• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Kenaikan Ongkos Pengiriman Barang Lewat Udara yang Mencekik para Pengguna

babygani86Avatar border
TS
babygani86
Kenaikan Ongkos Pengiriman Barang Lewat Udara yang Mencekik para Pengguna
Sejak awal Februari lalu, Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo) tak pernah putus mengeluhkan kenaikan ongkos pengiriman barang lewat udara. Bahkan kenaikan tarif itu, menurut Asperindo, telah menumbangkan sejumlah perusahaan pengiriman.

Sudah ada empat perusahaan yang melapor bangkrut. Satu perusahaan berbasis di Jakarta. Satu lagi di Palembang dan dua lainnya di Pekanbaru. Empat perusahaan itu sudah melambaikan bendera putih dan itu belum termasuk perusahaan di luar Asperindo. Tarif terus menanjak hingga 300 persen dari ongkos semula.



Melihat kondisi yang makin buruk itu, Asperindo mengadu ke Istana. Pada 16 Januari 2019, mereka menyurati presiden. Namun tidak ada respons. Sebulan kemudian, 13 Februari 2019, mereka kembali bersurat. Kali ini surat ditembuskan kepada Sekretaris Kabinet. Tapi belum ada tanggapan resmi dari Istana ataupun Sekretaris Kabinet.

Dalam surat itu, Asperindo melaporkan bahwa kenaikan ongkos terjadi enam kali hanya dalam enam bulan. Rentang kenaikannya 122-352 persen. Diharapkan pemerintah bisa menekan airline agar menurunkan tarif kargo udara ke titik yang wajar.

Garuda Indonesia lima kali menaikkan tarif. Kenaikan pertama terjadi pada 1 Oktober 2018 dari harga semula yang berlaku sejak 1 Juni2018. Terakhir, Garuda menaikkan tarifnya pada 14 Januari 2019. Dibanding tariff 1 Juni 2018, tarif kargo Garuda naik 70-325 persen. Rata-ratanya mencapai 112 persen.

Maskapai penerbangan yang mayoritas sahamnya dimiliki negara itu kini mematok tarif kargo sekitar Rp 6.000 per kilogram per jam penerbangan. Harga sebelumnya Rp 3.000-4.000. Jadi, kalau dilihat, kenaikannya Rp 2.000-3.000 per kilogram per jam penerbangan.

Garuda terpaksa melakukannya karena perusahaan menghitung tarif kargo lama sudah tidak mampu menutup biaya operasional maskapai. Bukan hanya Garuda, maskapai lain juga kompak menaikkan tarif kargo, seperti halnya mereka akur saat melambungkan ongkos penumpang. Lion Air, pesaing utama Garuda, menaikkan tarif sejak 1 Oktober 2018. Perusahaan empat kali menaikkan tarif, terakhir pada 7Januari 2019. Dibanding tarif1 Oktober 2018, tarif kargo Lion naik 22-176 persen. Rata-ratanya 61 persen.



Adapun Sriwijaya Air, yang operasinya kini di bawah kendali Garuda, dua kali menaikkan tarif. Pertama pada 16 November 2018, lalu pada 7 Januari 2019. Kenaikannya berkisar 19-225 persen dengan rata-rata 60 persen.

Kenaikan tarif makin terasa ketika persen-persen tersebut berubah menjadi rupiah. Garuda pada 1Juni 2018 masih mengenakan tarif angkut barang kiriman Rp 3.900 per kilogram untuk penerbangan pagi ke Yogyakarta. Tarif lebih murah untuk penerbangan siang, yaitu Rp 2.400. Pada 1 Oktober 2018, tarif itu naik menjadi Rp 4.500 dan Rp 2.800. Lalu, pada 14 Januari 2019, Garuda menerapkan satu tarif, tanpa membedakan pagi atau siang, menjadi Rp 6.300 per kilogram.

Lion per 9 Oktober 2018 menetapkan tarif angkut barang ke Yogyakarta masih Rp 5.000 per kilogram. Pada 3 Januari 2019, tariff itu naik menjadi Rp 6.100 per kilogram hingga sekarang. Adapun Sriwijaya, untuk tujuan yang sama, pada November 2018 masih mematok taripr 4.300 per kilogram. Per 7 Januari 2019, ongkos naik menjadi Rp 5.550 per kilogram.

DARI dua surat pertama yang dikirim Asperindo ke Istana, gayung baru bersambut pada surat kedua, walaupun bukan dari Sekretaris Kabinet atau Istana. Sehari setelah surat kedua masuk, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan memanggil mereka. Dalam pertemuan tersebut, maskapai menuding perusahaan pengiriman selama ini keenakan dengan keuntungan tinggi. Asperindo heran karena tarif surat muatan udara (kargo) dibandingkan degan harga jual kurir. Padahal tarif kargo bagi perusahaan logistik hanyalah satu dari banyak unsur pembentuk harga jasa kurir.


Spoiler for KERUGIAN GARUDA:


Pertemuan pun buntu. Asperindo hanya mendapat bujuk rayu agar menerima kenaikan tarif. Kenaikan itu dianggap sebagai upaya menolong Garuda, yang merugi tiga tahun beruntun.

Pertemuan dengan Kementerian Perhubungan tak jauh beda dengan hasil tatap muka dengan Kementerian Koordinator Perekonomian. Dalam dua kali pertemuan, Kementerian Koordinator Perekonomian hanya menggali data dan informasi.

Saat datang ke Kementerian, awal Februari lalu, Ketua Umum Asperindo Mohammad Feriadi mengatakan kenaikan tarif kargo itu membebani para pengguna jasa pengiriman kilat yang mengandalkan kargo penerbangan. Kenaikan itu merembet ke pengguna akhir, yaitu usaha mikro, kecil, dan menengah. UMKM saat ini sedang tumbuh dan mulai menjual produknya di marketplace, sedangkan ongkos kirim malah sudah kerap melampaui harga produk yang dijual para reseller. Biaya kirim bisa berkali lipat harga produk. Marketplace juga menganggap kenaikan tarif kargo saat ini tidak ideal. Sayangnya, mereka tidak punya pilihan. Pelaku usaha mau tidak mau menerima kenaikan tarif. Industri yang terkena dampak hanya bisa bersiasat untuk menjaga pelanggan.

Tokopedia tengah mencoba meningkatkan kualitas dan kecepatan pelayanan dengan mitra logistik. Sebanyak 25 persen pengiriman Tokopedia menggunakan jasa same day delivery. Diharapkan jaringan pelayanan dan penggunaan data yang lebih baik dapat membantu meningkatkan efisiensi rantai perdagangan serta memberikan tariff pengiriman barang yang sesuai. Meski begitu, jasa kurir bisa meningkatkan teknologi. Misalnya menggunakan mesin sortir otomatis dan fulfillment. Sehingga bisa menekan biaya pengiriman.



Adapun pesaing Tokopedia, Shopee, tampak tidak peduli akan kenaikan tarif kargo. Marketplace di bawah kendali SEA Group asal Singapura itu masih memberikan promosi gratis ongkos kirim kepada pelanggan. Shopee tetap memberikan layanan gratis ongkos kirim ke seluruh Indonesia melalui kerja sama strategis dengan mitra logistik yang ada.

Sejak terjadi bonanza marketplace, Kementerian Perhubungan mencatat industri pengiriman dan kargo penerbangan menikmati potongan kue yang manis. Saban tahun, kargo yang diangkut tumbuh rata-rata 6,5 persen. Angka itu berasal dari per- tumbuhan sepanjang 2014-2018.

Pada 2014, jumlah kargo yang diangkut pesawat hanya 963 ribu ton. Setahun kemudian, angka itu naik menjadi 1 juta ton dan 1,1 juta ton pada tahun berikutnya. Sampai November 2018, angkanya sudah 1,12 juta ton.

Tapi, dengan kenaikan tarif yang signifikan, industri pengiriman mulai mencari opsi. Kurir mulai mengalihkan pengiriman lewat udara ke jalan raya. Dialihkan ke angkutan darat yang masih memungkinkan dari sisi harga dan lead time. Tapi pengiriman jarak jauh tidak bisa berpaling.



Dibandingkan dengan lima tahun lalu, Indeks Kinerja Logistik Indonesia sebenarnya mengalami kemajuan, naik dari peringkat ke-53 menjadi ke-46. Namun, di antara sejumlah negara ASEAN lainnya, posisi Indonesia masih tertinggal dari Singapura (peringkat 7), Thailand (32), Vietnam (39), dan Malaysia (41). Tingginya biaya logistik, yang menyumbang sekitar 40 persen ongkos produksi, menyebabkan pengusaha melimpahkan seluruh atau sebagian biaya kepada konsumen lewat kenaikan harga. Akibatnya, daya beli menurun dan ekonomi bisa mengerut.

Tak cukup membangun infrastruktur, pemerintah harus membenahi aspek lain demi menekan biaya pengiriman barang. Tanpa ongkos logistik yang murah, produk nasional akan sulit bersaing dalam perdagangan regional, apalagi global.

Spoiler for Referensi:
Diubah oleh babygani86 02-05-2019 08:17
panjul1993
renofizaldy
davecchio
davecchio dan 9 lainnya memberi reputasi
10
8K
56
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.