stealthmaniaAvatar border
TS
stealthmania
Sejarah Keilmuan Jaswar Koto Dan Eddy Hiariej
Sejarah Keilmuan Jaswar Koto: Saksi 02, Bukan Ahli Statistika?





Dua saksi ahli dari pihak pemohon diambil sumpahnya saat Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (19/6/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.
Dirunut dari sejarah keilmuannya, saksi ahli BPN di Sidang MK, Jaswar Koto, bukan seorang pakar ilmu statistika.




Badan Pemenangan Nasional (BPN) menghadirkan Jaswar Koto dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (20/6/2019) dini hari. Siapakah ahli untuk paslon nomor urut 02 di Sidang MK ini? Sejarah studi dan keilmuan Jaswar Koto menunjukkan ia bukan spesialis di bidang statistika.

Jaswar Koto dihadirkan sebagai ahli oleh tim kuasa hukum BPN Prabowo-Sandiaga bersama Soegianto Soelistiono. Di depan majelis hakim, Jaswar mengungkapkan telah terjadi kesalahan pemasukan data dalam sistem penghitungan (Situng) yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Tim kami menemukan pola kesalahan, pemasukan data, menggelembungkan suara 01 dan pengurangan untuk 02," ucap Jaswar.

Dengan kata lain, menurut Jaswar, telah terjadi suatu kondisi yang merugikan Prabowo-Sandiaga dalam Pilpres 2019, dan sebaliknya sangat menguntungkan pasangan calon Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin.

"Dari 63 TPS saja yang terjadi kesalahan input 01 dimenangkan 1.300, 02 dikurangkan sekitar 3.000, ini pola kesalahan," paparnya.

Lantas, siapakah Jaswar Koto ini?

Pakar Laut dan Udara?

Jaswar Koto disebut-sebut sebagai ahli pengembangan perangkat lunak biometrik (biometric software development). Namun, beberapa referensi mengungkapkan spesialisasinya ada di bidang perkapalan, kilang minyak lepas pantai, juga kelautan dan aerospace (kedigantaraan).

Situsweb milik International Society of Ocean, Mechanical & Aerospace (ISOMAse) menyebut Jaswar Koto adalah presiden mereka. Jaswar juga menjabat President of Ocean and Aerospace Research Institute Indonesia.

Sedangkan dari situs Research Gate disebutkan Jaswar Koto merupakan seorang ahli kelautan, teknik offshore, dan aerospace. Ia tercatat pula sebagai profesor di Ocean & Aerospace Research Institute.

Dari situswebnya, diketahui bahwa ISOMAse bukanlah institusi pendidikan atau penelitian dari luar negeri, melainkan dari Indonesia. Institut ini mencantumkan alamat di Resty Menara Group, Pekanbaru, Riau.

Bukan Spesialis Statistika

Jaswar Koto lahir di Padang, Sumatera Barat, pada 5 Oktober 1970. Profil di situs ISOMAse bahkan dituliskan Jaswar masih keturunan Nabi Muhammad dari garis salah satu cucu Rasulullah, Hussain R.A.

Diungkapkan pula, Jaswar Koto menuntaskan pendidikan S1 pada 1994 di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Ia kemudian memperoleh gelar doktor dari University of Osaka Prefecture, Jepang, pada 2003 dengan spesialisasi di bidang apung dan transportasi laut.

Jaswar Koto disebut sempat bergabung dengan proyek-proyek perkapalan garapan Sumitomo Heavy Industries di Jepang, kemudian pindah ke proyek LNG AKG dan Ras Lafflan di bawah Joint Venture Qatar Petroleum dan Exxon Mobil.

Masih informasi dari situs ISOMAse, Jaswar Koto direkrut sebagai staf kontrak di Department of Aeronautics, Automotive and Ocean Engineering, Faculty of Mechanical Engineering, Universiti Teknologi Malaysia. Ia juga disebut kerap diundang sebagai profesor tamu, pembicara utama, dan dosen pengajar.

Lebih dari 100 makalah dan sejumlah produk intelektual rekayasa disebut-sebut telah dihasilkan Jaswar Koto. Dituliskan ISOMAse, ia juga menerima beberapa penghargaan, termasuk dari Marine Engineering, Science and Technology (IMarEST) yang berpusat di London, Inggris.

Menariknya, meskipun di Sidang MK membeberkan hitung-hitungan angka yang disebutnya salah entri data oleh KPU, spesialisasi Jaswar Koto bukan di bidang statistik atau biometrik, setidaknya jika dirunut dari riwayat pendidikan dan pengalamannya selama ini.



Sejarah Keilmuan Eddy Hiariej: Ahli 01, Pernah Gagal Masuk UGM





Ahli saksi dari pihak terkait Prof Edward Omar Syarief Hiariej (tengah) memberikan keterangan dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (21/6/2019).

Pentolan tim kuasa hukum paslon 02, Bambang Widjojanto (BW), mempertanyakan kapabilitas Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, dalam sidang sengketa perselisihan hasil Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2019) lalu. Ahli dari tim kuasa hukum paslon 01 selaku pihak terkait ini ternyata punya sejarah keilmuan yang memukau kendati awalnya sempat gagal masuk UGM.

Di persidangan, BW semula menyinggung tentang ahli yang dihadirkan paslon 02, Jaswar Koto, yang kapabilitas keilmuannya dipertanyakan. Kepada Eddy Hiariej, mantan Wakil Ketua KPK ini berbalik menanyakan keahliannya dalam konteks politik, khususnya pemilu.

"Sekarang saya ingin tanya. Saya kagum kepada sobat ahli, tapi pertanyaannya sekarang saya balik, Anda sudah tulis berapa buku yang berkaitan dengan pemilu yang berkaitan dengan TSM [Terstruktur, Sistematis, dan Masif]?" tanya BW.

"Tunjukkan kepada kami bahwa Anda benar-benar ahli, bukan ahli pembuktian, tapi khusus pembuktian dalam kaitannya pemilu. Berikan kepada kami buku-buku itu, mungkin kami bisa belajar. Berikan kepada kami jurnal internasional yang Anda pernah tulis," cecarnya.

BW melanjutkan, "Kalau itu sudah dilakukan, kami akan mengatakan Anda ahli yang top. Jangan sampai ahlinya di A, ngomong B tapi tetap ngomong ahli. Ini, kan, berbahaya."

"Jadi, bagian kedua ini, beri kami jurnal-jurnal internasional, sudah berapa banyak yang khusus sudah mendiskusikan masalah ini dan berapa buku yang Anda punya sehingga pantas disebut sebagai ahli?" tambahnya.

Lantas, apa jawaban Eddy Hiariej?

"Saya selalu mengatakan, yang namanya seorang guru besar, seorang profesor hukum, yang pertama harus dikuasai itu bukan bidang ilmunya, tapi yang harus pertama harus dikuasai itu adalah asas dan teori, karena dengan asas dan teori itu, dia bisa menjawab semua persoalan hukum," bebernya.

Eddy Hiariej mengakui dirinya memang belum pernah menulis secara spesifik soal pemilu. Namun, "Kalau saudara tanya sudah berapa buku, saya kira tadi sudah melampirkan CV [curriculum vitae]."

"Ada berapa buku, ada berapa jurnal internasional. Silakan. Nanti bisa diperiksa. Kalau saya sebutkan mulai dari poin 1 sampai poin 200 nanti sidang ini selesai," tandas Eddy.

Termasuk Profesor Termuda

Eddy Hiariej adalah salah satu profesor termuda di Indonesia, ia guru besar ilmu hukum pidana. Hikmahanto Juwana, sebagai perbandingan, menjadi guru besar termuda Fakultas Hukum (FH) Universitas Indonesia (UI) saat 38 tahun. Sedangkan Eddy meraih gelar sejenis dari UGM setahun lebih muda.

"Saat SK [Surat Keputusan] guru besar saya turun, 1 September 2010, saya berusia 37 tahun. Waktu mengusulkan umur 36," kata Eddy Hiariej dalam wawancara yang dikutip dari portal HukumOnline (10 Agustus 2015).

Sebelumnya, Eddy Hiariej juga menorehkan pencapaian yang tak kalah gemilang. Ia merengkuh gelar doktor hanya dalam waktu 2 tahun.

"Orang biasanya begitu sekolah doktor baru mulai riset, saya tidak. Saya sudah mengumpulkan bahan itu sejak saya short course di Perancis," ungkapnya.

Eddy Hiariej terdaftar sebagai mahasiswa magister hukum UGM sejak 7 Februari 2007. Maret 2008, ia menuntaskan draf disertasi pertamanya tentang penyimpangan asas legalitas dalam pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM).

Beberapa bulan berselang, Eddy menjalani ujian terbuka doktoralnya. Dan akhirnya, ia merengkuh gelar doktor di bidang hukum pada 7 Februari 2007 sekaligus mencetak rekor. "2 tahun 20 hari, dan memang Alhamdulillah rekor itu belum terpatahkan," tuturnya.

Kegagalan Jadi Lecutan

Lahir di Ambon, Maluku, pada 10 April 1973, jalan impian Eddy Hiariej ternyata tidak selalu mulus. Ia bahkan tidak lolos Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) di FH UGM pada 1992. Eddy sempat mengalami depresi lantaran kegagalan itu.

"Saya stres enam bulan. [Karena] saya stres, saya liburan ke mana-mana saja sudah," kenangnya.

Namun, Eddy tidak ingin semakin terpuruk. Ia termotivasi pesan mendiang ayah yang melihatnya berbakat di bidang hukum. Ayahnya pernah berkata, "Kalau saya lihat karakteristikmu, cara kamu berbicara, kamu itu cocoknya jadi jaksa."

Menjelang akhir hayat, sang ayah kembali meninggalkan pesan, jika Eddy memang hendak berkuliah di Fakultas Hukum, maka janganlah menjadi pengacara setelah lulus nanti. Eddy mengaku cukup terkejut mendengar wasiat ayahnya itu.

"Mungkin ia tahu kalau saya jadi pengacara, nanti orang yang salah dan saya bela bisa bebas. Itu juga mengapa ia bilang saya untuk jadi jaksa," ucap Eddy mengingat pesan sang ayah yang disampaikan saat ia duduk di bangku SMA.

Kegagalan di kesempatan pertama membuat Eddy semakin terlecut dan akhirnya ia berhasil menjadi mahasiswa hukum di salah perguruan tinggi terbaik di tanah air.

"Saya betul-betul intens belajar sampai UMPTN berikutnya. Barulah kemudian saya lolos, masuk FH UGM," ucapnya.

Eddy Hiariej nantinya memang tidak menjadi pengacara, namun ia juga bukan berprofresi sebagai jaksa. Ia memilih menjadi akademisi atau dosen hukum karena menurutnya, ia dapat berinteraksi dengan banyak orang. Menjadi dosen, kata Eddy, harus terus belajar.

"Katanya, sih, 7 golongan yang masuk surga itu salah satunya adalah golongan yang selalu memberikan ilmunya kepada orang lain," ujar Eddy.

Sebelum menjadi saksi ahli untuk paslon 01 di Sidang MK, Eddy Hiariej menjadi ahli pula bagi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mantan Gubernur DKI Jakarta yang terseret dalam kasus dugaan penodaan agama dan disidangkan pada 2017.

Eddy Hiariej juga hadir sebagai ahli hukum pidana yang dihadirkan jaksa dalam sidang kasus kopi sianida pada 2016. Perkara yang menjadi sorotan publik itu mendudukkan Jessica Kumala Wongso sebagai terdakwa atas dugaan pembunuhan terhadap Wayan Mirna Salihin.

Yang lebih menarik, Eddy Hiariej pernah bakal dihadirkan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, dalam perkara pembayaran elektronik untuk pengurusan paspor di keimigrasian pada 2015. Akan tetapi, saat itu Eddy tidak bisa hadir.

Kini, di Sidang MK dalam perkara gugatan sengketa Pilpres 2019, Denny berada di tim kuasa hukum 02 Prabowo-Sandiaga, sedangkan Eddy Hiariej adalah salah satu ahli dari tim kuasa hukum 01 Jokowi-Ma'ruf.





SUMBER
SUMBER
gabener.edan
bayukuya1988
manutdloyalist
manutdloyalist dan 2 lainnya memberi reputasi
3
3.8K
40
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.8KThread40.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.