tetehenahAvatar border
TS
tetehenah
Aku Hanya Memiliki Allah Dan Itu Cukup
"Ya ampun, Honey. Jam segini masih tidur,"terdengar jeritan seorang lelaki memicu kesadaran yang tengah terlelap.

Tanganku meraih android di bawah bantal. Terkejut saat melihat angka 12 di layar. Niatnya sehabis dhuha, hanya ingin rebahan manja. Mengapa jadi terlelap hingga tengah hari?

Aku yang sengaja membuka kunci kamar, agar tak perlu bangkit bila ada panggilan kerja mendadak, tak menyalahi lelaki yang telah berada di kamar. Mungkin aku tak mendengar ketukannya. Bisa jadi, tangan kanan Bos merasa cemas tak mendapati jawabanku. Hingga membuatnya nekad memasuki kamarku tanpa izin. Dia terheran. Memergokiku yang masih bermanja di pembaringan.

"Ada apa, Riza? Ada pekerjaan untukku?"tanyaku masih bersembunyi dengan aurat tertutup selimut. Kebiasaan burukku. Bila tidur dengan pendingin ruangan, maka dari ujung kaki hingga ujung rambut, sempurna tertutup. Aku hanya menyibak sedikit. Memperlihatkan satu mata. Biar bagaimanapun, aku harus waspada. Terlihat Riza berada di ujung kakiku.

"Nggak ada pekerjaan, Honey,"jawabnya justru memicu amarahku.

"Jika memang tidak ada pekerjaan, lalu untuk apa membangunkanku, Riza?"ucapku beringas masih bersembunyi di balik selimut.

"Iya, ya? Untuk apa membangunkanmu, Honey?"jawabannya membuatku berteriak kasar mengusirnya.

"Keluar kau, Riza!"titahku membuatnya melangkahkan kaki. Menjawab singkat dan bergegas menjauh.

"Iya, Honey,"

"Tutup pintunya lagi, Riza!"titahku merasa kesal telah berhasil diganggu. Dengan kehadirannya yang tidak penting.

"Baik, Madame."jawabnya membuatku tergelak.

Riza memanggilku Madame. Yang berarti Nyonya. Panggilan untuk perempuan dari keluarga Bos. Lelaki ini sudah 20 tahun mengabdi. Sementara aku baru empat bulan.

Entah ini keajaiban atau kesialan. Saat mengetahui aku satu-satunya perempuan yang menetap di lantai tiga. Sementara tiga pekerja wanita, dua supir dan lima chef pribadi diajak serta Bos sekeluarga keliling dunia. Dimulai dari Libanon, Turkey, Greece, Yunani hingga Prancis. Sebelum kembali ke Riyadh. Selama empat bulan. Dengan biaya akomodasi ditanggung Bos.

Padahal sudah digadang-gadang aku termasuk salah satu dalam rombongan. Namun ternyata iqamah (KTP Saudi) milikku belum jadi. Membuatku menjadi satu-satunya penghuni cantik di kediaman ini. Menghadapi 18 lelaki sendirian. Jumlah pekerja di sini 29 orang termasuk aku.

Saat ini aku bekerja di salah satu rumah anggota keluarga kerajaan. Pekerjaan santai, gaji lancar, keliling dunia gratis, wifi 24 jam nonstop. Apesnya, pekerjaanku sebagai chef. Satu-satunya koki yang cantik. Dihujani segala makanan highclass agar aku bersedia menjadikan salah satu rekan kerja sebagai kekasih.

"Sebenarnya siapa yang kau cintai, Honey?"tanyanya mewakili yang lain. Saat kami bersiap mengerjakan pesanan Bos sekeluarga. Kami terbiasa bekerja dihiasi percakapan. Dari hati ke hati. Hingga kadang kebablasan.

"Aku mencintai kalian semua,"jawabku diplomatis. Tersenyum. Memandangi mereka satu persatu.

"Ayolah, Honey. Pilih salah satu di antara kami. Janji! Tidak akan marah, siapapun yang kau pilih!"ucapnya diamini yang lain.

Aku mengedarkan pandangan. Mengapa para lelaki ini begitu berharap aku melabuhkan resah? Di saat waktu membuktikan, aku mampu berdiri tanpa bersandar. Kecuali pada-Nya.

"Kalian istimewa di hatiku. So ... semua lelaki di muka bumi, itu kekasihku,"gelakku berusaha meredam nyeri di dada.

"Honey ... please. Pilih satu. Agar kami tak bersaing memperebutkanmu,"

"Apa? Kalian itu bodoh atau tolol?"makiku mempertanyakan kewarasan mereka.

"Honey ... please,"

"Oke, oke. Sudah selesai bercandanya. Ini jawaban serius. Aku tidak percaya dua hal. Lelaki dan pernikahan,"

"Kenapa, Honey?"

"Aku pernah menikahi lelaki yang selalu menjaga sholat lima waktunya di masjid, namun ia tak mampu menjagaku dari kedzolimannya. Bahkan suamiku berani menyarangkan kepalan tangan di belakang kepalaku,"ungkapku membuat wajah mereka menegang. Terlihat jemari mereka terlipat mengepalkan tinju.

"Andai mantanmu ada di sini, kami akan membalasnya untukmu, Honey,"gigi mereka bergemeretak.

"Tak perlu. Toh aku sudah bercerai darinya,"

"Itu sebabnya kau menutup hatimu sedemikian rapat, Honey?"

"Aku hanya memiliki satu hati. Untuk lelaki terakhirku. Bukan untuk coba-coba. Apalagi sekedar menyicip rasa. Singgah lalu menghilang entah kemana. Hidup mengajarkanku banyak hal. Merelakan banyak hal demi menggenggam impian,"

"Lalu untuk apa kau jauh-jauh bekerja di Riyadh? Meninggalkan kelima putrimu, Honey?"

"Mendidik mantanku agar belajar bertanggung jawab menafkahi anak-anak. Meski diri sendiri harus terusir. Karena rumah, kendaraan telah dijualnya demi membahagiakan istrinya. Membangunkannya rumah lantai dua,"

"Kau sebatangkara, Honey?"tanyanya membuat yang lain menahan napas.

"Yup, aku sebatangkara. Tak memiliki apapun. Setelah kelima putriku berada di bawah pengasuhan bapaknya sendiri, aku pun melanjutkan pengembaraan ke negara Arab,"

"Jika hidupmu begitu nelangsa, mengapa kau begitu riang? Tertawa lepas. Menyapa kami dengan pancaran mentari tanpa kabut setitikpun, Honey,"

"Karena aku memiliki Allah. Yang tak pernah meninggalkanku. Yang membasuh kerinduanku. Mewujudkan semua impian. Mungkin kita memiliki Allah yang sama. Namun berbeda keyakinan. Kau masih menyalahkan-Nya atas semua yang terjadi. Sementara aku? Telah merelakannya. Meski hancur menjadi debu. Asal Allah menyertaiku, itu cukup. Bukankah peradaban tercipta dari kehancuran? Jadi untuk apa masih berkeluh kesah? Bila puing bisa dimanfaatkan sebagai undakan menggapai impian.
Diubah oleh tetehenah 20-08-2019 06:23
khozaniah
okkysm
anasabila
anasabila dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1.5K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.5KThread41.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.