inal74Avatar border
TS
inal74
Georadar dan 13 Aktivis 1997/1998 yang Masih Hilang
Quote:



Tulisan di atas merupakan potongan dari sebuah surat telegram diplomatik. Penulis telegram tersebut adalah kepala bagian politik di Kedubes Amerika Serikat untuk Indonesia tahun 2008 bernama Joseph L. Novak. Telegram dengan judul surat: MUNIR CASE—ACCUSED MASTERMIND’S BACKGROUND ini dikirimkan dari Kedubes Amerika Serikat di Jakarta ke Australia, Bangladesh, Canada, RRC, Hong Kong, India, Jepang, Mongolia, Belanda, Selandia Baru, Korea Selatan, Sri Lanka, Central Intelligence Agency(CIA), Defense Intelligence Agency (DIA), National Security Council (NSC), ASEAN, dan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat. Tidak hanya memberikan gambaran tentang kasus pembunuhan Munir (aktivis Komnas HAM) dari sudut pandang Amerika Serikat, tapi telegram ini juga memberikan sedikit info menarik tentang 13 orang aktivis anti Orde Baru 1997/1998 yang masih “hilang” hingga kini.

Perhatikan sekali lagi tulisan bahasa Inggris di atas. Pada paragraf kedua kalimat ketiga tertulis: There are rumors that some of those were buried beneath the asphalt of the airport highway (Beredar rumor bahwa beberapa dari mayat mereka dikubur di bawah aspal landasan pacu pesawat terbang). Uniknya, tulisan di telegram tahun 2008 ini ternyata ada kemiripan dengan penggalan cerpen berjudul: Pulau Arwah karya Dewi Kharisma Michellia tahun 2014: “Aku datang untuk memanggil arwah kekasihku. Dia mati diculik penguasa. Ada yang bilang jenazahnya dikubur di bawah aspal landasan pacu pesawat”. Meskipun hanya sebatas kabar angin, namun gosip politik pada kisaran tahun 1999-2000-an itu tidak dianggap remeh oleh Amerika Serikat. Buktinya, rumor tersebut ditulis menjadi bagian dari sebuah surat telegram diplomatik. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya jika rumor di atas pun dihubungkan dengan Tim Mawar bentukan Kopassus TNI Angkatan Darat jaman Orde Baru, dan kasus 23 penculikan aktivis anti Orde Baru 1997/1998 yang terjadi menjelang Pemilu 1997 dan Sidang Umum MPR 1998. Dari 23 orang yang diculik itu, 13 orang diantaranya masih dinyatakan “hilang” hingga kini.

Jika dihubungkan secara korelasional, maka hubungan 3 variabel di atas (rumor, Tim Mawar, dan 13 aktivis 1997/1998) menghasilkan asumsi-asumsi sebagai berikut:
  1. Aktivis 1997/1998 yang berjumlah 13 orang itu sudah meninggal semua;
  2. Beberapa jasad dari 13 orang yang meninggal tersebut ada yang dikuburkan di bawah aspal landasan pacu pesawat terbang;
  3. Pelaku penculikan tersebut cenderung dituduhkan kepada grup militer berkemampuan khusus;
  4. Penculikan tersebut dilakukan oleh militer. Itu berarti landasan pacu pesawat terbang yang dimaksud kemungkinan besar adalah landasan pacu di sebuah pangkalan udara militer yang biasa disingkat lanud;
  5. Pencarian jasad-jasad aktivis 1997/1998 tersebut sangat logis dilakukan dengan cara mendeteksi lapisan bawah aspal semua landasan pacu di semua pangkalan udara militer di Indonesia.

Kemudian, sangatlah wajar jika asumsi-asumsi ini memunculkan pertanyaan:
1. Mungkinkah mendeteksi mayat yang dikubur di bawah aspal landasan pacu pesawat terbang?
2. Landasan pacu pesawat terbang pangkalan udara mana saja yang akan dideteksi?
3. Bagaimana caranya melakukan pendeteksian tersebut?

Saat ini, Indonesia memiliki 41 pangkalan udara yang tersebar mulai dari Aceh hingga Papua. Semua pangkalan udara ini harus dideteksi landasan pacu pesawat terbangnya. Pelaksanaan pendeteksian tersebut sebaiknya dilakukan dalam 2 tahap, yaitu:
1. Tahap Pertama, melakukan pendeteksian landasan pacu pesawat di:
     • Lanud Halim Perdanakusuma (HLM), Jakarta Timur
     • Lanud Atang Sendjaja (ATS), Bogor, Jabar
     • Lanud Suryadarma (SDM), Subang, Jabar
     • Lanud Husein Sastranegara (HSN), Bandung, Jabar
     • Lanud Wiriadinata (WIR), Tasikmalaya, Jabar
     • Lanud Sugiri Sukani (SKI), Cirebon, Jabar
     • Lanud Sulaiman (SLM), Bandung, Jabar
     • Lanud Sultan Iskandar Muda (SIM), Banda Aceh,NAD
     • Lanud Zainuddin Abdul Madjid (ZAM), Mataram, NTB
     • Lanud Muljono (MUL), Surabaya, Jatim
     • Lanud Adi Sutjipto (ADI), Sleman, Jawa Tengah
     • Lanud Adi Soemarmo (SMO), Boyolali, DIY
2. Tahap Kedua, melaksanakan pendeteksian landasan pacu pesawat di 29 pangkalan udara lainnya.

Selanjutnya, alat untuk melakukan pekerjaan pendeteksian ini adalah dengan menggunakan teknologi Georadar. GPR (Ground Penetrating Radar) alias Georadar merupakan metode geofisika yang berguna untuk proses pendeteksian obyek yang terkubur di bawah permukaan tanah dengan bantuan penetrasi gelombang elektrognetik yang dipancarkan dari sepasang antena hingga kedalaman tertentu, tanpa perlu dilakukan penggalian tanah. Pada awalnya, GPR banyak digunakan di bidang arkeologi, geologi, dan pembangunan infrastruktur. Namun seiring dengan perkembangan jaman, GPR pun ternyata bisa bermanfaat pula bagi kepolisian dan para penegak hukum lainnya. Patrick Perrot dari Criminal Intelligence Agency Polisi Militer Nasional Perancis serta Guillaume Galou dan Hervé Daudigny dari Forensic Research Institute Polisi Militer Perancis menyatakan bahwa kegunaan GPR sangat berguna dan efisien dalam investigasi kriminal. Para penegak hukum menggunakan GPR untuk mendapatkan data forensik. Penyelidik TKP (crime scene investigator) memanfaatkan GPR untuk mendeteksi mayat-mayat yang masih terkubur, benda atau ruangan tersembunyi, dan tempat-tempat untuk menyembunyikan senjata atau menyembunyikan bukti. Sementara itu di Indonesia sendiri, GPR digunakan untuk pertama kali dalam membantu pengungkapan kasus kriminal adalah pada Januari 2001. Ketika itu, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) membantu polisi menemukan lokasi bungker persembunyian Hutomo Mandala Putra atau Tommy yang ditemukan di pojok Jalan Cendana dan Jalan Yusuf Adiwinata dengan menggunakan peralatan GPR dari Kanada. Selain itu, di banyak negara maju lainnya, GPR ini juga digunakan untuk menemukan tempat penguburan korban pembunuhan.

Berdasarkan pemaparan di atas, bisa diketahui bahwa pihak-pihak yang nantinya dimungkinkan untuk terlibat dalam pelaksanaan pendeteksian ini adalah BPPT, LIPI, TNI, Kemenkopolhukam, Kemenkumham, Komnas HAM, KontraS, dan BASARNAS.

Jadi, mencari mayat korban penculikan tahun 1997/1998 yang dikubur di bawah aspal landasan pacu pesawat terbang di 41 pangkalan udara dengan menggunakan Georadar atau GPR (Ground Penetrating Radar) bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan.



Referensi:
Joseph L. Novak, MUNIR CASE—ACCUSED MASTERMIND’S BACKGROUND, Jakarta, 2008

Patrick Perrot, Guillaume Galou, Hervé Daudigny, GPR: Applications In Criminal Investigation, Antibes, France, 2014

Widodo, Iqbal F. Aditama, Khalid Syaifullah, Muthi’a J. Mahya, M. Hidayat, Detecting Buried Human Bodies Using Ground-Penetrating Radar, Earth Science Research; Vol. 5, No. 2, Canadian Center of Science and Education, 2016

Dewi Kharisma Michellia, Pulau Arwah, Indoprogress, 2014

https://sains.kompas.com/read/2009/0...Purba?page=all
Diubah oleh inal74 02-11-2019 03:40
annala
davecchio
renofizaldy
renofizaldy dan 8 lainnya memberi reputasi
9
9.1K
60
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.8KThread40.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.