Partai Gerindra merespon isu rekonsiliasi yang saat ini tengah bergulir. Bagi Gerindra, rekonsiliasi bisa terjadi jika memberikan keuntungan bagi Prabowo Subianto dan 80 juta orang yang memilih Prabowo-Sandi saat Pilpres.

Apalagi, mereka bersedia menjadi pendukung pemerintahan dengan syarat pemerintahan Jokowi-Ma'ruf harus menerima konsep program yang diajukan oleh Partai Gerindra beserta kader-kader yang telah disiapkan untuk menjalankan konsep program tersebut.

Hal ini tentu saja berbeda dengan keyakinan kita soal rekonsiliasi tanpa syarat. Bila benar demikian, maka Gerindra sama saja telah berusaha mendikte pemerintahan Presiden Jokowi.

Hal ini berhasil menampakkan wajah asli Gerindra yang maunya jadi penguasa dan mendikte siapa pun agar bertindak sesuai keinginannya.

Bagi kita, ini telah menodai esensi dari rekonsiliasi tanpa syarat, dan Gerindra masih tetap seperti yang dulu sebagai partai yang ambisi berkuasa. Rekonsiliasi yang bukan demi kepentingan rakkyat, tetapi demi kepentingan kelompok.

Wajar saja bila akhirnya kita bertanya, apakah proses rekonsiliasi yang pernah dilakukan dan akan dilaksanakan kembali, semata untuk kepentingan nasional atau hanya demi kepentingan Gerindra?

Adanya tuntutan program tersebut menunjukkan bahwa Partai Gerindra belum sembuh benar dari penyakit akutnya, yaitu: GAGAL PAHAM!

Karena mereka itu sudah kalah, bukannya tobat, tetapi malah maunya ngatur yang menang.

Seharusnya Gerindra terima saja apapun keputusan Presiden Jokowi dan memberikan dukungan kepada pemerintah tanpa harus memberikan ancaman, sebab apapun kebijakan Presiden Jokowi nanti pastilah demi kebaikan negeri.

Dialah yang terpilih sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara yang berhak menentukan kebijakan atas dasar mandat dan amanat rakyat. Paham son?