mukamukaosAvatar border
TS
mukamukaos
Sengkon & Karta Serta Kasus Salah Vonis Paling Memilukan Di Indonesia







Indonesia adalah negara hukum. Semua aturan ada landasan hukumnya. Termasuk pula dengan tindakan yang akan diberikan untuk para pelaku kejahatan. Semua mengacu pada hukum yang berlaku. Jadi, jika tidak bersalah di mata hukum maka tidak mungkin mendapat hukuman. Begitu katanya.

Namun pernahkah terbayang dalam benak kita bahwa ada orang-orang di luar sana yang mendapat hukuman padahal mereka tidak bersalah?

Sengkon dan Karta adalah salah satu bukti nyata. Bukti bahwa salah vonis punya dampak luar biasa bagi si korban.


Karta dipeluk ibu angkatnya(sumber gambar)

Kisah tentang keduanya cukup terkenal pada masanya. Akan tetapi tidak ada salahnya jika kita bahas kembali. Supaya tidak muncul ‘Sengkon dan Karta’ lain di masa mendatang.

Cerita berawal dari sebuah kasus pembunuhan dan perampokan yang menimpa pasangan suami-istri bernama Sulaiman dan Siti Haya pada tahun 1974 silam. Keduanya ditemukan tidak bernyawa di Desa Bojongsari, Bekasi.

Sebelum Sulaiman menghembuskan napas terakhir, saksi yang membawanya ke rumah sakit membisikkan nama Sengkon. Hanya itu yang didengar oleh saksi. Namun tak tahu kenapa, beberapa waktu kemudian Sengkon beserta rekannya bernama Karta tiba-tiba ditangkap dan dijadikan tersangka oleh polisi.

Keduanya bingung dengan kejadian yang menyeret mereka ke kantor polisi. Kekeuh tidak merasa bersalah, Sengkon dan Karta tak sudi menandatangani berita acara pemeriksaan. Mereka terus menolak dan menolak.

Ngenesnya, Sengkon dan Karta terpaksa menandatangani karena tidak tahan dengan siksaan di tubuh mereka oleh oknum polisi.

Kasus pun bergulir menuju ruang persidangan. Ketidakadilan kembali menimpa Sengkon dan Karta. Hakim bernama Djurnetty Soetrisno lebih percaya kepada cerita polisi, padahal keduanya telah membantah.

Pada akhirnya keduanya tetap dijatuhi hukuman. Terhitung pada Oktober 1977, Sengkon divonis 12 tahun penjara, sedangkan Karta 7 tahun.

Dengan sedih, mereka terpaksa mendekam di hotel prodeo. Di sanalah mereka berjumpa dengan Genul, keponakan Sengkon, yang dibui lantaran kasus pencurian. Bermacam cerita muncul di antara ketiganya. Hingga pada satu sesi pembicaraan, Genul mengaku bahwa dialah pembunuh Sulaiman dan Siti Haya yang sebenarnya!

Sengkon dan Karta lantas memberitahukannya pada pihak berwajib. Dan pada bulan Oktober tahun 1980, Genul mendapat bonus berupa penjara selama 12 tahun.

Meski begitu, keadilan masih enggan berpihak pada Sengkon dan Karta. Dua pria itu belum bisa dibebaskan walau telah terbukti tidak bersalah. Hal ini dikarenakan keduanya tidak mengajukan banding. Sehingga vonis yang telah dijatuhkan kadung memiliki kekuatan hukum tetap.

Beruntung ada seorang pengacara baik hati bernama Albert Hasibuan. Beliau memperjuangan keadilan bagi Sengkon dan Karta sampai akhirnya keduanya resmi bebas pada Januari 1981. Bapak Oemar Seno Adji, ketua MA pada saat itu, memerintahkan kedua pria tak berdosa itu bebas lewat jalur peninjauan kembali (PK).




"Ada yang bilang keluar dari penjara rasanya seperti terlahir kembali."



Sayangnya, lahir kembali berarti mendapat kenyataan pahit usai Sengkon dan Karta kembali menghirup udara bebas.

Keluar dari penjara, Sengkon harus dirawat di rumah sakit lantaran penyakit TBC-nya kian parah. Yang membuatnya kian bersedih, tanah miliknya yang ia andalkan untuk menghidupi keluarga kecilnya telah dijual. Habis digunakan untuk membiayai anak-anak serta Sengkon saat diproses polisi.


Sengkon terkena TBC (sumber gambar)

Selain itu, Sengkon yang sebelumnya adalah seorang petani, terpaksa berhenti total lantaran penyakit serta bekas-bekas luka lantaran siksaan fisik yang dideranya.

Mirip dengan Sengkon, Karta juga bernasib tidak lebih baik.

Keluar dari penjara, Karta ditampar oleh kenyataan bahwa keluarganya tercerai-berai tak tahu kemana. Rumah dan tanah seluas 6000 meter persegi di Desa Cakung, Payangan, Bekasi, pun telah habis dijual demi membiayai perkara yang dihadapi pria tersebut.

Berbagai cara telah ditempuh akibat kerugian yang ditanggung. Mereka bahkan sudah mengajukan tuntutan ganti-rugi sebesar Rp 100 juta (pada masanya) ke lembaga peradilan yang salah memvonis. Namun kenyataan pahit lagi-lagi terjadi: MA menolak tuntutan keduanya dengan dalih Sengkon dan Karta tak pernah mengajukan permohonan kasasi atas putusan Pengadilan Negeri Bekasi pada tahun dimana mereka divonis. 1977 silam.

Sedih.

Tuhan Maha Penyayang. Pada akhirnya, Dia ‘memulangkan’ Karta dan Sengkon. Karta meninggal akibat kecelakaan. Sedangkan Sengkon pergi setelah lelah berjuang keras melawan penyakitnya. Mereka telah tidur dengan tenang. Mendapat keadilan hakiki dari Yang Maha Kuasa.



Artikel oleh MukamuKaos

Sumber

1


2




Diubah oleh mukamukaos 20-07-2019 12:37
putramada
japarina
codot.1
codot.1 dan 30 lainnya memberi reputasi
31
23.6K
90
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
Sejarah & Xenology
icon
6.5KThread10.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.