chemical.sapto
TS
chemical.sapto
Kebijakan KPP Pratama Ruteng Dinilai Menjebak Pengusaha Hasil Bumi
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Ruteng, Kabupaten Manggarai dinilai telah menjebak pengusaha hasil bumi di daerah itu. Adapun kebijakan tersebut terkait desakan KPP Pratama Ruteng agar pengusaha hasil bumi harus membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhitung sejak tahun 2016 lalu.

Ketua Asosiasi Pengusaha Hasil Bumi Kabupaten Manggarai, Herybertus Geradus Laju Nabit, mengatakan kebijakan KPP ini telah menjebak para pengusaha di daerah itu. Disebut menjebak, karena kebijakan itu baru diketahui sejak pertama kali Marihot Pahala Siahaan menjabat sebagai kepala KPP Pertama Ruteng pada 2018 lalu.

"Kami merasa dijebak, tahun 2018 kepala KPP datang untuk melakukan pemeriksaan dan mengumumkan bahwa hasil bumi dikenakan PPN 10 % dan dibayar sejak 2016. Dari awal tidak disosialisasi, di akhir atau di tengah perjalanan dia mengatakan harus dikenakan pajak,"kata Hery di Ruteng, Sabtu (20/07).

Kebijakan ini juga, kata Hery, tidak adil karena selama ini mereka tidak pernah memungut PPN dari para pembeli mereka atau pemilik pabrik yang mengolah hasil bumi menjadi barang yang siap dijual ke konsumen atau end user.

"Kedua ini tidak adil, kenapa tidak adil? Kita sudah menyampaikan bahwa, kami tidak pernah memungut PPN pada pembeli kami, pembeli yang menjual kepada konsumen akhir atau end user. Disini letak tidak adilnya, artinya kenapa kami yang ditagih? Harusnya yang dicari tahu, diperiksa pembeli kami. Siapa pembeli kami? Dia (KPP) kan sudah dapat data dari Bank. Dia tidak perlu cari tahu kami,"tegasnya.

Kebijakan yang mewajibkan mereka membayar PPN sejak 2016, lanjut dia, akan berdampak pada ketidaknyamanan para pengusaha hasil bumi untuk berdagang. Ketidaknyamanan itu juga akan berdampak pada iklim bisnis yang akan berimbas pada ketidakpastian bagi petani yang akan menjual hasil bumi.

"Ada ketidaknyamanan dalam berusaha. Kami dan teman-teman pengusaha hasil bumi tidak nyaman dalam berusaha saat ini. Ketidaknyamanan ini berdampak pada iklim berusaha dan bisnis di Manggarai, berdampak juga pada petani karena akan ada ketidakpastian petani kapan mereka bisa menjual hasil bumi,"ujarnya.

Dia mengaku, terganggunya iklim usaha hasil bumi akibat kebijakan ini membuat para pengusaha akan mempertimbangkan untuk menghentikan pembelian hasil bumi dari petani.

"Kami terus terang akan mempertimbangkan betul untuk menghentikan pembelian kalau begini situasinya. Kita akan menghentikan pembelian sebelum jelas situasinya,"tegasnya.

Meski demikian, dia juga menyebutkan, menghentikan pembelian bukanlah hal gampang karena akan berdampak luar termasuk berdampak pada petani yang selama ini hidupnya bertumpuh pada hasil bumi.

"Saya kira kita harus berpikir bersama lah, meskipun menghentikan pembelian ini bukan suatu yang gampang tapi saya kira itu juga opsi untuk kami,"ungkapnya.

Menyikapi kebijakan KPP ini, Asosiasi Penghasil Bumi Manggarai telah melakukan berbagai upaya termasuk mendatangi Kantor Wilayah (Kanwil ) Dirjen Pajak Nusa Tenggara di Mataram. Namun, Kepala Kanwil di Mataram menyerahkan persoalan ini sepenuhnya kepada KPP Pratama Ruteng.(FP-06).

https://m.kumparan.com/florespedia/k...mi-1rVOREHtaXb

Orang bijak taat pajak
muhamad.hanif.2
muhamad.hanif.2 memberi reputasi
1
1.8K
9
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.2KThread39.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.