NegaraKITA
TS
NegaraKITA
Gerakan Indonesia Raya Melawan Khilafah
Spoiler for ilustrasi oleh Budhi Button/The Jakarta Post:


Sumur:
1. Kompas[Gerindra: Ada "Penumpang Gelap" yang Gigit Jari karena Langkah Prabowo]

2. Suara [Beda Pendapat Petinggi Gerindra Soal 'Penumpang Gelap' di Pilpres 2019]

3. Padang Time [Muhammad Taufik: Perlu Diperjelas yang dimaksud NKRI Bersyariah]

4. Radar Tasikmalaya [Hasil Pertemuan Guru Mapel Fiqih, Materi Khilafah Tetap Diajarkan]

Kehadiran Prabowo di Kongres ke-V PDIP makin memantapkan sikap Ketum Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu sebagai sosok negarawan yang Pancasilais. Berbagai peristiwa bersejarah terjadi hingga mengantarkan Prabowo menjadi mesra kembali dengan Ketum PDIP Megawati. Rentetan peristiwa tersebut merupakan manuver apik dari Prabowo agar terlepas dari penumpang gelap yang selama ini menungganginya di Pilpres 2019.

Penumpang gelap itu mencoba memanfaatkan Prabowo demi kepentingan politik mereka. Bukti akan kehadiran penumpang gelap sangat terlihat saat mereka tetap turun ke jalan selama sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal Prabowo telah memohon agar perbuatan itu tidak dilakukan.

Saat mereka berusaha mencoba memanfaatkan emak-emak dan ulama untuk meprotes hasil keputusan MK, maka di situlah titik nadir kesabaran Prabowo. Hal tersebut disampaikan oleh politikus Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad. "Sesudah di MK, masih ada yang ngomong sama Pak Prabowo. Pak kalau mau rakyat marah, ulama dan emak-emak disuruh ke depan biar jadi korban. Prabowo pikir, emang gue bodoh. Kan kasihan emak-emak serta ulama mau dikorbankan," tutur Sufmi saat ditemui di rilis nasional Cyrus Network, Jakarta Pusat, 9 Agustus 2019.

Lewat cara halus tak bisa diatur, maka dengan cara frontal lah Prabowo bisa membuat mereka gigit jari. Yakni dengan cara rekonsiliasi dengan Jokowi dan mendekati Ketum PDIP Megawati.

Waketum Gerindra Arief Poyuono mengungkapkan bahwa penumpang gelap tersebut berasal dari organisasi terlarang HTI. Politikus Gerindra Andre Rosiade terlihat menampik pernyataan tersebut. Akan tetapi, bisa saja bantahan tersebut karena kelompok HTI yang dimaksud telah berubah bentuk menjadi atau menyebar ke organisasi lain.

Ternyata tak lama usai Prabowo bertemu dengan Jokowi dan Megawati, diadakanlah Ijtima Ulama IV oleh kelompok eks pendukung Prabowo tersebut. Hasil Ijtima Ulama IV menghasilkan konsep NKRI Syariah dengan tujuan akhir khilafah Islamiyah. Kelompok tersebut berdalih bahwa NKRI bersyariah tidak berlawanan bahkan sejalan dengan Pancasila. Apakah memang begitu adanya? Apabila sejalan, mengapa ada cita-cita khilafah? Mengapa tujuannya bukan cita-cita luhur Pancasila?

Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang Muhammad Taufik mengatakan bahwa konsep NKRI Bersyariah harus diperjelas lagi. “Kalau yang dimaksud adalah bagaimana Islamisasi NKRI, toh ruangnya sudah ada, kuasai saja parlemen dengan cara konstitusi, kemudian buat peraturan yang bersumber dari hukum Islam,” ungkap Taufiq pada Senin 12 Agustus 2019.

Tetapi, bukankah hal itu sudah dilakukan oleh partai-partai Islam di parlemen. Lewat parlemen, maka kita bisa merasakan UU tentang zakat atau UU tentang Perkimpoian. Bahkan sistem perbankan syariah juga telah diatur dalam undang-undang. Akibatnya agenda dari Ijtima Ulama IV seakan menjadi agenda terselubung demi menegakkan khilafah di Indonesia. Tak ubahnya dengan cita-cita dari HTI yang menyebabkan mereka menjadi organisasi terlarang.

Inikah yang dimaksud dengan Arief Poyuono? Bahwa penumpang gelap tersebut adalah eks HTI yang membentuk organisasi baru dan melaksanakan Ijtima Ulama IV?

Pertanyaan mendasar pun muncul. Bagaimana bisa konsep khilafah menjadi tujuan dari pihak blok Islam kanan dan ada saja pihak yang mendukungnya? Jawabannya mungkin saja bersumber dari pendidikan kita selama ini. Usut punya usut, ternyata materi tentang khilafah telah ada sejak dahulu di Mata Pelajaran (Mapel) Fiqih. Berita baru-baru ini mengatakan bahwa Kemenag Kabupaten Pangandaran menegaskan bahwa Mapel Fiqih tentang khilafah akan tetap digunakan.

”Pertama bahwa materi khilafah itu memang ada dalam silabus yang diberikan Kemenag RI, kemudian para guru berinisiatif untuk men-download e-book yang berisi materi tersebut dari internet dan diajarkan kepada murid-murid Madrasah Aliyah (MA),” ungkap Plt Kasi Pendidikan Madrasah (Penmad) Kantor Kemenag Kab. Pangandaran Sarip Hidayat pada Sabtu 10 Agustus yang lalu.


Artinya, di Madrasah Aliyah yang setara dengan SMA telah diajarkan konsep akan khilafah. Memang tak ada salahnya mempelajari tentang khilafah. Akan tetapi, ada baiknya ideologi tersebut diajarkan di tingkat perkuliahan sebagai ajang diskusi antara dosen dengan mahasiswa, karena dengan diskusi seperti itu justru para pelajar bisa menyaring dan memahami alasan kekhilafahan tidak cocok diterapkan di Indonesia yang memiliki penduduk beraneka ragam agama dan budaya. Ketika diajarkan sebelum perkuliahan, tentu saja pelajar akan menerima mentah-mentah materi tentang khilafah. Apalagi bila sekolah tidak menawarkan sesi diskusi. Inilah yang menyebabkan generasi muda Indonesia akan sangat mudah terpapar radikalisme.

Tapi harus diingat pula, jangan sampai pengetahuan akan khilafah menjadi terlarang. Andai pelajaran tentang khilafah dilarang, ia justru akan menarik rasa haus siswa dalam mempelajarinya, tentunya secara mentah-mentah. Mempelajari khilafah tidak masalah, karena khilafah merupakan sistem pemerintahan yang sudah tak ada lagi di dunia ini. Sama saja dengan siswa yang mempelajari tentang sistem kerajaan. Mempelajari sistem kerajaan bukan berarti kita ingin kembali menjadi kerajaan bukan?

khayalanraafirastania26scorpiolama
scorpiolama dan 4 lainnya memberi reputasi
5
2.9K
45
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.2KThread39.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.