Boleh percaya atau tidak, adalah sebuah mitos tentang sebuah kampung yang bernama Pitu.

Di kampung ini hanya boleh ditempati oleh 7 Kepala Keluarga (KK). Tidak boleh lebih, tidak boleh kurang.

Jika lebih, maka pendatang baru yang berdiam di sana akan mendapat musibah. Jika kurang, maka penduduk asli di kampung itu yang akan ditimpa bencana.

Karena itu, mereka berusaha mencari KK baru, jika ada KK yang meninggal dunia, agar jumlahnya tetap 7.


Penduduk kampung Pitu

Sebuah mitos yang sulit dibantah, sebab fakta sudah sering menunjukkan buktinya.

Karena itu, meski kampung ini sudah berusia 600 tahun lebih sejak 1400-an, dan letaknya tidak terlalu terpencil dari kota besar Yogyakarta, namun sampai sekarang jumlah KK di sana tetap 7. Mereka tak berani melanggar ketentuan tersebut.


Makam leluhur kampung Pitu

Meski KK harus 7, namun jumlah anggota keluarga boleh saja lebih dari 7, atau kurang.

Kalau ada anggota keluarga yang menikah, maka salah satu KK yang lama, atau yang baru menikah harus pindah dari kampung itu. Atau yang baru menikah tetap menjadi bagian dari KK yang ada.

Misalnya, ada anggota keluarga yang menikah, entah dengan sesama warga di sana, atau warga luar, maka ia boleh tinggal di sana, di bawah jaminan KK yang ada, seperti mertua, tapi tidak boleh membentuk KK baru.

Ya, Kampung Pitu ini terletak di puncak timur situs gunung api purba Nglanggeran, Yogyakarta.

Karena harus 7, maka kampung ini dinamakan Pitu, yang berarti Tujuh.

Kampung ini dikepalai oleh seorang Juru Kunci, bernama Redjo Dimulyo, yang kini berusia 102 tahun, sebagai tetuha adat di sana.


Juru kunci kampung Pitu

Beliau adalah Juru Kunci yang ke-empat, yang diwarisi secara turun temurun dari leluhurnya.

Menurut sejarahnya, kampung ini semula hanyalah sebuah hutan belantara yang berada di puncak gunung.

Ada seorang abdi dalem yang bernama Eyang Iro Kromo, masuk ke hutan tersebut. Tak diduga, di sana ia menemukan sebilah keris pusaka, di dalam sebatang pohon yang besar.

Keris itu dipercaya punya daya magis yang hebat, sehingga abdi dalem itu diperintahkan untuk memeliharanya, dan diberi sebidang tanah di sekitar hutan tempat penemuan keris tersebut.

Maka tinggallah si abdi dalem di sana, hingga mempunyai keturunan. Lalu tempat itu diberi nama Kampung Pitu. Jadi, semua penduduk di sana adalah keturunan abdi dalem tersebut.

Diceritakan, banyak orang-orang yang punya kesaktian tidak percaya dan penasaran dengan mitos tersebut. Lalu ia mencoba tinggal di sana.

Namun ternyata mereka tidak sanggup tinggal lama di kampung itu. Ada yang jatuh sakit, terkena berbagai musibah, hingga kematian.

Tapi, bagi mereka yang ke sana tujuannya hanya untuk berwisata, atau sekadar bermalam tanpa bermaksud menetap, maka mereka aman-aman saja. Karena itu, banyak wisatawan yang datang berkunjung ke sana.


Selain tidak boleh kurang atau lebih dari 7, ada lagi pantangan yang tak boleh dilanggar oleh penduduk di sana, yaitu mengadakan pagelaran wayang.

Jika hal itu dilakukan, ada saja musibah yang terjadi secara tidak logis dialami oleh salah seorang penduduk di sana.

Misalnya, pernah terjadi seorang warga ditemukan tewas digorok di leher oleh seorang yang misterius, ketika pagelaran wayang untuk memeriahkan acara ulang tahun.

Dengan adanya berbagai pantangan tersebut, maka meski kampung ini terkenal subur dan indah, namun sampai sekarang warganya hanya berjumlah 30 orang, yang terdiri dari 7 KK.

Nah gimana GanSis, berani coba tinggal di sana? Cara amannya sih dengan menikahi penduduk di sana, dan masuk dalam anggota keluarga mereka. Dan jangan membentuk KK baru. (*) Ref