiku. Dia hanya terkekeh mendengar ceritaku dan berkata bahwa aku sedang jatuh cinta. Aku yang mendengar perkataan dia masih tak percaya. Aku juga tak mau jika itu memang benar, karena aku tak mau merasakan cinta sepihak seperti ini. Apalagi pertemuanku dan dia hanya sebatas patok tenda tertancap ditempat ini. Setelahnya, mungkin aku susah untuk bertemu dengannya, apalagi mengenalnya lebih jauh. Jadi aku harus mencoba untuk melupakan semua tentangnya secara perlahan.

Keesokan paginya dihari ketiga, aku berniat memasak makanan untuk rekan-rekan kontingenku yang masih terlelap dengan mimpi indahnya. Aku adalah orang yang rutin menyapa ketika ada peserta lain ataupun kakak pembina berjalan melewati depan tendaku. Terlihat pagi itu Faroh sedang berjalan melewati tendaku, aku menyapanya, dan Faroh pun membalas sapaanku. Disusul ada kakak pembina, “Selamat pagi kak Uci” ia pun tersenyum dan membalas salamku “iya, selamat pagi Anggi”. Lalu terdengar suara kaki mendekatiku, harum yang menawan itu mengingatkanku pada seseorang. Tapi entah dimana aku lupa. “selamat pagi kak” spontan aku menyapa tanpa melihatnya terlebih dahulu. Tiba-tiba aku kaget dia sudah berada disamping dapur tendaku.

“Angga Randi Kusuma, panggil saja aku Anggara” ia mengulurkan tangan bermaksud memperkenalkan diri kepadaku. Dengan senyuman yang manis, hidungnya yang mancung bak orang eropa dan matanya yang tajam memandangiku.

Aku hanya terdiam dan pandanganku mulai melekat padanya. Mungkin heran dengan semua ini karena kembali mempertemukan aku dengannya. Atau mungkin aku sedang mengagumi wajahnya yang mempesona itu.

“Halo… jadi, punya nama?” seloroh lelaki itu bertanya

Ku raih tangan lembutnya itu seraya berkata “Ah iya, Anggi Kurniawati”. Dengan sedikit wajah yang memerah aku hanya bisa menunduk tersipu malu.

“Sedang masak apa? kok sendirian?” Tanya lelaki wangi itu yang semakin mendekat lalu duduk bersebelahan denganku.

*Degg...

Perasaan apa ini. Rasanya jantungku berdegub kencang. Seoalah habis berlari mengelilingi lapangan. Harum tubuhnya yang selama ini lama tak ku hirup tiba-tiba melekat disampingku yang hanya berjarak beberapa centi.

“Ehmm, lagi masak telur sama sayur kak…”
“Pengen masakin buat temen-temen aja. Soalnya kasihan selama ini aku cuma merepotkan 
mereka. Aku pengen bales kebaikan mereka” Jawabku dengan sedikit canggung

“Saya bantu ya” tanya dia dengan wajah penuh harapan.

Aku yang tak bisa menolak hanya dapat mengamini tawarannya. Kemudian kita saling bekerja sama di belakang tenda dapur untuk menyiapkan makanan. Tak sedikit gurauan darinya meleburkan kecanggungan dalam diriku. Semakin lama aku semakin nyaman dengan cara dia mendekatiku. Tak sedikit lelaki yang mempunyai metode pendekatan seperti ini. Aku yang selama ini cuek tak menghiraukan gombalan lelaki, kini hanya bisa tertunduk dihadapannya. Seolah benteng kuat yang selama ini aku jaga terhadap lelaki gombal ditembusnya tanpa menghancurkan tembok itu.

Spoiler for Anggi Kurniawati:


Canda tawa yang begitu seru membangunkan rekan-rekan setendaku yang sedang tertidur lelap. Dengan tampang yang berantakan dan raut wajah yang masih mengantuk mereka keluar dari tenda bermaksud ingin menghardikku. Mereka kaget dengan keberadaanku di tenda dapur yang berduaan dengan seorang lelaki.

“Loh, sedang apa kak Anggara disini?” tanya rekan kontingenku yang keluar dari dalam tenda.

“Cuma sekadar membantu Anggi menyiapkan sarapan untuk kalian” Jawabnya dengan senyum manis di bibirnya.

“Hayoo, kalian punya hubungan khusus ya?” Tanya rekan kontingenku yang lain
“Cieeee…” sontak suara mereka bersamaan meledek kita berdua

“Aih.. Eng.. Enggak kok, enggak ada…”
“Kita cuma temenan aja” kataku dengan sedikit gugup

“Bukan sekadar temen biasa, saya sama Anggi berteman dekat. Saya kasihan dia capek sendirian. Jadi enggak ada salahnya kan saya bantu dia? siapa tau dengan begini membuat saya sama Anggi menjadi lebih akrab”

Jawaban itu malah semakin membuat rekan kontingenku bersorak meledek. Aku yang mendengar jawaban kak Anggara hanya bisa menundukkan kepala dan tersipu malu.

“Berita panggilan ditunjukkan kepada kak Anggara agar segera menuju ke sumber suara. Sekali lagi panggilan ditunjukkan kepada kak Anggara agar segera menuju ke sumber suara, di tunggu kehadirannya sekarang juga. Terima kasih”

Kak Anggara yang mendengar panggilan itu segera beranjak pergi menuju sumber suara sembari melambaikan tangannya kearahku dengan senyuman manis. Aku hanya bisa menghela nafas panjang, karena kehebohan ini telah berakhir. Namun tidak dengan rekan kontingenku yang terus menanyakan sesuatu yang terjadi antara aku dan kak Anggara. Aku hanya bisa mengalihkan setiap pertanyaan dari mereka.

Spoiler for Angga Randi Kusuma:


Masih dihari yang sama, aku merasakan sesuatu yang tidak biasa. Jantungku terus berdegub kencang dan sepertinya ada benda yang memukul-mukul dadaku. dig dag dug, dig dag dug.. Aaarrgh.. perasaan apa ini?rasanya sakit sekali jika aku terus memikirkan dia. Memangnya siapa dia bisa seenaknya melintas dalam pikiranku tanpa permisi. Tapi mengapa dia selalu terlintas dalam pikiranku. Aku yang berniat melupakannya malah semakin mengingatnya. Lagi-lagi aku di mabuk asmara

“Ayoo.. Ayoo cepet pakai seragam pramuka kalian. Harus lengkap dan bergegas menuju wantilan, sekarang!! gertak suara Lina pemimpin sanggaku untuk segera menuju ke wantilan.

Sesampai di wantilan, kami sudah bersiap untuk melakukan perpisahan di hari terakhir. Namun sebelum itu, kakak pembina meminta kepada kami untuk memberikan satu surat cinta kepada mereka. Dan surat cinta itu harus dengan lawan jenisnya. Mendengar kabar seperti itu wajahku mulai mengkerut “aku bingung harus mengirim surat cinta ini kepada siapa? ngapain juga pakai acara surat cinta segala sih” gerutuku kesal.

Lagi-lagi aroma indah itu mendekatiku dari belakang dan berbisik “Anggi enggak perlu bingung, tulis saja surat cintanya ke saya. Saya akan merahasiakan isinya kok”

“Ehmm.. iya kak makasih sarannya…”
“Tapi saya enggak pernah menulis surat. Apalagi tentang cinta” balasku sambil gugup

“Enggak papa kok. Saya akan terima apapun isi surat itu.. Asal dari tulisan kamu sendiri ya” suara lembutnya itu membuat wajahku memerah. Aku hanya bisa tersenyum tak membalas perkataannya.

Jam sudah menunjukkan pukul 2 siang. Dimana detik-detik pelepasan dan perpisahan perkemahan ini segera usai. Aku yang tak sabar menunggu rumah sangat bersemangat merapikan barang-barangku yang masih berantakan di tenda. Makan siang sudah dihidangkan. lauk yang seadanya kami santap. walaupun sedikit terasa hambar, tapi kami senang dengan adanya perkemahan singkat ini memberikan pelajaran dan pengalaman tersendiri untuk kami. 

Perut sudah terisi, barang-barang sudah aman dan siap untuk menghadiri upacara perpisahan.
Namun, rasa senang itu tiba-tiba sirna karena Vina yang sedari tadi berbicara perihal surat cinta untuk kakak pembina. Aku yang belum sempat memikirkan itu semua hanya berpasrah dan menulis dengan apa adanya lalu sembunyi-sembunyi ku berikan kepada kak Anggara. Aku hanya berharap semoga perasaanku ini dipahami olehnya.

Quote:


Waktu begitu cepat melesat hingga menuju pukul 4 sore. Kami para anggota peserta dan kakak pembina mempersiapkan upacara perpisahan di bumi perkemahan ini. Terlihat dari kejauhan sosok lelaki itu memandangiku tiada henti. Entah tatapannya itu karena kecewa membaca suratku, atau ada maksud lain. Aku hanya bisa menundukkan kepala dan terkadang sedikit mencuri tatapannya.

Upacara yang berlangsung beberapa menit telah usai. lelaki itu sekali lagi menghampiriku untuk terakhir kalinya. Tanpa permisi dia langsung memelukku dan mengelus manja kepalaku, seraya berkata "saya juga memiliki perasaan yang sama denganmu sejak saat itu. Sejak kamu mencuri-curi pandang, saya sudah mengetahuinya. Ingatlah, meskipun terlihat perasaan ini hanya sebatas patok tenda yang menancap ditanah ini. Saya tetap akan mengingatmu, sampai kita akan dipertemukan kembali. Jaga baik-baik dirimu. Tetaplah menjadi Anggi yang selama 3 hari ini saya kenal. Saya yakin, perkenalan kita tidak akan berhenti disini saja. Aminkan itu” lalu kak Anggara melepaskan pelukannya dariku.

Aku hanya bisa tersenyum mendengar ucapan dari kak Anggara. Mungkin itu perpisahan yang terindah untukku dan dia. Mungkin itu juga akan menjadikan pelukan pertama dan terakhirnya untukku. 

Spoiler for Pramuka Indonesia:
Diubah oleh tuffinks 20-08-2019 15:14
KnightDruid
anasabila
someshitness
someshitness dan 11 lainnya memberi reputasi
12
3.5K
51
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.