londo.046Avatar border
TS
londo.046
Pendidikan Pencetak Jago Baca "Spek"


Ya itulah jawaban yang akan saya berikan, ketika ada yang bertanya soal pendidikan di Indonesia. Jago membaca "spek."  Tapi nihil keinginan untuk mencipta. Coba saja tanya spek YZR-M1-nya Rossi, pasti banyak yang hafal di luar kepala. Mulai dari bahan sampai konfigurasi mesin. Namun sangat jarang ada yang membuka diskusi, bagaimana Yamaha bisa membuat motor seperti itu.

ini akibat pendidikan yang hanya berorientasi pada teori. Anak-anak sekolah di Indonesia, mulai dari SD-SMA dipaksa untuk berhadapan dengan teori meskipun itu tidak disukai. Pokoknya harus dijejali dengan semua mata pelajaran dan yang paling pintar adalah mereka yang memperoleh nilai paling tinggi berdasarkan akumulasi semua nilai mata pelajaran. Anak dengan nilai 9 pada semua mata pelajaran, dianggap lebih pandai daripada anak yang mampu menciptakan sebuah tari yang nilai Pkn dan Bahasa Indonesia nya 6.



Padahal dalam dunia profesi, bisa jadi sang pencipta tari, jauh lebih berpotensi dibutuhkan oleh masyarakat daripada si pemilik semua nilai 9 pada setiap mata pelajaran. Orientasi nilai yang cenderung mendewakan "yang bisa semua adalah yang terbaik" membuat anak-anak dengan satu bakat menonjol kurang mendapatkan apresiasi. fakta kok, dalam pengumuman siapa siswa teladan, berprestasi, pasti mereka yang terpilih adalah yang nilainya paling tinggi.

Tidak peduli anak itu sudah punya kontribusi atau tidak dalam masyarakat. Pokoknya, hasil yang tertulis di atas kertas nilainya tinggi. Sistem seperti ini yang kemudian membuat anak mendapat tuntutan agar memperoleh nilai tinggi pada semua mata pelajaran. Lalu muncul lah bimbingan belajar, les-lesan. pelajaran tambahan yang menurut saya tidak sehat bagi anak. Lha sudah 8 jam belajar dari pagi-siang, kok sore- malamnya masih bercumbu dengan pelajaran.



Kapan waktu anak berinteraksi dengan lingkungan? Melakukan hobi nya? Bahkan beriteraksi dengan keluarga? Saya adalah orang yang paling benci dengan sistem pemberian pelajaran tambahan. Kalau isinya untuk mengembangkan minat anak, boleh lah. Lha kalau isinya cuma mengulang, mengulas apa yang sudah didapatkan dari sekolah, buat apa? Anak bukannya menjadi manusia karena sering berinteraksi secara humanis dengan sesamanya, malah akan menjadi si kolektor piala yang guna (pialanya) patut dipertanyakan untuk apa.

Lalu pendidikan yang ideal itu seperti apa? menurut saya, pendidikan yang mengakomodasi keinginan, bakat dan minat itulah yang ideal. OK lah, sebagai dasar saat SD semua mata pelajaran masih wajib diikuti. Tapi saat masuk Sekolah Menengah, mulai dilakukan serangkaian test yang akan "memperlihatkan" si anak bakat dan minatnya di mana. Lalu, anak dibebaskan ingin ikut kelas mana yang dia suka. Misal dia minat dalam menari, ya sudah porsi menari diberikan paling besar.



Pelajaran wajib di luar menari yang akan menunjang kariernya disiapkan. Misalnya, Pancasila untuk meningkatkan jiwa nasionalisme. Bahasa Inggris, karena itu bahasa global. Bahasa Indonesia, karena itu kunci komunikasi di negeri ini. Tidak perlu anak yang minat dan bakatnya di tari, diwajibkan belajar matematika, kimia, atau fisika. pun sebaliknya. Mereka yang addict kimia, tidak perlu juga diwajibkan masuk kelas menari.

Intinya, anak itu diarahkan pada sesuatu yang dia sukai. Jika dari awal dia sudah diarahkan, kemudian difasilitasi, maka inovasi akan tinggal menunggu waktu. Bagaimana mau membuat YZR-M1, jika infrastruktur untuk itu tidak ada? Karena dipakai untuk mikir gerakan tari yang sama sekali tidak disukainya. Akibatnya apa? Ya jadi pembaca spek, mendewakan si pembuat, dan menganggap dirinya inferior. Padahal problem besarnya, dia tidak difasilitasi saja. Kalau difasilitasi, saya yakin SDM Indonesia tidak kalah kok.



Saya rasa tidak perlu saya sebutkan orang-orang hebat asli Indonesia yang punya hak paten dalam berbagai bidang. Dan seharusnya itu bisa lebih banyak lagi, jika sistem pendidikan kita mendukungnya. Well, semoga menteri pendidikan dan menteri riset teknologi kabinet yang baru berani melakukan terobosan radikal soal sistem pendidikan. Jangan cuma UAN saja yang diurus. Apa sih yang sudah dihasilkan UAN? Kasih tahu saya kalau ada riset soal manfaat UAN. Salam Damai.



Merdeka!


Sumber Gambar : sini, sini, sini, sini,
boby008
manthug.thok
garpupatah
garpupatah dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.6K
12
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Education
Education
icon
22.5KThread13.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.