batachisraelAvatar border
TS
batachisrael
Nestapa Mahasiswa Papua: Diperlakukan Rasis Tapi SDA-nya Dikeruk


Nestapa Mahasiswa Papua: Diperlakukan Rasis (Monyet) Tapi SDA-nya Dikeruk

Kentalnya kebencian bernuansa rasis terhadap mahasiswa Papua dianggap sebagai ironi di tengah upaya negara terus menerus mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) Papua.

- "Hey anjing! babi! monyet! keluar lo kalau berani! Hadapi kami di depan!,"

Teriakan itu sontak mengagetkan Dorlince Iyowau (19 tahun) yang tengah berada di dalam asrama mahasiswa Papua, Jalan Kalasan No.10, Surabaya, Jawa Timur pada Jumat (16/8/2019) sore.

Sore itu ada 15 orang di dalam asrama. Mereka tengah beres-beres karena akan ada acara keesokan hari di sana. Orang yang diduga anggota TNI itu mulai menggedor-gedor dan merusak pagar, jumlah mereka sekitar 15 orang. Dorli tidak tahu alasan kemarahan orang-orang itu, tapi ia menduga aksi itu berhubungan dengan tiang bendera yang patah di depan asrama.

Menurut Dorli, bendera itu sudah berkibar sejak beberapa hari lalu dan tak ada penghuni asrama yang mempermasalahkan. Namun, tiba-tiba saja bendera itu telah rusak dan para mahasiswa Papua di asrama dituduh sebagai perusaknya.

Suasana makin mencekam, Satpol PP dan berbagai ormas berdatangan mengepung asrama. Ujaran-ujaran rasis penuh kebencian terlontar dari mulut mereka sejak sore. Mahasiswa yang ketakutan hanya bisa berkumpul di aula asrama sembari menahan lapar sepanjang malam.

Beruntung pada 17 Agustus siang, 27 mahasiswa Papua lain datang ke asrama untuk membawa makan. Namun mereka tak bisa keluar, total ada 43 mahasiswa yang kini terkurung.

Menolak Menyerahkan Diri

Polisi dan tokoh lingkungan turut datang dan meminta mahasiswa segera menyerahkan diri. Permintaan itu aneh menurut mahasiswa, sebab mereka merasa tidak pernah melakukan kesalahan apa-apa.

"Kami menolak, kami bertahan karena kami merasa itu rumah kami," ujar Dorli.

Akhirnya sore hari kepolisian memaksa masuk ke dalam asrama dengan kekuatan penuh. Gas air mata memenuhi asrama, sekitar empat mahasiswa pun terluka dalam kejadian itu. Masing-masing di pelipis kanan, di punggung, di kaki karena terkena gas air mata, dan tangan keseleo.

Mereka digelandang ke Mapolres Surabaya untuk diperiksa terkait dugaan perusakan bendera yang diadukan ke kepolisian pada 16 Agustus. Dalam pemeriksaan itu mahasiswa mengaku tak tahu menahu atas rusanya bendera, selain itu tak ditemukan bukti lain yang menyatakan mahasiswa merusak bendera. Akhirnya mereka dilepaskan pada 17 Agustus tengah malam.

"Sampai tadi malam statusnya masih sebagai saksi. Belum ada penetapan tersangka," kata Koordinator KontraS Surabaya Fatkhul Khoir yang mendampingi mahasiswa saat dihubungi Tirto pada Minggu (18/8/2019) pagi.

Walau begitu, para mahasiswa masih merasa tidak aman atas kejadian dua hari itu. Mereka kini telah berkoordinasi dengan kepolisian guna memastikan situasi tetap kondusif.

Aksi represi terhadap mahasiswa Papua juga terjadi di sejumlah daerah lain seperti Ternate, Ambon, Malang, dan Jayapura. Setidaknya 19 mahasiswa Papua terluka dalam kejadian tersebut, sementara lainnya ditangkap kepolisian.

Rasisme yang Masih Kental

Aktivis Forum Rakyat Indonesia Untuk West Papua (FRI-West Papua) Surya Anta menilai aksi di Surabaya menandakan masih kentalnya kebencian berbasis ras kepada orang Papua. Ini ironis karena pemerintah juga terus menerus mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) Papua.

Hal ini membuat Surya teringat pada pernyataan mantan wakil kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) Ali Moertopo : "Jakarta tidak tertarik kepada orang Papua melainkan wilayahnya." Hal itu ia sampaikan di hadapan anggota Dewan Musyawarah Papua (DMP) di Jayapura beberapa waktu pasca Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).

Apa diucapkan Ali Moertopo menurut Surya terasa hingga saat ini. Stigma dan stereotype terhadap orang Papua masih amat kental, mulai dari tukang mabuk, tukang rusuh, sampai tak bisa dididik, dan dianggap setengah binatang. Pemerintah Indonesia pun dinilai sebagai pihak yang memulai dan melanggengkan stigmaisasi dan stereotip tersebut.

Sebut saja pernyataan Wakil Walikota Malang Sofyan Edi Jarwoko yang membuka opsi pengusiran terhadap mahasiswa Papua di Malang. Kampus-kampus yang menampung mahasiswa Papua pun diminta membuat pakta integritas cinta NKRI.

Padahal, sampai saat ini belum jelas duduk perkara yang terjadi di Malang pada 15 Agustus 2019 lalu. Pemerintah langsung membuat kesimpulan mahasiswa Papua biang keladi bentrok tersebut.

"[Stereotype] itu untuk membuat mental orang Papua makin rendah sehingga derajat orang Jawa, orang Indonesia, itu lebih tinggi sehingga orang Papua harus tunduk pd orang Indonesia," kata Surya di Menteng, Jakarta Pusat pada Minggu (18/8/2019).


tirto.id


Menyedihkan sekali, dan akibat yang harus dibayar amatlah mahal ! emoticon-Embarrassment

Diubah oleh kaskus.infoforum 20-08-2019 02:08
kudanil.la
rony25
tien212700
tien212700 dan 23 lainnya memberi reputasi
22
14.5K
206
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.7KThread40.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.