Ada yang lucu dengan kelakuan Persaudaraan Alumni (PA) 212 dengan pertemuan Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri. Mereka terlihat belingsatan dan kebingungan dengan pertemuan tersebut.

Hal itu terlihat dari ungkapan kekecewaan Novel Bamukmin yang menyayangkan pertemuan kedua tokoh itu.

Bahkan secara terang-terangan, Novel menyatakan akan meninggalkan mantan Danjen Kopassus itu jika Prabowo akhirnya bergabung ke kubu Jokowi.

Ia berdalih enteng saja untuk meninggalkan Prabowo. Menurutnya, Koalisi Adil Makmur hanya kendaraan dalam mewujudkan tujuan politik PA 212.

"Kalau sudah kendaraan itu rusak atau supirnya mabuk maka kita akan ganti kendaraan," begitu kata Novel Bamukmin.

Dengan ungkapan seperti itu, tak bisa disangkal lagi bahwa PA 212 ini tengah kehilangan orientasinya. Sebab, mereka memang kelompok yang tak menginginkan adanya rekonsiliasi tokoh bangsa.

Bagi mereka, pertemuan Prabowo dengan Megawati, berikut dengan Presiden Jokowi sebelumnya, telah mengubur harapan mereka untuk mewujudkan cita-citanya.

Agenda utama mereka itu, tak lain adalah ingin menjadikan Indonesia sebagai negara-agama atau khilafah.

Diakui atau tidak, PA 212 sebagai sebuah gerombolan yang tak tahu malu. Mereka kerap memperjualbelikan agama demi mencapai kepentingan atau agendanya.

Kekalahan Prabowo ini menjadi momentum terkuaknya kemunafikan gerombolan PA 212 yang melepas topeng kepalsuan tanpa rasa malu.

Cepat atau lambat, kelompok ini akan segera berlabuh kepada tokoh yang dianggap sebagai junjungan baru. Lalu secara berulang akan memprovokasi dan mengulangi taktik yang sama seperti dari Aksi berjilid 212 dan mendukung sejumlah tokoh.

Mari kita kenali ciri-ciri kelompok munafik tersebut, agar kita bisa mempersiapkan antisipasinya sebelum mereka merusak bangsa dan negara ini. Setuju?