• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Orasi Robet, Penghinaan Lembaga Negara atau Orasi Kritis tentang Militerisme?

babygani86Avatar border
TS
babygani86
Orasi Robet, Penghinaan Lembaga Negara atau Orasi Kritis tentang Militerisme?
Tersangka Robertus Robet sudah dipulangkan oleh penyidik Bareskrim Polri terkait dugaan penghinaan institusi TNI. Penangkapan Robertus berdasarkan delik aduan oleh seorang purnawirawan TNI.

Polisi menganggap orasi Robet sebagai penghinaan terhadap lembaga negara. Orasi yang menentang kembalinya dwifungsi Tentara Nasional Indonesia disampaikan Robet saat Aksi Kamisan di depan Istana Presiden pada Kamis dua pekan lalu. Dalam penangkapannya, selain karena memenuhi unsur, ada tujuan lain yaitu untuk melindungi Robert.



Pelindungan muncul lantaran riuhnya persekusi terhadap Robet di media sosial Facebook. Musababnya adalah potongan video pembuka orasi Robet berupa pelesetan “Mars ABRI” yang tanpa konteks. Ada ancaman, persekusi, akhirnya akun Facebook dideaktivasi.

Robet kemudian membuat video klarifikasi dan permintaan maaf atas kesalah pahaman yang muncul. Meski demikian, polisi proaktif membuat laporan tipe A dari kalangan internal mereka sendiri pada hari itu juga dan menangkap Robet pada malam harinya.

Dalam surat penangkapan, disebutkan bahwa Robet disangka melanggar Pasal 18 ayat 2 juncto Pasal 45-a ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Pasal 14 ayat 2 juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ancaman maksimal dari pasal yang memuat ketentuan ujaran kebencian itu berupa hukuman penjara enam tahun dan denda Rp 1 miliar.

Robet menyampaikan orasinya itu untuk mengkritik rencana penempatan perwira pada jabatan sipil. Kepada penyidik, dia mengatakan lagu pelesetan “Mars ABRI” dipilih menjadi pembuka orasi karena, sebagai dosen, dia ingin menjelaskan sesuatu secara kronologis. Menurut dia, maksud orasi itu adalah TNI yang sudah mengalami reformasi jangan lagi kembali ke era Orde Baru. Dalam orasi itu justru Robert menyampaikan kita harus mencintai TNI yang lebih profesional.



Di era rezim Presiden Soeharto, militer berperan besar dalam politik Orde Baru dan menghasilkan masalah. Setelah itu, ada reformasi. Reformasi TNI yang sudah berjalan itu jangan dibikin mundur. Itu remindernya. Tapi ada orang-orang yang memotong isi video tersebut. Akibatnya, orang tidak mendengarkan utuh sehingga muncul kehebohan di media sosial. Bahkan, ada orang yang mengaku dari komando distrik militer menyambangi kediaman Robet. Ketika Robet sedang menjalani pemeriksaan di kepolisian, juga ada pria yang mengaku sebagai personel TNI mendatangi rumahnya di Depok.

Polisi juga mencecar Robet soal tujuan kehadirannya di Aksi Kamisan. Robert hadir dalam aksi rutin yang diikuti korban dan keluarga pelanggaran hak asasi manusia itu karena diundang untuk memberikan refleksi.  Robert diundang karena dianggap netral dalam politik perpilpresan.

Kontestasi pemilihan presiden ini harus dimanfaatkan untuk mendorong penebalan budaya hak asasi. Di tengah orang selalu ribut, justru kelompok hak asasi, harus mendorong hak asasi itu. Itu yang ditekankan, sehingga dia mau hadir.

Polisi juga menanyakan kepada kliennya itu soal penyebaran potongan potongan video orasi. Namun Robet kala itu tidak tahu awal mula penyebarannya dan bukan dia yang melakukannya. Polisi juga menyatakan tidak akan menahan Robet karena belakangan dia dijerat dengan Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia, yang ancaman hukuman maksimalnya satu setengah tahun penjara. Pasal ini dianggap sudah tidak relevan karena Mahkamah Konstitusi menyatakan delik penghinaan tak boleh lagi digunakan pemerintah ataupun pejabat pemerintah pusat dan daerah.

Sejak awal penangkapan pertama, polisi kerap mengatakan tidak ingin terjadi lagi kasus seperti penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Yogyakarta, dan pembakaran kantor Kepolisian Sektor Ciracas, Jakarta Timur. Dua kerusuhan itu dipicu persoalan dengan TNI.



Meski polisi berfokus pada soal keamanan Robet, seharusnya caranya bukan dengan penangkapan dan melakukan pro justitia. Semua dilakukan dalam satu hari, terburu-buru sekali, karena itu, tim kuasa hukum akan menempuh beberapa prosedur hingga terbit surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terhadap Robet. Namun Robet menyatakan siap menjalani proses hukum yang masih berjalan.

Robet tak ditahan, tapi kasusnya tetap berlanjut. Jika polisi memerlukan keterangan lagi dari Robet, dia memastikan pria 48 tahun itu akan diperiksa lagi. Ihwal penerapan Pasal 207 yang dianggap sudah tidak relevan, namun polisi punya alasan tersendiri. Polri dalam hal ini melakukan proses penyidikan dengan standar profesional tinggi dan berdasarkan fakta-fakta hukum yang dianalisis komprehensif.

Orasi Robet merupakan masukan berharga agar TNI tetap profesional. TNI zaman now tidak antikritik, TNI juga ikut menjaga kediaman Robet. Sempat dilakukan penjagaan untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan.

Namun menyamakan orasi kritis tentang militerisme dengan kasus pembunuhan dan penganiayaan adalah sesat pikir yang keterlaluan. Jika ancaman atas keselamatan Robet memang nyata, polisi seharusnya bergegas melindungi, bukan menetapkan dia sebagai tersangka. Apalagi Markas Besar TNI sudah menyatakan tak tersinggung dan justru berterima kasih atas kritik Robet. Polisi harus segera menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam kasus ini. Jika tidak, kepercayaan publik terhadap kemampuan polisi menjaga demokrasi dan hak asasi manusia di negeri ini akan terus melorot sampai titik nadir.


Spoiler for Referensi:


mntnblacklotus
hutomoabdi12
davecchio
davecchio dan 6 lainnya memberi reputasi
7
7.6K
61
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.