lintangayudy
TS
lintangayudy
Tragedi Api Unggun




sumber gambar

....
Api kita sudah menyala
Api kita sudah menyala
Api api api api api
Api kita sudah menyala
....

Riuh suara nyanyian Api Unggun serta tepuk tangan para peserta Persami menyemarakkan malam di Bumi Perkemahan Jambu Kembar. Dinginnya udara malam di kaki bukit gunung Slamet, tak mengurangi hikmadnya acara api unggun. Ditengah-tengah kami nampak dua kakak pembina yang sedang memimpin acara.

"Beneran elu mau nembak Kinara di sini, Ren?" Sayup-sayup terdengar suara dari dalam tenda tak jauh dari tempatku duduk.

"Yup."

Percakapan di dalam tenda mengalihkan perhatian akan api unggun di depanku. Aku memundurkan posisi duduk mendekati arah suara tadi.

"Elu kagak denger cerita pantangan yang harus kita hindari selama berkemah di sini?"

"Alaah cuma mitos aje tuh. Jangan percaya. Mana ada kaya gitu di jaman modern kek gini."

"Masih banyak tempat yang lebih romantis buat acara penembakan, kenapa mesti di sini juga sih? Kalo ada apa-apa gimana?"

"Percaya sama gue, kagak bakal terjadi apa-apa. Orang udik aja lu dengerin."

Bulu kudukku meremang setelah mendengar dengan jelas perbincangan dua orang di dalam tenda.

"Tidak! Ini tidak boleh terjadi," batinku. Aku beranjak dari duduk, berjalan tergesa memasuki tenda.

"Aww!" Aku terhuyung kebelakang saat kedua orang itu telah lebih dulu keluar dari dalam tenda.

"Tidak boleh!" ucapku kepada kedua orang itu yang ternyata adalah Rendy dan Arya. Kedua tangan kurentangkan untuk menghalangi jalan mereka.

"Apa sih lu, Cupu. Minggir, nggak!" bentak Arya sambil mengacungkan gitar di tangannya.

Aku bergeming, masih mempertahankan posisi.

"Jangan! Jangan lakukan itu. Kamu akan membuatnya marah," terangku.

Mereka saling pandang, mungkin tidak mengetahui maksud dari ucapanku. Aku mendengar suara tepuk tangan semakin membahana, anak-anak semakin lantang meneriaki nama Rendy dan Arya.

"Tepuk Pramuka!" teriak salah satu Kakak Pembina.

Prok prok prok ...prok prok prok ... Prok prok prok prok prok prok prok

Dengan penuh semangat, teman-teman bertepuk pramuka menyambut kedatangan idola mereka.

"Minggir! Gue dah dipanggil tuh," sungut Rendy sembari mendorong tubuh kurusku.

Aku terjatuh, dengan sigap kutarik kaki kanan Arya, langkahnya terhenti.

"Aku mohon jangan membangunkan dia," pintaku sambil terus memegangi kaki lelaki berambut gondrong itu dengan kuat.

"Lepasin, nggak? Atau mau gue pukul pake gitar?" Aku menggeleng.

"Arya!" panggil Rendy.

Tanpa bicara lagi, Arya menarik kakinya dengan kuat. Peganganku terlepas, Arya pun berlari mensejajarkan langkah Rendy.

Peluh membanjiri tubuhku, meski suhu udara di lereng gunung Slamet ini mencapai 16°C. Berbagai macam pikiran buruk memenuhi kepalaku.

Dari tempatku berdiri, aku terus memperhatikan gerak gerik Rendy dan Arya. Arya mulai memainkan gitar, Rendy bersiap menyanyi dengan sebuah microphone di tangan kiri serta bunga mawar merah di tangan kanannya.

Tepuk tangan, siulan, serta teriakan memanggil nama Rendy dan Arya saling bersahutan. Mereka terlihat bahagia bisa menikmati suara merdu Rendy di malam api unggun, tanpa tahu bahaya yang akan mereka dapatkan jika lelaki yang sedang bernyayi itu melaksanakan rencananya.

Teman-teman tampak riang, ikut bernyanyi mengikuti alunan lagu yang Rendy nyanyikan. Kapan lagi mereka bisa menyaksikan artis yang sedang naik daun bernyanyi secara live di depan mereka. Rendy dan Arya merupakan alumni murid SMA Harapan Bangsa, sekolahku.

Dalam gelisah, aku terus berdoa di dalam hati semoga apa yang Rendy dan Arya rencanakan urung dilakukan. Namun sepertinya doaku tidak terkabul, karena kini Kinara sedang berjalan ke arah Rendy dengan senyuman yang mengembang meski sedikit terlihat malu-malu.

"Tidak! Plis, jangan!" gumamku, peluh semakin membanjiri wajahku

"Agus, kamu kenapa? Sakit?" tanya Kak Reno, salah satu kakak pembina.

Aku menggeleng, mataku masih terus memperhatikan Rendy yang sedang berlutut di hadapan Kinara. Kedua tangan Kinara membingkai wajahnya, menutupi wajah cantiknya karena malu. Sorak sorai membahana seiring adegan romantis yang ada di dekat api unggun.

"Gus," panggil Kak Reno, menyentuh bahu kiriku. Aku tetap bergeming.

"Gus!" Kak Reno mengguncang bahuku dengan keras.

Dengan berlutut Rendy menyatakan perasaannya terhadap Kinara, teman sekelasku.

Api unggun di dekat Rendy semakin berkobar, angin malam semakin kencang tapi tak dirasa oleh teman-teman, mereka tengah asyik menyaksikan drama baru yang akan menjadi trending topik di sekolah besok.

"Terima!"

"Terima!"

"Terima!"

Teriakan teman-teman membuyarkan perhatianku akan api unggun yang semakin membesar.

Bush!

Api unggun membumbung tinggi, setelah kudengar teriakan histeris teman-teman, Kinara menerima cinta Rendy. Kulihat wanita cantik terbang, keluar dari dalam api unggun, matanya menatap tajam ke arah Rendy dan Kinara yang sedang berpelukan, bibir tipisnya menyeringai, lalu menatapku. Tubuhku gemetar hebat saat mata kami bersiborok, ia sunggingkan senyuman manisnya padaku.

"Gus!" teriak Kak Roni panik, sembari membalikkan tubuhku yang tengah menggigil kearahnya.

"Dia datang, Kak," racauku.

"Siapa?" tanya Kan Reno bingung.

"Di-di-dia," ucapku sembari menunjuk ke arah api unggun, setelah itu gelap, tubuhku limbung ke tanah.

****

"Maukah kamu menjadi pacarku?" tanya lelaki yang sedang berlutut di depan gadis berseragam Pramuka lengkap di hadapannya.

Gadis itu terlihat gelisah, masih tidak percaya dengan apa yang di utarakan oleh Joni, lelaki berkaca mata di depannya.

"Nara, terimalah cintaku, pliss," Mohon lelaki di hadapan Nara.

Nara masih bergeming.

"Nara, terimalah. Tepati janjimu,"

"Jon, maaf," ucap Nara lirih.

Kini, matanya menyusuri tenda-tenda di sekelilingnya, menghindari tatapan mata elang Joni.

"Apa maksudnya maaf! Huh?" tanya Joni terlihat menahan emosi.

"Aku tidak bisa membalas cintamu," balas Nara cepat.

"Kamu melanggar janjimu, Nara!" ucap Joni sengit.

"Maaf,"

Joni bangkit dari berlututnya, melangkah maju, memperpendek jarak diantara keduanya. Kilatan kemarahan tergambar jelas di mata Joni. Nyali Nara menciut, perlahan dia melangkah mundur.

"Setelah apa yang sudah aku lakukan padamu, apakah tidak ada harganya di matamu?" tanya Joni. Dia tetap memajukan langkahnya.

"Maaf," ucap Nara.

"Aku bisa melakukan apa pun untuk mendapatkan keinginanku," ucap Joni menyeringai.

Nara ketakutan, dilihat sekelilingnya. Tempat perkemahan tampak sepi, semua peserta kemah beserta kakak pembina telah beristirahat di tenda masing-masing.

"Kamu selalu membuatku marah, Nara," ucap Joni.

Brugh!

Nara terjatuh, tubuhnya sukses mendarat di bara api yang masih menganga. Tubuhnya menggelinjang, mencoba sekuat tenaga untuk keluar dari dalam bara itu. Saat ia berhasil berdiri, Joni justru mendorong tubuh kecil Nara. Nara pun kembali terjatuh di kubangan bara yang semakin membara karena angin yang bertiup kencang.

"Jo-joni, tolong," Suara Nara tercekat.

Tubuhnya Nara terbakar, susah payah gadis itu mencoba keluar dari bara api unggun. Setelah Nara berhasil, Joni selalu mendorongnya. Mulut Nara pun seakan terkunci, bahkan untuk berteriak meminta tolong pun ia tidak mampu.

Mata Nara membelalak saat melihat Joni hendak menguyur tubuhnya dengan minyak tanah sisa pembakaran api unggun.

"Jangan!" Teriak Nara.

Bush!

Tubuh Nara terbakar sempurna. Joni tersenyum puas.

"Jangan! Jangan!" Aku mengigau, peluh membanjiri seluruh tubuhku.

"Jangan!" Aku teriak, terbangun dari tidurku.

"Mimpi itu lagi," gumamku.

Beberapa teman satu tenda ada yang terbangun karena teriakanku, tetapi mereka tidur kembali.

"Tidak boleh terjadi lagi," ucapku.

Aku segera beranjak dari tidur, memakai sandal japit yang berjejer rapi di depan tenda, berlari ke arah tenda Kinara.

"Kinara."

"Kinara," panggilku setelah sampai di tenda Kinara.

Tak ada jawaban, aku pun berjalan ke sisi berikutnya.

"Kinara," Pada panggilan ke tiga terdengar sahutan dari dalam tenda.

"Keluar sebentar, Kin. Penting," ucapku

"Ada apa?" tanya Kirana.

"Penting," jawabku.

Terdengar dumelan dari dalam tenda, tak lama Kinara pun keluar.

"Apa?" tanya Kinara malas.

"Kita pergi dari sini" perintahku.

"Apa sih? Ganggu orang tidur ajah," balas Kinara Kesal.

"Ayok, nggak ada waktu. Kita harus keluar dari sini," Aku menarik tangan Kinara.

"Apa-apaan sih!" ucap Kinara kesal sambil menghempaskan tanganku.

"Nyawamu dalam bahaya, Kin. Ayo kita pergi dari sini," ucapku.

"Nggak mau. Kamu ngimpi ya?" ucap gadis berambut pirang di depanku.

Kinara pun berbalik hendak kembali ke tendanya. Aku tarik tangan Kinara dan berlari dengan cepat, Kirana mengikutiku dengan terseok-seok.

"Agus! Lepaskan! Atau aku akan teriak," ancam Kinara masih mengikuti langkahku.

Kinara kesal karena aku tak mengindahkan ancamannya.

"Tolong!" teriak Kinara.

"Rendy, tolong aku!" teriak Kinara lagi.

Bush!

Api unggun yang tadinya sudah padam dan hanya menyisakan bara api, kini kembali berkobar dengan angkuhnya.

Tubuhku seakan terkunci, kueratkan cekalan tangan Kinara. Kinara merintih kesakitan, ia pun memukul tanganku berkali-kali.

"Kita harus secepatnya pergi dari sini," perintahku setelah tersadar.

Aku kembali berlari dengan Kinara mengekor di belakangku. Lemparan bara api menghentikan langkah kami. Aku berbalik ke arah api unggun. Kulihat wanita cantik di dalam api unggun yang sedang menyala, dia menatap tajam ke arah kami.

"Mau kemana, Sayang?" tanya wanita api itu.

Kulihat beberapa peserta ada yang sudah keluar tenda.

"Gus," seru Kinara lirih.

Kinara sembunyi di belakang tubuh kurusku.

"Siapa, di-dia?" tanya gadis di belakangku.

"Tetap di belakangku," perintahku.

Kinara menarik-narik bajuku.

"Kinara, Sayang. Sini, temani aku," ajak Wanita di dalam api itu.

Kinara menggeleng.

"Kamu yang menginginkannya, Kinar. Kamu yang memanggilku!" ucap wanita itu berang.

Kinara menggeleng. Kini, seluruh peserta Persami telah berada di luar tenda.

"Rendy!" Kinara berteriak setelah ia melihat sosok lelaki itu.

Kinara pun berlari ke arah Rendy. Namun baru beberapa langkah kulihat wanita api itu menjentikan jari ke arah Kinara, kobaran api terlempar ke arah gadis yang sedang berlari. Aku segera berlari dan mendorong tubuh Kinara sampai tersungkur ke tanah. Kinara terhindar dari kobaran api.

"Awas!" teriak teman-teman histeris.

"Ow! Ada penyelamatnya juga ternyata, baik! Permainan akan semakin menarik," ucap wanita itu.

Aku membantu Kinara berdiri. Mata sendu Kinara tertuju pada lelaki berjaket hijau tak jauh dari tempat kami.

"Ren," ucap Kinara lirih.

Aku menarik tangan Kinara hendak berlari keluar perkemahan. Namun beberapa kali, wanita api itu melemparkan bara api ke arah kami. Suasana semakin mencekam saat beberapa peserta ikut berlarian keluar dari area perkemahan.

Kulihat wanita itu tertawa puas. Beberapa tenda kini telah ikut terbakar. Orang-orang berlarian menghindari amukan wanita di dalam api unggun itu.

"Rendy," ucap gadis dalam rengkuhanku.

"Ayok, kita lari lagi," ucapku setelah melihat Rendy berhasil keluar dari area perkemahan.

Kami berlari dengan saling mengaitkan jemari tangan. Kulihat beberapa orang telah terbakar, sebagian berhasil kabur dan sebagian lagi masih berlarian menghindari amukan wanita api itu.

Teriakan histeris kembali terdengar. Sudah banyak warga yang berdatangan ke area perkemahan.

Langkah kami kembali terhenti saat melihat tubuh tegap Rendy terbang ke arah wanita api itu. Tubuhnya jatuh tepat di api unggun yang semakin berkobar. Tubuhnya menggelinjang beberapa saat sebelum termakan habis oleh kobaran api.

Kini, api unggun semakin mengecil, perlahan api itu lenyap bersamaan dengan wanita itu, dengan menyisakan tubuh Rendy yang telah gosong.

Kinara semakin mempererat pegangan tangannya. Kurengkuh tubuh Kinara yang tengah terisak.

End.

Jogja, 12 Agustus 2019
Diubah oleh lintangayudy 12-08-2019 05:05
bekticahyopurnoKnightDruidsomeshitness
someshitness dan 18 lainnya memberi reputasi
19
5K
87
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread40.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.