istijabah
TS
istijabah
Kau Tetap Perempuan Surgaku
kumpulan cerpen kehidupan




Sumber gambar www. pixabay.com



Sepanjang jalan setelah turun dari pesawat, walau jalanan ramai tapi terasa sunyi bagiku. Pikiranku melayang mengingat semua kenangan kebersamaan dengannya, perempuan surgaku.

Udara malam begitu dingin, mungkin juga karena tadi turun hujan. Aku membenarkan selimut Nihla dalam gendongan. Gadis kecilku ini hanya diam saja dari tadi, seakan mengerti kesedihan mamanya.

Perjalanan masih lumayan lama untuk sampai ke kampung kelahiranku. Teringat kembali percakapan siang tadi dengan kakak, saat dia menelponku.

"Rin, Ibu sakit, " kata kakak setelah kujawab salamnya.

"Sakit apa, Kak? parah tidak?" tanyaku.

"Ibu terserang stroke, pas jatuh di kamar mandi," jawabnya.

"Astagfirullah ..., gimana keadaan Ibu sekarang, Kak?"

"Sudah membaik, tapi masih di rumah sakit," jelasnya. "pulanglah, kalau suamimu mengizinkan." Memang semenjak menikah aku ikut suami ke kota kelahirannya.

"Iya, Kak." Kututup telpon setelah mengucap salam.

Segera kuhampiri Mas Hanafi di depan TV, menceritakan keadaan ibu di kampung.

"Kita pulang sekarang, Ibumu Ibuku juga, pekerjaan bisa ditinggalkan, uang bisa dicari lagi, tapi waktu tak bisa kembali." ujarnya setelah aku ceritakan keadaan Ibu. "Jangan sia-siakan waktu," tambahnya lagi menghapus bulir-bulir bening yang kian membanjiri pipiku.

Arina namaku, akulah yang paling dekat dengan ibu. Beliau mengajarkan hitam putihnya kehidupan padaku, tentang kesabaran, keikhlasan, dan qona'ah.

Ibu, perempuan surgaku, perempuan tersabar yang pernah aku temui. Perempuan tertangguh yang pernah kudapati. Perempuan kuat yang tak akan pernah terganti.

Tak terasa air mataku menetes, mengingat perjuangan ibu membesarkan kami anak-anaknya. Setelah ayah meninggal, ibu bekerja serabutan asalkan halal ya dikerjakan. Ibu pernah menjadi tukang cari bekicot untuk makan bebek, supaya cepat bertelur. Ibu dikasih upah telurnya dan telur tersebut kemudian ditukar dengan beras oleh ibu.

Ibu juga sering bercerita tentang ayah padaku. Iya, aku tidak tahu banyak tentang ayah, saat beliau meninggal aku masih didalam rahim ibu. Wajah ayah pun aku tidak tahu, kata ibu setelah meninggal semua foto ayah hilang, tidak tahu siapa yang mengambil.

Setelah ayah meninggal, ibu memboyong kami anak-anaknya ke kampung kelahirannya. Malu, itu alasan ibu jika harus tetap tinggal di rumah nenek.

Ibu sering bercerita tentang semua kebaikan-kebaikan ayah, padahal aku tahu dari para tetangga di rumah nenek yang bercerita, bahwa ayah sering membuat ibu sakit hati. Ayah berkali-kali membagi cinta dan tak jarang membawa istri barunya tinggal seatap dengan ibu.

Namun, Ibu menerimanya dengan ikhlas yang terpenting kami anak-anaknya tidak kehilangan sosok Ayah. Para tetangga banyak yang mengatakan ibu bodoh, karena berkali-kali disakiti tapi tetap saja bertahan sama ayah. Pernah juga katanya, ayah berbulan-bulan tidak pulang kerumah tanpa meninggalkan uang belanja untuk ibu, sehingga ibu dan saudara-saudaraku hanya makan nasi aking.

Sampai suatu hari ayah mengalami kecelakaan lalu lintas, dari situ ayah mulai sakit-sakitan. Semenjak itu juga, istri-istri ayah yang lain meninggalkan ayah, hanya ibu yang bertahan dan yang merawat ayah sampai ajal menjemput. Mungkin benar juga kata orang kalau istri pertama tetap jadi tempat pulang, setelah lelah mengembara.

Aku tahu, ibu hanya menceritakan kebaikan-kebaikan ayah agar aku hanya mengenal baiknya tanpa tahu kejelekannya.

Aku tersentak dari lamunan setelah suami menyandarkanku kebahunya.

"Tenanglah, semua akan baik-baik saja," ujarnya mengelus kepalaku yang tertutup jilbab.

"Aku takut, Mas, takut tidak punya kesempatan bersama ibu lebih lama," ucapku lirih.

Entah sejak kapan aku terlelap, aku terbangun saat mobil yang kutumpangi sudah ada di parkiran rumah sakit tempat ibu dirawat. Aku segera turun setelah suamiku mengambil alih Nihla dari gendongan.

Tergesa aku menghampiri kakakku yang rupanya telah menunggu kami datang, setelah menyalaminya aku mengikuti langkahnya keruangan tempat ibu dirawat.

Butir-butir kristal ini tak terbendung saat melihat dia, perempuan surgaku, di sana perempuan yang pelukannya membuatku merasa tenang, perempuan yang dulu begitu kuat dan tangguh, kini terlihat lemah tak berdaya. Beliau tersenyum melihat siapa yang datang, walau ku tahu senyum itu bukan senyum bahagia. Kadang memang kita tersenyum hanya untuk terlihat kuat bukan?!
Segera kuraih tangannya menciuminya ta'dzim.

Setelah beberapa hari dirawat dan keadaan ibu membaik, dokter mengizinkan ibu dirawat di rumah saja.keadaan ibu memang membaik tapi beliau lumpuh total, tangan dan kakinya tidak bisa di fungsikan, hanya bisa tiduran dan bicarapun tidak jelas.

Selama di rumah aku dan kakakku yang bergantian merawat ibu, mulai dari menyuapinya makan, mandi, sampai mengganti diapersnya.

Kadang juga aku merasa lelah, saat ibu sudah mulai keras kepala, tidak mau makan atau mandi, tapi selalu kusugestikan kata 'ini pahala harus sabar, harus sabar'.

Pernah ibu menangis saat aku mengganti diapersnya, saat kutanyakan kenapa beliau menangis? beliau hanya menjawab malu pada kami anaknya.

" Kenapa harus malu, Bu, bukankah dulu ibu merawat kami lebih dari ini," ujarku.

Bukankah memang benar, seorang ibu merawat anaknya tanpa mengenal kata jijik, lalu mengapa kita sebagai anak harus merasa jijik saat diminta merawat orang tua kita yang sudah tidak berdaya.

Maafkan aku ibu, masih belum bisa menjadi anak yang benar-benar berbakti padamu. Selama suami meridhoi, aku akan tetap merawatmu hingga ajal menjemput, karena kini surgaku ada pada dia, suamiku.

Selesai.

Jangan lupa cendol dan fullownya ya, Gan.

belajar bersama bisa
Diubah oleh istijabah 29-10-2019 04:17
simusarofah9metnaphusnamutia
husnamutia dan 42 lainnya memberi reputasi
41
9.8K
260
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread40.9KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.