INDRI , 31, menyesal menikah dengan Topik, 35. Waktu bujangan dia kelihatan enerjik, bekerja sebagai surveyor semangat sekali. Tapi setelah jadi suaminya, berbalik 180 drajat. Cari kerja males, tapi adegan ranjang doyan banget. Masak Indri hanya diberi nafkah batin melulu, sedangkan nafkah lahir hanya kadang-kadang.



Kata orang, menikah dengan wanita cantik bisa menambah hidup selalu bergairah, rajin mencari nafkah. Apa iya? Buktinya suami yang tampang bininya pas-pasan, tetap semangat mencari nafkah demi keluarga. Justru istri yang cantik, kebanyakan hanya meningkat dalam soal produksi anak. Tiap tahun istri melahirkan, gara-gara digeber terus. Mestinya sadar masuk KB, yang terjadi malah masuk kabeh!



Kelakuan Topik warga Probolinggo (Jatim) nyaris seperti itu. Sebagai sarjana statistik, dia pas banget bekerja di lembaga survei. Jika musim pilkada, pileg dan pilpres, banyak lembaga survei yang mengajaknya berperan. Dia mendata penduduk, menanyakan pilihannya pada seorang tokoh. Kemudian data itu dikirim ke lembaga survei yang mengajaknya.



Karena sedang banyak duit, Topik berani memacari Indri yang cantik di kelasnya. Melihat keuletan anak muda ini, Indri bisa menerima. Bahkan setelah jadi suami istri, Indri memilih mundur sebagai pegawai swasta, karena Topik berjanji penghasilannya cukup untuk membiayai keluarga.



Tapi perhitungan Indri meleset. Setelah dia tak bekerja, hanya jadi istri yang tugasnya hanya mamah karo mlumah, justru suami malah sepi keuangannya. Jarang lembaga survei yang mengajaknya kerja. Mestinya, Topik bisa cari usaha kerja lainnnya. Tapi tidak, jika tak ada pekerjaan survei ya memilih nganggur di rumah saja.



Anehnya, meski malas mencari uang, dalam urusan ranjang dia rajin banget. Hampir setiap malam dia minta jatah. Kalau ditolak, Topik menakut-nakuti, nanti akan dikutuk malaikat sampai pagi. Apa lagi malam Jumat, katanya pahalanya sama dengan membunuh 40 Yahudi. Apa salahnya Yahudi, kok dijadikan “tumbal” suami istri melampiaskan syahwat?



Maka saking kesalnya, ketika Topik minta jatah di malam Jumat, Indri pun mengeluh, “Oalah Mas, Yahudi yang kemarin saja belum selesai dikubur, kok sudah mau membunuh lagi. Sadis amat sampeyan.” Tapi Topik tak mau tahu, bahkan mengancam, “Kalau ditolak, saya selingkuh nanti!”



Sungguh kesal Indri akan kelakuan suami. Di rumah sedang krisis keuangan, kok yang dipikirkan hanya urusan selangkangan. Sepertinya jadi istri Topik hanya dijadikan pemuas nafsu belaka. Padahal mestinya, nafkah batin untuk istri harus seimbang dengan nafkah lahirnya.



Lama-lama capek juga Indri. Memangnya melayani suami tak butuh tenaga ekstra, dan itu dibutuhkan lewat kalori yang terjamin. Karena Topik tetap malas cari pekerjaan, akhirnya Indri memilih bercerai saja. Beberapa hari lalu dia mendatangi Pengadilan Agama Probolinggo, dalam rangka mem-PHK suaminya.



Keterlaluan Topik, kerjanya tukang survei, akhirnya syurrr melulu.



SUMBER