n4z1.v8Avatar border
TS
n4z1.v8
Dilema Izin Ormas FPI: Tegakkan Khilafah di Negara Pancasila


Dilema Izin Ormas FPI: Tegakkan Khilafah di Negara Pancasila

Jakarta, CNN Indonesia -- Konsep khilafah nubuwwah dan gerakan politik Front Pembela Islam (FPI) dianggap jadi pengganjal untuk mendapatkan kembali Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Istilah khilafah pun didorong untuk lebih diperjelas. Pimpinan FPI Rizieq Shihab diminta untuk langsung berdiskusi dengan Kementerian Agama karena aturan mesti ditegakkan.

Menjelang hari jadinya yang ke-21, pada 17 Agustus 2019, FPI belum juga mendapat SKT dari Kemendagri. SKT FPI sendiri habis sejak 20 Juni. Ormas yang dideklarasikan pada 1998 di Pondok Pesantren Al-Umm, Ciputat, itu sudah mengajukan perpanjangan, namun dimentahkan Kemendagri lantaran 10 dari 20 syaratnya belum dilengkapi.

Juru Bicara FPI Slamet Maarif menyatakan salah satu kendalanya adalah ketiadaan surat rekomendasi dari Kementerian Agama (Kemenag). Pasalnya, Kemenag melihat AD/ART FPI menyinggung soal khilafah.

"Yang justru lama itu di Depag (Kemenag), tapi kemarin sudah ada langkah untuk dialog, diskusi dengan kami, pasal yang masih dipersoalkan dan masih perlu penjelasan dari kami, yakni pasal 6 tentang penegakan khilafah nubuwwah," kata Slamet beberapa waktu lalu.

Merujuk AD/ART FPI, visi dan misi organisasi yang bermarkas di Petamburan itu adalah penerapan syariat Islam secara kaffah atau menyeluruh, di bawah naungan Khilafah Islamiyyah menurut Manhaj Nubuwwah, melalui pelaksanaan dakwah, penegakan hisbah dan pengamalan jihad.

Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojuddin Abbas menyebut Pancasila sudah menjadi konsensus di Indonesia. Jika ada organisasi yang tak mengakui Pancasila sebagai ideologi bernegaranya, maka organisasi tersebut telah kehilangan konteks.

"[Organisasi] ini didirikannya di mana? Kalau di Indonesia ya berarti rujukan ideologinya harus konsisten dengan itu (Pancasila)," ujar dia, saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Rabu (7/8).

Menurut dia, konsep khilafah ala FPI itu tak bisa hanya dilihat dari dokumen keorganisasiannya.

"Jadi yang dilihat dari FPI tampaknya bukan hanya soal apa yang tertulis di dalam dokumen-dokumen keorganisasiannya, tetapi apa prinsip-prinsip dasar ideologi, dan nilai-nilai perjuangan yang dirujuknya," kata

Sementara terkait khilafah, kata Abbas, di dalam banyak literatur akademik Islam tak ada satu pendapat tunggal tentang konsep itu. Ia berpendapat khilafah yang diterapkan pada era lalu juga tak begitu ideal, bahkan cenderung buruk.



Abbas menekankan konsep khilafah di dalam sejarah Islam juga mendapat banyak kritik karena sistem itu secara substantif tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan individu manusia.

"Terlepas dari adanya perdebatan dan tidak adanya konsensus mengenai konsep khilafah, ekspresi dari gerakan [khilafah] yang muncul belakangan ini dari misalnya HTI atau FPI itu lebih sebagai politisasi Islam saja," ujarnya.

Abbas pun meminta FPI merenungkan soal hambatan untuk mendapat SKT itu. Menurutnya, ormas itu jangan merasa benar sendiri dalam hal interpretasi terhadap Islam.

Lihat juga: Ali Ngabalin Minta FPI Jelaskan Detail Konsep NKRI Bersyariah
"Seolah-olah yang paling benar, seolah-olah yang paling penting untuk diiikuti orang Islam. Saya kira di dalamnya sendiri ada refleksi yang mendalam soal itu," tuturnya.

Di sisi lain, Abbas beranggapan SKT FPI terganjal juga dilatarbelakangi oleh faktor ancaman dari organisasi tersebut. Ia menyebut di awal kemunculannya, FPI belum begitu 'ideologis' serta belum mampu memobilisasi gerakan politik seperti beberapa tahun ke belakang ini.

Baginya, pemerintah juga mesti melihat sepak terjang organisasi yang identik dengan pakaian serba putih itu, misalnya tindakan kekerasan, antitoleransi, main hakim sendiri, sampai razia yang sewenang-wenang.



Selain itu, FPI juga berperan besar dalam memobilisasi massa dalam aksi berjilid menuntut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dipenjara dalam kasus penodaan agama.

"Menurut saya mungkin ada analisis yang berbeda saat ini, ketika peran FPI menjadi lebih liar dari di awal awal pendiriannya dan di zaman Pak SBY," katanya.

Menurut dia, jaminan kebebasan berorganisasi, berkumpul, dan berbicara, yang tertuang di Undang-Undang Dasar 1945, harus dijunjung tinggi. Oleh karena itu, FPI boleh bersuara asal berkomitmen tidak menggangu kebebasan orang lain.

Misalnya, tidak memaksakan kehendak, merazia, mengkriminalkan orang, hingga bertindak sewenang-wenang.

"Mereka kan bukan penegak hukum, mereka bukan orang yang diberikan otoritas melakukan tindakan apapun kepada warga negara yang lain," tuturnya.

Dialog Rizieq-Kemenag

Pengamat politik asal Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Bakir Ihsan mengatakan nuansa politik tak bisa dilepas dalam proses perpanjangan SKT yang diajukan FPI.



Bakir menyebut konsep khilafah sudah dianggap bertentangan dengan Pancasila oleh pemerintah. Terlebih pemerintah sudah membubarkan perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), pada 2017, karena mengusung khilafah.

"Karena itu poin-poin yang dianggap terkait dengan persoalan khilafah mungkin akan dikritisi. Apalagi Kemenag memberi catatan," kata Bakir kepada CNNIndonesia.com.

Bakir juga menyinggung transformasi gerakan FPI, dari semula bicara moral, namun kini sudah masuk dalam politik praktis. Fakta ini bisa dilihat dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019, di mana FPI mendukung salah satu pasang calon kandidat.

Saat era Megawati Soekarnoputri atau Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), FPI tak aktif dalam kancah politik seperti sekarang ini.

"Karena itu pemerintah perlu memperjelas. Karena istilah khilafah kan multitafsir," ujarnya.

Bakir pun mendorong agar dilakukan dialog oleh kedua belah pihak. Menurutnya, Rizieq Shihab, yang kini masih di Arab Saudi, perlu bertemu dengan pihak Kemenag maupun Kemendagri.



Dengan tindakan ini, kata Bakir, masyarakat akan melihat ada niat baik FPI untuk menjadi kekuatan masyarakat sipil yang demokratis yang mengikuti aturan. Jika tidak, ia pun menyinggung soal langkah pemerintah yang membubaran HTI.

"Kalau pemerintah jelas punya aturan main yang harus ditegakkan bagi organisasi apapun," tuturnya.
(fra/arh)
sumber
====================

Seekor musang yang bermimpi menjadi Srigala.
Ormas yang tak punya kontribusi apa-apa terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia, tetapi merasa lebih besar dari NU dan Muhammadiyah yang jelas-jelas lahir sebelum Republik ini ada.

Sekelas ormas kampung tapi ingin mengatur dunia (Islam). Seolah pemakaian nama Pembela Islam menjadi modal dasar pemegang kunci surga, merasa telah mendapat mandat dari Milyaran ummat muslim dunia. Kalau saja seperti Hamas dan Fatah yang punya kekuatan riil untuk menekan negara lain yang berseberangan, bolehlah. Ini, baru bisa main di negeri sendiri, negeri yang damai, yang aman, malah dibuat rusuh terus dengan provokasi-provokasi menjual nama ummat. Seolah dengan rangkaian bom bunuh diri mainan, dengan bazoka mainan, dengan pesawat mainan, yang suka dipertontonkan para anggotanya kala demo, sudah cukup membuat gentar yang melihat. Boro-boro takut. Yang ada juga malah tertawa. Lha kena asap gas air mata aja udah kayak kena ranjau darat, padahal teriak-teriak jihadnya sampai langit. Bolak-balik mau pergi jihad ke Palestina, gak jadi-jadi. Padahal Palestina berjuang bukan atas nama agama, bahkan Komunis mendapat tempat disana. bodoh maksimal.

Para munafikun ini lupa bahwa dengan Pancasila lah mereka bisa mendapat panggung, bisa meneriakan apapun yang mereka mau, bisa demo berjilid-jilid macam telenovela. Tak usah jauh-jauh bicara Khilafah, bahkan negara-negara Islam yang menjadi rujukan mereka saja mengharamkan demo dan mengharamkan bendera hitam.

Seharusnya pemerintah memberi mereka fasilitas. Pembiayaan bagi mereka semua untuk pergi menuju negara Islam agar mereka dengan mata dan kepala mereka sendiri membuktikan apa yang mereka mau dan mereka tuntut. Lalu cabut kewarganegaraan mereka. Sebab pada dasarnya Indonesia tidak membutuhkan manusia-manusia pandir, yang tak bisa berkaca pada diri sendiri. Yang mudah menceramahi pihak lain dan menyebut fitnah, padahal mereka tak berhenti-berhentinya menyebar fitnah.

Seandainya saat menjadi telur sudah ditumpas, kawanan ular ini pastinya tak akan hidup lebih lama dan menyerang siapapun juga. Sayangnya, ular-ular itu telah menyebar kemana-mana. Dan perlu keberanian yang besar untuk mematikan ular-ular ini daripada membahayakan keutuhan bangsa dan negara ini.

Dan kebih disayangkan lagi, tak ada satupun diantara ulama lurus yang berani bersuara langsung dihadapan mereka, padahal rakyat mendukung penuh siapapun juga yang berani menentang mereka.

Sampai kapan mau begini?
Diubah oleh n4z1.v8 08-08-2019 03:58
manutdloyalist
nohopemiracle
tien212700
tien212700 dan 41 lainnya memberi reputasi
42
7.5K
104
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.9KThread40.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.